Hukum Menyewakan Lahan Pertanian untuk Keperluan Non Pertanian




Tanya :
Ustadz, bagaimana hukumnya menyewakan lahan pertanian untuk keperluan non pertanian, misalnya untuk dijadikan lahan parkir, kolam ikan, dsb? (Yasin Muthohar, Serang)

Jawab :
Hukum sewa lahan pertanian ada khilâfiyah di antara ulama. Sebagian ulama membolehkan. Sedang sebagian ulama lainnya mengharamkan.

Pendapat yang râjih (lebih kuat) menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani, adalah yang mengharamkan, karena dalil-dalil yang mengharamkan sangat jelas (sharîh) dan lebih kuat. (Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah Ad Dustûr, Juz II, hlm. 45-62).

Penyewaan lahan pertanian dalam fiqih dikenal dengan istilah muzâra’ah, yaitu menyewa suatu lahan untuk dilakukan cocok tanam padanya (isti`jâr ardhin li zirâ’atuhâ).

Hukumnya haram, baik sewanya dibayar dengan uang, emas, atau perak, maupun dibayar dengan bagi hasil panen dengan persentase tertentu, misal 50% untuk pemilik lahan dan 50% untuk penyewa lahan.

Dalil-dalil yang mengharamkan sewa lahan pertanian antara lain :

Pertama, hadis dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أخاه ، فإن أبى فليمسك أرضه

”Barangsiapa yang mempunyai lahan pertanian, maka hendaklah dia menanaminya, atau dia berikan lahan itu kepada saudaranya. Jika dia tidak mau, maka hendaklah dia menahan lahannya.” (HR Bukhari, no. 2216).

Kedua, hadis dari Jabir RA sbb :

عن جابر: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ الْمُخَابَرَة. رواه مسلم، والمخابرة: المزارعة

“Dari Jabir RA bahwa Nabi SAW telah melarang mukhâbarah.” (HR Muslim, no. 1536).

Menurut Imam Nawawi, mukhâbarah sama dengan muzâra’ah, yaitu menyewa tanah pertanian dengan upah berupa sebagian hasil panennya. Hanya saja menurut Imam Syafi’i, dalam mukhâbarah, benih berasal dari penyewa lahan, sedang dalam muzâra’ah benih berasal dari pemilik lahan. (Imam Nawawi, Raudhat Al Thâlibîn, Juz IV, hlm. 242).

Ketiga, hadis dari Jabir RA sbb :

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يؤخذ للأرض أجر أو حظ

“Dari Jabir bin Abdullah RA bahwa Nabi SAW telah melarang diambil dari lahan pertanian upah sewanya atau bagi hasilnya.” (HR Muslim, no. 1536).

Keempat, hadis dari Rafi’ bin Khadij RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيُزْرِعْهَا أَخَاهُ، وَلا يُكَارِيهَا بِثُلُثٍ وَلا بِرُبُعٍ وَلا بِطَعَامٍ مُسَمًّى

”Barangsiapa yang memiliki lahan, hendaklah dia menanaminya, atau diserahkan kepada saudaranya agar dia tanami, janganlah menyewakan lahan itu dengan sepertiga atau seperempat [dari hasil panennya] atau dengan upah berupa bahan makanan tertentu.” (HR Abu Dawud, no. 3397).

Kelima, hadis dari Usaid bin Zhahir RA sbb :

عن أسيد بن ظهير "نَهَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ كِرَاءِ الأَرْضِ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِذًا نُكْرِيهَا بِشَيْءٍ مِنْ الْحَبِّ، قَالَ: لا، قَالَ: وَكُنَّا نُكْرِيهَا بِالتِّبْنِ، فَقَالَ: لا، وَكُنَّا نُكْرِيهَا عَلَى الرَّبِيعِ، قَالَ: لا، ازْرَعْهَا أَوْ امْنَحْهَا أَخَاكَ"، والربيع: النهر الصغير، أي الوادي، أي كنا نكريها على زراعة القسم الذي على الربيع أي على جانب الماء.

“Dari Usaid bin Zhahir RA bahwa Nabi SAW telah melarang menyewakan lahan. Kami bertanya,”Wahai Rasulullah SAW bagaimana jika kami menyewakan dengan imbalan berupa biji-bijian?” Rasulullah SAW menjawab,”Tidak.” Kami berkata,”Kami dulu menyewakan lahan dengan imbalan jerami (at tibn).” Rasulullah SAW menjawab,”Tidak.” Kami berkata,” Dahulu kami menyewakan lahan dengan imbalan kami menanami lahan yang ada di dekat sungai (ar rabi’). Rasulullah SAW menjawab,”Tidak.” Rasulullah SAW bersabda,”Tanamilah lahan itu, atau berikan lahan itu kepada saudaramu.” (HR An Nasa`i, no. 3862).

Berdasarkan hadis-hadis ini, jelas bahwa sewa lahan pertanian haram hukumnya, baik upah sewanya berupa sebagian hasil panennya, ataukah berupa sesuatu yang lain, seperti emas, perak, uang, atau yang lain. 

Hadis-hadis tersebut telah menjelaskan tidak boleh lahan pertanian disewakan dengan imbalan apa pun.

Adapun jika lahan pertanian itu disewa bukan untuk ditanami, menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani hukumnya boleh, tidak haram. 

Imam Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan :

غير أن تحريم إجارة الأرض إنما هو إذا كانت إجارتها للزراعة. أما إذا كانت إجارتها لغيرالزراعة فيجوز، إذ يجوز أن يستأجر المرء الأرض لتكون مراحا، أو مقيلا أو مخزنا لبضاعته، أو للإنتفاع بها بشيء معين غير الزراعة

”Hanya saja, keharaman menyewakan lahan pertanian itu hanyalah jika penyewaannya untuk pertanian (ditanami). Adapun jika penyewaan tanah itu bukan untuk pertanian, hukumnya boleh, sebab boleh seseorang menyewa tanah untuk dijadikan tempat istirahat, atau tempat transit atau gudang untuk barang dagangannya, atau untuk pemanfaatan apa pun di luar pertanian.” (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizhâm Al Iqtishâdi fil Islâm, hlm. 141). Wallahu a’lam.[]



Oleh: KH M. Shiddiq Al Jawi
Yogyakarta, 03 Nopember 2020

Posting Komentar

0 Komentar