Membangun Kualitas Hati Guru yang Bahagia


TintaSiyasi.com - Sobat. Orang yang bahagia adalah orang yang bisa menikmati situasi dan kondisi kapasitas dirinya sekarang dan saat ini. Di saat kita hidup membahagiakan orang lain, maka Allah SWT akan memberi rezeki berupa orang yang akan membahagiakan kita. 

Orang yang hebat membicarakan ide-ide, orang biasa membicarakan tentang kejadian sekitar, dan orang kecil berbicara tentang orang lain.

Sobat. Berikut ini kualitas hati guru yang bahagia :

Pertama. Hati yang jujur.

Sobat. Kejujuran adalah syarat utama. Jujur dalam niat, jujur dalam berpikir, jujur dalam bersikap dan berbuat, jujur dalam pekerjaan,jujur dalam belajar, jujur dengan ilmu, jujur dengan diri, jujur dengan tujuan hidup. Ketenangan, keyakinan dan optimis adalah buah dari kejujuran.

Rasulullah SAW bersabda, ”Bila seorang hamba itu berdusta maka malaikat rahmat menjauhkan diri daripadanya sekitar satu mil, karena baunya yang busuk. Dan bila ini hanya terjadi satu kedustaan semata maka apakah yang akan terjadi terhadap kejelekan yang lebih besar dari itu dan lebih buruk?” ( HR. at-Tirmidzi )

Kedua. Hati yang selalu ridha atas ketetapan Allah.

Sobat. Hati yang selalu ridha adalah hati yang lapang dan dengan senang hati menerima apa pun yang ditakdirkan Allah untuknya. Ia meyakini bahwa apa pun yang terjadi adalah atas kehendak dan izin Allah, karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya, baik itu berupa musibah atau ujian.

Allah SWT berfirman :

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Sobat. Ayat ini menerangkan janji yang mulia dari Allah kepada orang-orang mukmin yang berjihad di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan hartanya serta menanggung siksaan dan rintangan. Oleh karena itu, Allah akan memberi mereka petunjuk, membantu mereka membulatkan tekad, dan memberikan bantuan, sehingga mereka memperoleh kemenangan di dunia serta kebahagiaan dan kemuliaan di akhirat kelak.

Allah berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, "Tuhan kami ialah Allah." Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa. (al-hajj/22: 40)

Makna jihad dalam ayat 69 ini ialah melakukan segala macam usaha untuk menegakkan agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, termasuk juga memerangi orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Menurut Abu Sulaiman ad-Darani, jihad di sini bukan berarti memerangi orang-orang kafir saja, melainkan juga berarti mempertahankan agama, dan memberantas kezaliman. Adapun yang utama ialah menganjurkan perbuatan makruf, melarang dari perbuatan yang mungkar, dan memerangi hawa nafsu dalam rangka menaati perintah Allah.

Sobat. Mereka yang berjihad itu dijanjikan Allah jalan yang lapang. Janji ini pasti akan terlaksana, sebagaimana firman-Nya:

Dan sungguh, Kami telah mengutus sebelum engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman. (ar-Rum/30: 47)

Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang-orang yang berjihad di jalan Allah itu adalah orang-orang yang berbuat baik (muhsin). Hal ini berarti bahwa segala macam perbuatan, sesuai dengan yang digariskan Allah dalam berjihad itu, adalah perbuatan baik. Dinamakan demikian karena orang-orang yang berjihad itu selalu berjalan di jalan Allah. Orang-orang yang tidak mau berjihad adalah orang yang tidak baik, sebab ia telah membangkang terhadap perintah Allah untuk melakukan jihad. Orang itu adalah orang yang sesat, karena tidak mau meniti jalan lurus yang telah dibentangkan-Nya.

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Allah selalu beserta orang-orang yang berperang di jalan-Nya, memerangi hawa nafsu, mengusir semua bisikan setan dari hatinya, dan tidak pernah menyia-nyiakan ajaran agama-Nya. Pernyataan ini dapat menenteramkan hati orang yang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir dan membangkitkan semangat mereka berjuang di jalan-Nya.

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Allah, pasti akan ditunjukkan kepada mereka jalan-Nya. Dari ayat ini dipahami bahwa lapangan jihad yang luas bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, berupa perkataan, tulisan, dan pada situasi tertentu dapat dilakukan dengan senjata. Karena luas dan banyaknya lapangan jihad berarti banyak sekali jalan-jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk sampai kepada keridaan Allah, asal semua jalan itu diniatkan untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan kebaikan.

Ketiga. Hati yang ikhlas.

Sobat. Ikhlas itu tercermin dalam pekerjaan. Memberikan kerja yang terbaik hanya pada Allah untuk dipersembahkan kepada-Nya sebagai bentuk ketaatan untuk memuliakan Allah, untuk mengagungkan Allah, untuk mensucikan nama Allah, untuk membesarkan nama Allah, untuk mensyiarkan agama ( ajaran ) Allah dengan akhlak mulia.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan hanya mengharap ridha Allah SWT.” ( HR. Abu Dawud dan An-Nasaí )

Keempat. Hati yang selalu bersyukur dalam kondisi apa pun.

Sobat. Bersyukur dalam kondisi apa pun adalah cara terbaik untuk megundang rahmat dan nikmat Allah karena energy rasa syukur adalah penghubung terkuat antara hamba dengan Rabb-nya.

Mengeluh dalam hidup atau tidak bersyukur atas kehidupan yang dimiliki adalah cara terbaik untuk mengundang murka dan azab Allah. Mengeluh adalah bentuk kufur nikmat dan pemutus sinyal dari karunia dan rahmat Allah SWT.
Sobat. Bila kita bersyukur berarti kita berada pada frekuensi positif, kita telah menemukan hasrat terbaik kita pada Allah sebagai pemberi karunia dan rahmat. Kita yakin semua karunia dari Allah, kita tulus ikhlas ada oke tidak adapun oke, memberi ruang bagi Allah untuk terlibat dalam urusan kita.

Allah SWT berfirman :

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ  

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". ( QS. Ibrahim (14) : 7 )

Sobat. Dan ingatlah pula ketika Tuhanmu memaklumkan suatu maklumat yang dikukuhkan, Sesungguhnya Aku bersumpah, jika kamu bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku kepadamu, niscaya Aku akan menambah kepadamu nikmat lebih banyak lagi, tetapi sebaliknya, jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat berat.Dan Musa berkata untuk mengingatkan kaumnya bahwa mensyukuri nikmat Allah bukanlah untuk kepentingan Allah, Jika kamu dan orang yang ada di bumi ini semuanya mengingkari nikmat Allah, maka sesungguhnya Allah Mahakaya sehingga keingkaran mereka tidak akan sedikit pun mengurangi kekayaan-Nya, Maha Terpuji atas segala hal yang terjadi di alam semesta.

Kelima. Hati yang penyayang.

Sobat. Kasih sayang adalah sifat pertama Allah SWT sebagaimana dalam awal surat al-Fatihah dan pada awal asmaúl Husna. Jika orang tua dan gurunya memperkenalkan dirinya dengan sifat kasih sayangnya pada anak-anak dan peserta didik mereka, maka anak-anak atau peserta didik akan merasakan bahwa orang tua dan gurunya tersebut membawa pesan kedamaian dan kebahagiaan. Bahkan pribadi penyayang orang tua dan gurunya pun akan terekam baik dalam ingatan jangka panjang mereka.

Sobat. Ketika anak atau peserta didik merasa bahagia dan senang. Maka system limbiknya terbuka,ketika system limbiknya terbuka, maka pembelajaran tingkat tinggi pun akan mudah mereka cerna. Bila peserta didik sudah merasa senang dengan orang tua dan gurunya, maka dia akan hormat, nurut dan patuh pada orang tua dan gurunya.
 
Keenam. Hati yang pemaaf dan mendoakan orang lain.

Sobat. Seorang pendidik yang mendidik dengan hati, akan mudah memberi maaf dan meminta maaf pada peserta didiknya, maupun dengan sesama. Tak hanya pemaaf , tetapi ia juga mendoakan peserta didiknya. Sifat pemaaf dan mendoakan orang lain merupakan pancaran kasih sayang dari cerminan iman yang benar.
Rasulullah SAW bersabda,“ Demi Dia Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukan kalian kutunjukkan sesuatu yang membuat kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” ( HR. at-Tirmidzi )
  
Ketujuh. Hati yang ingat pada Allah.

Sobat. Ingatlah Allah dalam berbagai aktivitas kehidupan ataupun dalam bekerja sebagai pendidik. Sadarlah bahwa Allah selalu melihat, mengawasi, memantau, dan menilai semua gerak-gerik hati, lintasan pikiran, sikap dan perbuatan. Dengan keyakinan dan kesadaran seperti itu, maka seseorang akan selalu berada di jalan kebenaran dan keadilan dalam sikap hidup maupun pekerjaannya.

Allah SWT berfirman :

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ  

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” ( QS. Al-Baqarah (2) : 152 )

Sobat. Maka dengan nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kaum Muslimin, hendaklah mereka selalu ingat kepada-Nya, baik di dalam hati maupun dengan lisan, dengan jalan tahmid (membaca al-hamdulillah), tasbih (membaca Subhanallah), dan membaca Al-Qur'an dengan jalan memikirkan alam ciptaan-Nya untuk mengenal, menyadari dan meresapkan tanda-tanda keagungan, kekuasaan dan keesaan-Nya.

Sobat.Apabila mereka selalu mengingat Allah, Dia pun akan selalu mengingat mereka pula. hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang telah dianugerahkan-Nya dengan jalan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya dan dengan jalan memuji serta bertasbih dan mengakui kebaikan-Nya. Di samping itu, janganlah mereka mengkufuri nikmat-Nya dengan menyia-nyiakan dan mempergunakannya di luar garis-garis yang telah ditentukan-Nya.

Kedelapan. Hati yang selalu bertawakkal pada Allah.

Sobat. Kita dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Artinya, tidak mungkin manusia tanpa bersandar pada Allah, Tuhannya karena Allah adalah tempat sandaran Yang Maha Kekal. Namun nafsu sering membuat manusia lupa dan lalai, sehingga mereka bersandar pada ilmu dan kepandaiannya, pada hartanya, pada kekayaannya, pada kedudukannya, pada kekuasaannya, pada koneksinya selain Allah. Semua ini adalah fana, tidak kekal dan akan sirna seiring waktu.

Sobat. Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk penyerahan segala upaya 
manusia secara totallitas dari usaha batin dan usaha dzahir kepada Allah karena tawakkal itu merupakan bentuk tertinggi keyakinan kepada Allah. Kesadaran diri akan kemahakuasaan Allah sejak awal, wewenang Allah untuk bekerja dengan cara-Nya, berusaha secara lahir sekuat kemampuan, mengembalikan segala urusan dan hasilnya kepada Allah Dzat Yang Maha Kuasa.
Diriwayatkan oleh Imam Ja’far ash-shodiq dalam kitab al-Bihar , “ Apabila seorang hamba berkata, “ Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah, maka Allah menjawab,” Hai para Malaikat-Ku, Hamba-Ku telah pasrah, maka bantulah dia, tolonglah dia, dan sampaikan (penuhi) hajatnya.”

Kesembilan. Hati yang rindu pada Allah.

Sobat. Orang muslim yang jujur, ridha, bersyukur, ikhlas, penyayang, pemaaf dan mendoakan orang lain, ingat dan merasa diawasi Allah, bertawakkal hanya kepada-Nya, maka ia akan merindukan Allah atas semua kebaikan dan rahmat dari Rabb-nya. 
Dengan begitu ia telah menjaga kemurniaan niat kepada Allah, menjaga kebersihan hati, serta dengan ikhlas dan ridha menyikapi hidup maupun dalam pekerjaannya, dan meyakini akan janji Allah SWT.
Dari Aisyah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “ Siapa yang rindu bertemu dengan Allah, Allah pun rindu bertemu dengannya. Namun siapa yang benci bertemu dengan Allah, Allah pun benci bertemu dengannya.” (HR. Muslim )

Sobat. Dengan kualitas hati guru yang disebutkan di atas, maka seseorang guru akan bekerja dengan lebih baik, lebih kreatif, memperbaiki masalah, dan berpikir solusi. Bukan hanya mengeluh tentang masalah, tetapi lebih optimis, lebih termotivasi, dan lebih cepat belajar karena sudah mengerti tugasnya sangat mulia untuk memuliakan peserta didiknya dalam mendidik. Hal ini didasarkan atas keyakinan dan pemahamannya atas perintah Allah dan Rasulullah SAW. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar