Secara Real, Dunia Digital Indonesia Dikuasai Perusahaan Asing


TintaSiyasi.com -- Digital Entrepreneur Pompy Syaiful Rizal mengungkapkan secara real, di dunia digital Indonesia dikuasai oleh perusahaan-perusahaan digital asing. 

"Di dunia digital, kenyataannya bahwa 
digital Indonesia itu benar-benar dikuasai secara real oleh perusahaan-perusahaan digital asing," ungkapnya dalam Kabar Petang: TikTok Shop 'Bunuh' UMKM Indonesia, di YouTube Khilafah News, Ahad (10/09/2023).

Menurutnya, walaupun itu berwujud misalnya unicorn-unicorn yang seolah-olah itu miliknya Indonesia, namun kalau kita cermati misalnya data pengunjung di marketplace di akhir 2022, artinya map tersebut tidak banyak berubah di 2023 ini. 

"Jika kita bahas marketplace Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak. Kita tahu bahwa Tokopedia yaitu dari go to itu adalah dua pemilik saham terbesar itu adalah Cina. Lebih dari 16% kepemilikan paling besar itu ya miliknya Cina, Shopee adalah milik Singapura dan raksasa Cina. Kemudian Lazada 80% ini miliknya Alibaba. Bukalapak juga seperti itu sama," ujarnya. 

Jadi, menurutnya, ketika bicara masalah kemandirian digital terutama bahwa penjualan ataupun uang yang mengalir ataupun uang yang di e-commerce makin hari makin membesar sekali. Artinya, transaksinya gede banget. Namun di sektor dan lahan itu kita benar-benar sudah di dikuasai oleh asing.

"Dari situlah kemudian
ada sebuah penjajahan yang amat penting yang dimana kita itu dirampas. Kalau dulu mungkin orang-orang atau negara-negara kapitalis itu menjajah dengan mengambil emas kemudian Jerman markantilisme berubah menjadi minyak. Sekarang kapitalis-kapitalis itu yang dikeruk adalah big data," tuturya. 

Ia menjelaskan, big data itu sebenarnya berasal dari behaviour dari orang orang yang melekat atau member atau pelanggan ataupun orang-orang yang memanfaatkan aplikasi-aplikasi dari marketplace. Kemudian dari situlah data itu diambil oleh pemilik dari aplikasinya tersebut pemilik dari platform tersebut. 

"Jadi ketika ada orang memakai Facebook ada orang pakai Google ada orang pakai Tokopedia belanja di Tokopedia belanja di shopee belanja di Tiktok dan apa pun itu semuanya data itu terekam dalam sebuah big data processing," jelasnya. 

Ia mengatakan, dari situlah kemudian ada result diolah data-data terpenting yang membuat industri itu diarahkan ke mana, trennya sedang ke mana. Karena dari pola-pola pembelian, orang membeli dari pola-pola wilayah dari pola-pola demografi dari pola-pola psikoterapi dan sebagainya itu atau bayar persona itu bisa diambil untuk risetnya dan bisa untuk memprediksi. 

"Pengusaha-pengusaha Cina yang memulai memiliki platform-platform ataupun sosial media itu secara real time tahu bahwa saat ini orang-orang Indonesia itu yang paling laris itu belanja apa, bukan hanya belanja apa, modelnya apa, ukurannya apa, quantity-nya berapa kemudian umurnya berapa yang membeli
kemudian dari mana saja pembelian itu berlangsung pusat-pusat pembelian itu di kota-kota mana saja yang paling besar," imbuhnya. 

Ia melanjutkan, setelah pembeli itu beli ini orang itu biasanya beli itu setelah orang itu beli ini dia beli sana dan sebagainya. Perilaku pembeli direkam semuanya maka kemudian dia juga mengerti toko-toko mana yang di Tokopedia itu omsetnya paling gede ya kayak gitu, kemudian dia itu di sektor mana yang bermain dan sebagainya. Sehingga nantinya itu pemiliknya ini mengerti kalau besok itu mau produksi barang maka produksi barang yang paling laku paling banyak dicari. 

"Kenapa data ini sangat penting sekali. Dan data itu dikuasai oleh para pemilik aplikasi-aplikasi tersebut. Ternyata hampir semua marketplace dan aplikasi di sosial media itu kalau enggak dikuasai oleh Cina ya dikuasai oleh Amerika. Dua Raksasa ini melalui saham-sahamnya itu menguasai membeli platform-platform marketplace dan aplikasi di Indonesia," tandasnya.[] Rina

Posting Komentar

0 Komentar