Memilih Teman Adalah Memilih Masa Depan


TintaSiyasi.com -- Sobat. Berhati-hatilah dalam memilih teman atau sahabat, ketahuilah bahwa tidak setiap orang layak untuk dijadikan teman. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang itu sesuai dengan agama temannya. Karena itu, kalian harus memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Rasulullah SAW bersabda, “Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: “Cintaku pasti diberikan kepada orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling duduk karena Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku. Dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Malik).

Sobat. Orang yang dijadikan teman atau sahabat harus memiliki keistemewaan berupa perangai dan sifat-sifat yang menjadikan dia disenangi untuk ditemani. Orang yang dijadikan teman harus memiliki lima perangai berikut : Orang berakal, berakhlak baik, tidak fasik, bukan pembuat bid’ah dan bukan orang yang gila dunia.

Abdullah bin Masúd berkata, “Hendaklah engkau tidak bersahabat kecuali dengan orang yang menolongmu untuk berzikir kepada Allah.” Qatadah berkata, “Demi Allah, kami tidak melihat seseorang berteman dengan seseorang kecuali dengan sesama atau yang serupa. Maka, bertemanlah kalian dengan para hamba yang sholeh, barangkali kalian menjadi seperti mereka atau bersama mereka.” Malik bin Dinar berkata kepada Mughirah bin Habib, “Wahai Mughirah, lihatlah semua teman duduk dan sahabatmu. Siapa saja di antara mereka yang tidak memberi manfaat baik dalam agamamu, maka buanglah persahabatanmu dengannya.”

Sobat. Abu Dzar Ra berkata, ”Kesendirian lebih baik dari teman yang buruk, dan teman yang sholeh lebih baik dari kesendirian.” Demikianlah. Agama dalam persahabatan adalah pondasi. Allah SWT berfirman:

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ 

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman (31): 15).

Sobat. Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Sa'ad bin Abi Waqqash, ia berkata, "Tatkala aku masuk Islam, ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua, aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga, aku mohon kepada beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap menolaknya. Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, 'Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu mati, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini. Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliau pun mau makan."

Dari sebab turun ayat ini dapat diambil pengertian bahwa Sa'ad tidak berdosa karena tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama syirik. Hukum ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang lain.

Ayat ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyekutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus mengesakan Tuhan.

Selanjutnya Allah memerintahkan agar seorang anak tetap bersikap baik kepada kedua ibu bapaknya dalam urusan dunia, seperti menghormati, menyenangkan hati, serta memberi pakaian dan tempat tinggal yang layak baginya, walaupun mereka memaksanya mempersekutukan Tuhan atau melakukan dosa yang lain.

Pada ayat lain diperingatkan bahwa seseorang anak wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali-kali bertindak atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung hatinya, sekalipun hanya kata-kata "ah".

Allah berfirman, “Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"." (Al-Isra'/17: 23).

Pada akhir ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak mengikuti jalan orang yang menyekutukan-Nya dengan makhluk. Kemudian ayat ini ditutup dengan peringatan dari Allah bahwa hanya kepada-Nya manusia kembali, dan Ia akan memberitahukan apa-apa yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia.

Sobat. Seorang ulama berkata, “Janganlah engkau berteman kecuali dengan salah satu dari dua orang berikut : Seseorang yang engkau belajar sesuatu darinya dalam urusan agamamu sehingga bermanfaat bagimu, atau seseorang yang engkau ajari sesuatu dalam urusan agamanya kemudian dia menerimanya. Sedangkan untuk yang ketiga, engkau harus lari darinya.”

Allah SWT berfirman:

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ  

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal (8): 46).

Sobat. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum Muslim agar tetap menaati Allah dan Rasul-Nya terutama dalam peperangan. Ketaatan kepada Rasul dengan pengertian bahwa beliau harus dipandang sebagai komandan tertinggi dalam peperangan yang akan melaksanakan perintah Allah, dengan ucapan dan perbuatan. Ketaatan kepada Rasul, dalam arti taat kepada perintahnya dan siasatnya, menjadi syarat mutlak untuk mencapai kemenangan. Allah memerintahkan pula agar jangan ada perselisihan di antara sesama tentara, karena perselisihan itu membawa kelemahan dan akan menjurus kepada kehancuran sehingga akhirnya dikalahkan oleh musuh.

Pertikaian menyebabkan kaum Muslimin menjadi gentar dan hilang kekuatannya. Kaum Muslim diperintahkan untuk sabar, karena Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Sabar ada lima macam: pertama. Sabar menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya; Kedua. Sabar menjauhi larangan-Nya; ketiga. Sabar tidak mengeluh ketika menerima cobaan; keempat. Sabar dalam perjuangan, sampai tetes darah penghabisan; kelima. Sabar menjauhkan diri dari kemewahan dan perbuatan yang tidak berguna, serta hidup sederhana. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Posting Komentar

0 Komentar