Rasulullah SAW sebagai Pendidik Sangat Mendorong Kegiatan Belajar Mengajar


TintaSiyasi.com -- Sobat. Kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai Pendidik. Setidaknya ada beberapa poin penting : Sangat mendorong kegiatan belajar dan mengajar. Berbelas kasih lagi penyayang. Lemah lembut kepada murid. Menghargai hak setiap orang tanpa pandang bulu. Pendengar yang baik dan rendah hati kepada orang yang bertanya. Berbicara dengan jelas. Memilih cara yang paling cocok bagi pribadi murid. Mengindahkan perbedaan individual para murid. Mengajarkan secara bertahap. Membalas kejahatan dengan kebaikan. Membuka potensi para sahabat.

Insyaallah saya akan bahas artikel dan tulisan berikutnya dengan tema di atas selama bulan Maret dan April atau bulan Ramadhan. Semoga Allah memberi kekuatan, kemudahan dan kelancaran untuk terus berbagi ilmu dan kebaikan.

Sobat. Kali ini saya akan awali bagamana Rasulullah SAW mendorong kegiatan belajar dan mengajar. Allah SWT Berfirman :

هُوَ ٱلَّذِي بَعَثَ فِي ٱلۡأُمِّيِّۧنَ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ  

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah (62) : 2).

Sobat. Allah menerangkan bahwa Dialah yang mengutus kepada bangsa Arab yang masih buta huruf, yang pada saat itu belum tahu membaca dan menulis, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW dengan tugas sebagai berikut:

Pertama. Membacakan ayat suci Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

Kedua. Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, kemusyrikan, sifat-sifat jahiliah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid mengesakan Allah, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak percaya lagi kepada sesembahan mereka seperti batu, berhala, pohon kayu, dan sebagainya.

Ketiga. Mengajarkan kepada mereka al-Kitab yang berisi syariat agama beserta hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Disebutkan secara khusus bangsa Arab yang buta huruf tidaklah berarti bahwa kerasulan Nabi Muhammad SAW itu ditujukan terbatas hanya kepada bangsa Arab saja. Akan tetapi, kerasulan Nabi Muhammad SAW itu diperuntukkan bagi semua makhluk terutama jin dan manusia, sebagaimana firman Allah:

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiya'/21: 107).

Dan firman-Nya:

Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua." (Al-A'raf/7: 158).

Ayat kedua Surah al-Jumu'ah ini diakhiri dengan ungkapan bahwa orang Arab itu sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Mereka itu pada umumnya menganut dan berpegang teguh kepada agama samawi yaitu agama Nabi Ibrahim. Mereka lalu mengubah dan menukar akidah tauhid dengan syirik, keyakinan mereka dengan keraguan, dan mengadakan sesembahan selain dari Allah.

Sobat. Rasulullah SAW mengajari mereka dan menyucikan mereka serta memerintahkan mereka agar menyiarkan ilmu dan hikmah di antara mereka. Beliau bersabda kepada mereka, “Demi Allah, hendaklah orang-orang mengajari para tetangga, memberikan pemahaman kepada mereka, mencerdaskan mereka, menyuruh mereka untuk berbuat makruf dan melarang mereka dari berbuat munkar, serta hendaklah orang-orang belajar dari para tetangga, menerima kepahaman dari mereka, dan memetik kecedasan dari mereka, atau kalau tidak aku minta disegerakan atas mereka siksa di dunia.” (HR. al-Thabrani).

Sobat. Urusan belajar dan mengajar bukan hanya sunnah, melainkan wajib, karena Rasulullah SAW bersabda, “Mencari Ilmu itu wajib atas setiap muslim.” Oleh sebab itu, apabila seseorang berpengetahuan (alim) lalai dalam kewajiban mengajar dan seseorang tak berpengetahuan (jahil) lalai dalam kewajiban belajar keduanya pantas mendapat hukuman siksa.

Dan ilmu yang wajib dicari ialah setiap ilmu yang bermanfaat dalam segala urusan dunia dan agama, yang dapat membangun individu dan masyarakat serta bermanfaat bagi kemanusiaan. Adapun ilmu yang tidak bermanfaat sungguh Sang Guru pertama Muhammad SAW telah memperingatkan kita dalam doanya, “Ya Allah , Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”

Sobat. Abu Darda’ berkata, “Manusia hanya ada dua, Pertama: Pendidik (ulama). Kedua : Anak didik (santri, pelajar atau pengangsu ilmu) kedua-duanya sama-sama berpahala, selain itu tiada gunanya bagai sampah.”

Sobat. Al-Faqih Abu Laits As-samarqandi meriwayatkan dengan sanad dari Anas bin Malik Rlra, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa ingin menyaksikan orang dibebaskan Allah dari neraka, maka pandanglah para penimba ilmu agama, maka demi Allah yang Muhammad di bawah kekuasaan-Nya, tiada seorang penimba ilmu yang mengunjungi pintu orang ‘Alim secara rutin, kecuali Allah SWT mencatat setiap huruf yang dia pelajari dan setiap langkah kakinya disamakan dengan ibadah satu tahun. Dan setiap langkah menjadi satu kota di surga dan setiap itu pula dimohonkan ampun oleh bumi, setiap pagi dan petang. Para malaikat siap menjadi saksi, sahutnya; “Inilah orang-orang yang dibebaskan Allah dari neraka.”

Sobat. Dari Saíd Musayyab, dari Abu Saíd al-Khudriy Rasulullah SAW bersabda, “Di dunia ini amal yang paling utama ada tiga yaitu : Pertama. Menimba Ilmu karena orang yang menimba ilmu menjadi kekasih Allah. Kedua. Jihad atau perang sabil, karena orang yang jihad adalah waliyullah. Ketiga. Mencari penghidupan (kasab) karena pengusaha yang takwa kepada Allah adalah Shiddiqullah.

Sobat. Saydina Ali bin Abi Thalib berkata ada tiga tingkatan manusia yaitu :

Pertama. Ilmuwan rabbany (ulama yang takut kepada Allah).
Kedua. Santri (penimba ilmu) yang tegak di jalan selamat.
Ketiga. Seluruh rakyat jelata (masyarakat awam) yang mudah dipengaruhi selalu mengikuti arah angin.

Ilmu lebih baik dari harta, ia memelihara dirimu, tetapi harta harus kau jaga. Ilmu semakin bertambah jika diamalkan, tetapi harta menjadi berkurang jika dibelanjakan. Dan ulama hidup kekal, sekalipun jasmaninya telah tiada, lagi pula tutur kata atau ajarannya selalu dikenang di dalam hati sanubari. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual

Posting Komentar

0 Komentar