Judi Online Merajalela, Mungkinkah Diusut dan Dihentikan?


TintaSiyasi.com -- Penggerebekan judi online yang dilakukan aparat kepolisian kembali disorot publik. Konon katanya, merajalelanya judi online karena mendapatkan backing oleh pihak-pihak tertentu. 

Tetapi, itu masih dugaan yang butuh dibuktikan secara transparan. Patut diduga, maraknya pemberantasan judi online yang dilakukan pihak aparat adalah salah satu cara untuk mengembalikan muruah aparat kepolisian. Tetapi, apakah judi online mampu diusut dan dihentikan secara tuntas? Atau hanya musiman semata?

Judi adalah sesuatu yang haram dan dilarang. Hanya saja yang menjadi masalah, judi sekarang bermacam rupa dan beraneka ragam bentuknya. Masuk era digital, judi makin bervariasi, banyak macamnya, dan pengelolanya licin untuk dicokok. 

Tetapi, bagaimana pun bentuk dan rupa mereka berkamuflase dalam menjalankan bisnis judi online akan tetap bisa dikejar oleh pihak aparat kepolisian. Pertanyaan, mampukah aparat disiplin dan konsisten terus mengawal dan mengawasi media online dan membersihkan dari ancaman judi online?

Karena pada faktanya, judi online itu seperti situs porno, diblokir satu, tumbuh situs-situs lainnya. Diakui oleh Kominfo yang dikutip dari CNBCIndonesia.com (22/8/2022), ada tiga tantangan yang membuat judi online sulit diberantas. 

Pertama, judi online diproduksi ulang. Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, situs judi online selalu diproduksi ulang. Yakni dengan memberi nama domain mirip atau menggunakan IP Address.

Kedua, ditawarkan lewat pesan pribadi. Judi online juga sulit diberantas karena mereka menawarkan layanan melalui pesan pribadi. Hal ini membuat aktivitasnya tidak bisa diawasi oleh Kementerian Kominfo. Ketiga, isu yurisdiksi hukum.

Selain itu ada masalah perbedaan penegakan hukum di tiap negara terkait judi. Ini membuat adanya isu juridiksi dalam penanganan judi online yang berada di luar Indonesia. Semuel menegaskan dengan tantangan tersebut, perlunya pemberantasan judi online yang melibatkan semua pihak. Yakni dari pemerintah, masyarakat dan pelaku industri.

Tetapi, ada yang belum disadari pemerintah negeri penyebab utama judi online sulit diberantas. Yakni, karena permasalahan ideologis yang ada di negeri ini. Judi online marak karena negara belum menjadikan judi adalah hal yang haram yang harus diusut dan dihentikan aktivitasnya. Jadi, kalau sudah tolok ukurnya halal dan haram, sanksi yang pantas dikenakan kepada pelaku adalah hukum yang bersumber dari Allah Tuhan semesta alam. 

Manusia tidak bisa membuat hukum untuk manusia, maka lumrah jika segala bentuk regulasi dan hukuman pelaku judi tidak membuat jera, malah yang terjadi membuat judi marak dan jaringannya sudah mengglobal. Dari sini pemerintah harus menyadari terlebih dahulu, manusia secerdas apa pun tidak akan mampu membuat hukum adil sebagaimana yang telah ditetapkan Allah Subhanahuwa wataala.

Disadari atau tidak sistem ekonomi kapitalis memang memberikan tempat untuk sektor ekonomi non riil, seperti saham, investasi dan sejenisnya. Alhasil, judi online berkembang di tengah-tengah masyarakat. Apalagi di era digital dan kecanggihan teknologi, judi online dikemas dengan berbagai rupa sehingga bisa mengelabuhi netizen untuk ikut bermain di sana.

Bagi masyarakat yang pola pikirnya sekuler tidak akan berpikir dua kali untuk mengikuti judi online. Karena tergiur kemenangan sehingga bisa mendapatkan harta yang berlimpah dengan cara instan. Terlebih efek penerapan sistem ekonomi kapitalis pun membuat kesenjangan ekonomi yang begitu dalam antara pemilik modal dengan rakyat biasa. 

Oleh karena itu, solusi dari permasalahan judi online bukan sekedar penggerebekan, penutupan, pemblokiran atau menetapkan peraturan parsial, melainkan memberlakukan sistem ekonomi shahih yang mampu menghapus total pengembangan bisnis tidak syar'i.

Sistem Ekonomi Shahih

Sistem ekonomi shahih hanya di dapat dalam sistem Islam yang disebut khilafah. Pasalnya aturan yang akan diterapkan dalam lini kehidupan sistem khilafah adalah aturan as syari termasuk untuk mengurus permasalahan ekonomi.

Dalam ekonomi Islam, sektor ekonomi non riil tidak akan diizinkan berkembang. Karena keberadaannya akan merusak stabilitas ekonomi negeri. Tidak hanya itu, sistem perjudian baik online maupun offline juga akan dilarang. Aturan tersebut  berdasarkan perintah Allah SWT yang ditegaskan dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 90,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Jika masih ada pihak-pihak yang melanggar, maka ada sistem sanksi yang akan menghukum mereka. Dalam uqubat Islam perbuatan judi termasuk ke dalam sistem sanksi takzir. Sebab judi termasuk perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat.

Adapun kadarnya, Imam Al- Mawardi dalam Al-Ahkam as-sulthaniyah menyebutkan bahwa kadar hukuman takzir diserahkan kepada qadhi dengan kadar yang bisa menghalangi pelaku kejahatan agar tidak mengulangi dan mencegah orang lain dari kemaksiatan tersebut.

Namun bukan berarti khalifah atau qadhi boleh menetapkan jenis dan kadar sanksi itu sesukanya. Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dalam Nizham al-Uqubat fi  al-Islam menjelaskan bahwa khalifah atau qadhi hanya memilih dari jenis-jenis sanksi yang disyariatkan diantaranya;

1. Hukuman mati 
2. Cambuk
3. Penjara 
4. Pengasingan 
5. Penyaliban 
6. Denda 
7. Al-Hajru (pemboikotan atau pengucilan)
8. Pelenyapan harta 
9. Mengubah bentuk harta 10. Ancaman yang nyata 
11. Peringatan 
12. Pencabutan hak tertentu 
13. Celaan 
14. Ekspos

Sebab, 14 jenis sanksi itulah yang dibenarkan oleh syariah dan penentuan kadar sanksi tersebut khalifah atau qadhi di harus memperhatikan tingkat kemaksiatan. Kondisi pelakunya, apakah menyesali atau tidak, sering melakukan kemaksiatan atau tidak dan sebagainya.

Banyak sedikitnya intensitas kemaksiatan itu di masyarakat, dampaknya bagi masyarakat, kemaslahatan masyarakat pada umumnya serta sejauh mana efektivitas sanksi dan kadarnya untuk menghalangi dan mencegah pelaku dan orang lain melakukan kejahatan serupa.

Penerapan sistem uqubat dalam khilafah memiliki efek khas, yaitu sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir (pencegah) dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Dan juga dikatakan jawabir (penebus) karena uqubat dapat menebus sanksi di akhirat.

Akan tetapi, sebelum sistem sanksi ini diterapkan khilafah harus memastikan terlebih dahulu kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sehingga tidak ada celah untuk melakukan kejahatan, penipuan, perjudian dan sebagainya.

Melalui sistem ekonomi Islam, warga khilafah dijamin memperoleh kebutuhan mereka baik kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan dan papan yang dijamin tidak langsung oleh khilafah dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Ataupun kebutuhan dasar publik, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan yang dijamin secara langsung oleh khilafah. Sehingga seluruh rakyat bisa menikmatinya dengan gratis dan berkualitas. Inilah efek ketika umat berada dalam sistem khilafah sistem yang membawa keberkahan bagi seluruh alam semesta.[]


Oleh: Nabila Zidane (Analis Mutiara Umat Institute) dan Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)

Posting Komentar

0 Komentar