Semangat Hijrah Mengembalikan Peran Muslimah



TintaSiyasi.com -- Dulu Rasulullah SAW dan para sahabatnya berhijrah dari Mekah ke Madinah untuk mendapatkan kondisi dakwah yang lebih baik. Sambutan masyarakat Madinah menunjukkan kesiapan mereka untuk tunduk patuh pada ajaran agama yang baru mereka anut.  Mereka rela untuk menerapkan Islam kafah di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Mereka bersungguh-sungguh untuk meninggalkan pemikiran, adat-istiadat dan keyakinan jahiliah yang sudah turun-temurun dari nenek moyang mereka menuju cahaya petunjuk yang berasal dari Sang Pencipta. 

Tidak salah jika kemudian peristiwa hijrah menjadi tonggak pembeda antara pembangkangan dengan penerimaan, pembeda yang haq dengan yang batil, pembeda antara dominasi aturan kufur dengan kepemimpinan sistem Islam. 

Lalu bagaimana kaitannya antara pelajaran hijrah Rasulullah SAW dengan perjuangan Muslimah sekarang?

Muslimah Masa Kini Harus Berhijrah 

Ada kondisi yang sama antara masyarakat Mekah sebelum Rasulullah SAW hijrah dan kehidupan masyarakat sekarang. Sama-sama tidak menerapkan aturan Islam secara sempurna. Dulu keyakinan dan aturan jahiliah yang diterapkan. Sekarang keyakinan sekuler dan aturan kapitalisme liberal yang dijalankan. Keduanya sama-sama diatur oleh hukum buatan manusia, bukan syariat Allah SWT. 

Dulu dakwah Islam ditolak, ajarannya disesatkan, para pengembannya disiksa dan diserang. Sekarang keadaan tidak ada beda. Ajaran dan simbol Islam terus dinistakan, penghinaan Islam terus terjadi, baik secara terang-terangan seperti kasus pembakaran Al-Quran di Swedia, penyelewengan ajaran Islam secara terselubung seperti kasus Al-Zaytun maupun penyebaran pemikiran moderasi beragama yang hakikatnya menjauhkan umat dari pemahaman Islam kafah.  Ujungnya, seruan penerapan Islam kafah dalam bentuk institusi khilafah menjadi sesuatu yang dibenci dan dianggap ancaman. 

Dalam bidang sosial, kerusakan generasi kian menjadi-jadi, kasus narkoba anak baik sebagai pelaku maupun korban angkanya terus bertambah. Berdasarkan data dari Kominfo 2021, penggunaan narkoba berada di kalangan anak muda berusia 15-35 tahun dengan persentase sebanyak 82,4% berstatus sebagai pemakai, sedangkan 47,1% berperan sebagai pengedar, dan 31,4% sebagai kurir (bnn.go.id). 

Seks bebas di kalangan remaja pun terus meningkat. Sepanjang tahun 2022 Pengadilan Agama Jakarta Utara terpaksa harus mengeluarkan surat dispensasi nikah bagi puluhan remaja di bawah 19 tahun. Mereka harus menikah karena sudah hamil hasil zina dengan pasangannya. Di sisi lain, pernikahan dini secara sukarela dan niat yang suci ingin menghindari kemaksiatan justru terus diperkarakan. 

Kasus anak yang menjadi korban perundungan maupun pelakunya terus bermunculan. Berdasarkan riset Save the Children Indonesia 2022, 1.187 anak pernah mengalami perundungan. Satu dari tiga anak bahkan pernah mengalami pemukulan dalam perundungan (Detik.com). 

Masalah yang menimpa anak dan remaja ini semakin menambah deretan bukti kebobrokan sistem Kapitalisme-sekuler yang sedang berkuasa saat ini.  Sistem kehidupan ini menjauhkan aturan agama dan lebih mengedepankan kebebasan hawa nafsu dan pertimbangan keuntungan materi semata.

Mendudukkan Masalah 

Penting disadari bahwa permasalahan generasi ini erat kaitannya dengan peran strategis perempuan yang terpinggirkan.  Peran sebagai ibu pendidik telah dikalahkan oleh peran lain yang sebenarnya bukan kewajiban perempuan, yakni sebagai penanggung jawab nafkah keluarga. Beban ekonomi ini telah menguras energi kaum perempuan dan menyita waktu serta perhatian mereka dari peran utamanya. Akibatnya, tidak sedikit anak yang kehilangan sentuhan pendidikan dari orangtua terutama dari ibu. Mereka lebih dominan berinteraksi dengan gadget dan dipengaruhi oleh lingkungan yang sudah terkontaminasi oleh budaya dan pemikiran liberal. 

Pemalingan peran perempuan ini sudah menjadi gerakan global yang diusung oleh negara-negara di dunia, tak terkecuali di negeri ini. Berbagai harapan dan sanjungan disampaikan bagi perempuan yang berdaya secara ekonomi, sebagaimana disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N. Rosalin, “Perempuan yang berdaya secara ekonomi akan turut serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya, memberikan nutrisi dan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Kesejahteraan keluarga juga turut meminimalisir terjadinya kekerasan, praktik-praktik eksploitasi anak dan perkawinan anak yang lekat dengan masalah kemiskinan. Dalam jangka panjang, berdayanya seorang perempuan akan meningkatkan pembangunan berkelanjutan.” (Kemenpppa.go.id). 

Sepintas pernyataan tersebut seolah benar dan menjanjikan solusi.  Padahal hakikatnya sarat dengan asumsi.  Seolah penyebab kemiskinan adalah tidak bekerjanya perempuan di sektor ekonomi sehingga jalan keluarnya dengan pemperdayaan ekomi perempuan.  Padahal kemiskinan adalah persolan sistemik yang disebabkan oleh penerapan Kapitalisme yang membuka jurang lebar antara yang kaya dengan yang miskin.  Sistem ini tidak adil terhadap rakyat. Pengelolaan hanya berpihak pada pemilik modal. Negara pun tidak hadir sebagai pelindung, namun lebih memerankan sebagai fasilitator. 

Semangat Hijrah untuk Perubahan 

Melihat kondisi kehidupan perempuan sekarang yang jauh dari ketentuan Islam, maka diperlukan spirit hijrah. Diperlukan semangat untuk melakukan perubahan untuk mengembalikan peran perempuan sebagaimana mestinya yang sudah diberikan oleh Allah SWT, yakni sebagai ibu pendidik generasi. Dari tangannya akan lahir generasi terbaik yang akan melanjutkan amanah kehidupan, yang akan menerapkan Islam sebagai solusi kehidupan dan mendakwahkan Islam ke seluruh pelosok dunia, sekaligus juga memadukan peran perempuan sebagai penebar cahaya Islam ke kalangannya.  Dari jerih payah dakwah mereka akan muncul kader-kader Muslimah pejuang tangguh seperti Asma Binti Abu Bakar yang luar biasa dukungan dan pengorbanannya demi kesuksesan misi dakwah yang diemban Rasulullah saw. dan ayahandanya. 

Menjaga Semangat Hijrah 

Membahas hijrah tidak bisa dipisahkan dengan firman Allah SWT (yang artinya): Sungguh orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS al-Baqarah [2]:  218). 

Dari ayat tersebut bisa dipahami dua hal: pertama, keimanan menjadi dasar orang untuk berhijrah.  Keimanan melahirkan ketaatan pada seluruh aturan Islam.  Dasar iman inilah yang harus dimiliki oleh seorang Muslimah. Mereka yakin bahwa peran mulia mereka adalah sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt. Mereka yakin bahwa menjadi ibu pendidik adalah peran strategis yang akan mencetak generasi pilar penegak peradaban Islam (QS Ali Imran [3]: 110). 

Keyakinan seperti ini akan melahirkan para Muslimah yang bangga dengan peran mereka. Mereka akan berupaya untuk menjalankan kewajiban mereka dengan sebaik-baiknya.  Mereka tidak mempertanyakan bagian yang sudah ditetapkan. Mereka juga tidak iri terhadap ketentuan yang tidak diberikan kepada mereka. Mereka pun tidak khawatir dengan balasan yang akan mereka terima. Demikian sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran (Lihat: QS an-Nisa [4]: 32). 

Benteng iman ini akan menjaga muslimah dari jebakan pemikiran keadilan dan kesetaraan gender (KKG) yang akan memalingkan peran utamanya. 

Kedua, Muslimah yang berhijrah harus menjaga niat dan motivasi hijrah hanya semata berharap Rahmat-Nya. Umar bin al-Khaththab ra. berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Perbuatan-perbuatan itu hanyalah dengan niat dan bagi setiap orang hanyalah menurut apa yang diniatkan. Karena itu siapa saja yang hijrahnya itu kepada kerelaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya ialah kepada Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang hijrahnya untuk memperoleh keduniaan atau wanita yang bakal dia kawini, maka hijrahnya itu ialah pada apa yang dia tuju.” (HR al-Bukhari dan Muslim). 

Niat yang lurus akan menyelamatkan diri dari lintasan keinginan selain ridha dan rahmat Allah SWT akan menjauhkan diri dari tujuan eksistensi diri, ketenaran, atau keuntungan materi. Keikhlasan ini juga akan menjadi kendali untuk tetap istiqamah dalam aktivitas hijrah dan perjuangan sekalipun ada risiko dan ancaman karena yakin janji Allah pasti datang. 

Kaum Muslimah harus terus meningkatkan kepekaan politik dan penguasaan fakta di lapangan.  Jebakan yang dipasang musuh untuk merusak peran mereka beragam. Kaum Muslimah mesti menyadari bahwa di balik kata manis dan iming-iming bertabur racun yang membahayakan. 

Penutup 

Peringatan tahun baru Hijriyah bagi kaum Muslimah semestinya menjadi momen untuk menata kembali peran mereka yang telah ditetapkan syariat. Banyak kesempatan untuk terus mengoptimalkan peran tersebut demi lahirnya generasi khairu ummah dan tegaknya peradaban Islam. 

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

 Sumber: Al-Wa'ie

Oleh: Ustazah Dedeh Wahidah Achmad
Pemerhati Keluarga dan Generasi 

Posting Komentar

0 Komentar