Menjaga Tanah Suci Madinah dengan Penuh Amanah (Perwira Khilafah Utsmani Fahreddin Pasha 1868—1948)

TintaSiyasi.com -- Salah seorang tokoh terpenting di masa-masa akhir Khilafah Utsmani adalah Fahreddin Pasha. Ia membela mati-matian Tanah Suci dari sparatisme (bughat) yang dilakukan oleh Syarif Mekah (Gubernur Mekah) Hussein bin Ali. 

Süleyman Beyoğlu menulis sebuah disertasi doktor yang penting tentang Fahreddin Pasha berdasarkan sumber-sumber arsip. Penulis lainnya, Birol Ülker, juga menjelaskan tentang pembelaan Fahreddin Pasha atas Madinah dan kisah makan belalang di salah satu artikelnya.

𝐌𝐞𝐧𝐣𝐚𝐠𝐚 𝐌𝐚𝐝𝐢𝐧𝐚𝐡

Setelah Bin Ali mulai mempersiapkan pemberontakan, Fahreddin Pasha dikerahkan ke Kota Suci Madinah pada tanggal 28 Mei 1916. Fahreddin Pasha sampai di Madinah sebelum para pemberontak tiba dan mengambil tindakan defensif di sana. 

Bin Ali menghancurkan jalur kereta api dan telegraf di sekitar Madinah pada tanggal 3 Juni. Meskipun dia menyerang pos terdepan Madinah pada tanggal 5-6 Juni, pasukannya dihalau. Ketika Fahreddin Pasha membela Madinah, hal pertama yang dia lakukan adalah mengirimkan peninggalan-peninggalan suci di kota itu dan beberapa manuskrip ke Istanbul sehingga musuh tidak akan merampas benda-benda itu. Sebagian besar manuskrip ini telah dikirim oleh administrator Khilafah Utsmani ke perpustakaan di Madinah. Sekitar 500 manuskrip saat ini disimpan di Perpustakaan Madinah Istana Topkapi, Turki.

Selama berada di Madinah, Fahreddin Pasha memiliki hubungan dekat dengan orang-orang Arab di wilayah tersebut dan melayani mereka. Namun, Mekah dikuasai oleh pemberontak akibat pemberontakan yang meningkat karena ketidakmampuan Gubernur Galib Pasha. Selain itu, pemberontak menguasai kota-kota di luar Madinah dalam waktu singkat. Fahreddin Pasha, di sisi lain, terus membela kota itu meski memiliki sarana terbatas.

𝐁𝐞𝐥𝐚𝐥𝐚𝐧𝐠 𝐆𝐨𝐫𝐞𝐧𝐠

Benteng Madinah dikepung setelah dirampas oleh pemberontak dari Stasiun Mudawwara di jalan kereta api Hijaz dekat Mekah. Jadi, Fahreddin Pasha mulai membela benteng tersebut, yang terputus dari lingkungannya di tengah padang pasir. Karena pasukannya tidak dapat menerima bantuan, mereka mulai menderita kelaparan, haus dan penyakit. 

Mengamati kondisi ini, Fahreddin Pasha mengeluarkan sebuah komunike pada tanggal 7 Juni 1918, tentang kebolehan memakan belalang:

"Apa yang berbeda dari seekor burung gereja dengan belalang? (Belalang) tidak berbulu, tapi sayapnya seperti burung gereja dan lalat juga seperti itu, memakan tanaman, memakan benda-benda bersih dan segar, dan memakan tembakau dan lemon. Makanan orang Badui adalah belalang, dan mereka bisa menjaga kesehatan dan kebugaran mereka berkat belalang yang mereka makan."

Fahreddin Pasha, meminta para dokter menganalisis belalang, dan menggambarkan makanan belalang yang disiapkan dengan empat cara berbeda setelah dia memuji karakteristik makhluk itu.

Sementara itu, Khilafah Utsmani, yang menerima kekalahan, menandatangani Gencatan Senjata Mudros pada 30 Oktober 1918. Namun Fahreddin Pasha tidak menerima gencatan senjata itu. Dia mengabaikan perjanjian Mudros dengan tetap berperang mempertahankan Madinah. 72 hari kemudian, Istanbul (ibukota Khilafah Utsmani) mengungsikan dan menggantikannya dengan Kolonel Ali Najib yang melakukan negosiasi saat menyerah. Namun, Inggris dan pemberontak menjadikan penyerahan Fahreddin Pasha sebagai sebuah syarat.

Kemudian, Ali Najib setuju dengan Inggris untuk menyerahkan Fahreddin Pasha. Ali Najib dan rombongannya pergi ke Fahreddin Pasha, yang tidak mau menyerah, di suatu tempat dekat makam Nabi Muhammad SAW. 

Fahreddin Pasha mengira bahwa mereka datang untuk bertanya kepadanya bagaimana keadaannya, tapi Ali Najib malah melemparkan abu ke wajahnya, mengikatnya dan menyerahkannya ke Inggris pada 10 Januari 1919. Fahreddin Pasha mengatakan bahwa insiden ini adalah hari paling menyakitkan dalam hidupnya.

𝐑𝐢𝐰𝐚𝐲𝐚𝐭 𝐒𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭

Pembela Madinah yang bernama asli Ömer Fahreddin, lahir tahun 1868 di Ruse, di Bulgaria modern. Setelah lulus dari sekolah militer pada tahun 1891, dia bergabung dengan tentara Khilafah Utsmani sebagai kapten. Dia bertugas di berbagai bidang selama Perang Balkan dan Perang Dunia I. 

Kepahlawanannya diakui pula oleh penjajah, sehingga Inggris pun menjulukinya Tiger of the Desert (Harimau Gurun). Pada tanggal 27 Januari 1919, dia dibawa ke Mesir sebagai tawanan perang. Pada tanggal 5 Agustus 1919, dia diasingkan ke Malta dan ditahan selama 2 tahun 33 hari.

Selama ditahan di pengasingan, dia menolak untuk melepaskan seragam tentara Khilafah Utsmaninya, dengan mengatakan: "Saya belum pernah melepaskan seragam sejak saya lulus dari sekolah militer." Sementara di pengasingan, dia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Nemrud Mustafa, yang didirikan oleh pasukan pendudukan. 

Namun ia berhasil lolos setelah diselamatkan oleh pemerintah bughat pimpinan Kemal Pasha laknatullah (dua tahun sebelum Kemal Pasha membubarkan Khilafah Utsmani). 

Setelah bertugas di Rusia untuk sementara waktu, Fahreddin kembali ke Anatolia. Pada tanggal 9 November 1921, Fahreddin diangkat menjadi Duta Besar Turki di Afghanistan (yang sebelumnya bagian dari Khilafah Islam juga) dan meningkatkan persahabatan Afghanistan-Turki selama masa tugasnya. 

Dia kembali ke Turki pada tanggal 12 Mei 1926, dan bekerja di Pengadilan Banding Militer. Pada 5 Februari 1936, dia pensiun sebagai jenderal besar dan meninggal karena serangan jantung pada 22 November 1948. Dia dimakamkan di Pemakaman Aşiyan.

𝐓𝐚𝐤 𝐌𝐚𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐡

Sebelum pengepungan Benteng Madinah dimulai, Istanbul meminta Fahreddin Pasha untuk mengevakuasi benteng itu, namun Fahreddin Pasha mengatakan: "Saya tidak akan pernah membawa bendera Turki turun dari Benteng Madinah dengan tangan saya sendiri. Jika Anda ingin istana ini dievakuasi, lebih baik membawa komandan lain ke sini."

Selama pengepungan tersebut, Fahreddin Pasha berdoa terus-menerus di atas makam Nabi tersebut. “Ya Nabi Allah, aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” ungkapnya dengan pilu.[] 
.
𝐏𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬: Erhan Afyoncu | 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐣𝐞𝐦𝐚𝐡: Riza Aulia | 𝐄𝐝𝐢𝐭𝐨𝐫: Joko Prasetyo 
.
𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑢𝑏𝑟𝑖𝑘 𝐾𝑖𝑠𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑜𝑖𝑑 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝑒𝑑𝑖𝑠𝑖 211 (𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐽𝑎𝑛𝑢𝑎𝑟𝑖 2018).
.
_______________

Posting Komentar

0 Komentar