Konser Blackpink dan Wajah Generasi Hari Ini


TintaSiyasi.com -- Rela membeli tiket jutaan, mau mengeluarkan printilan kebutuhan menonton konser, sudi datang berdesakan demi melihat konser Blackpink. Inilah wajah generasi yang dididik oleh sistem kehidupan sekuler. Sekularisme yang memisahkan antara kehidupan dan Islam telah membuat generasi hari ini kehilangan identitasnya. Ya, mereka menjadi penggemar K-Pop, menggilai tariannya, kecantikannya, suaranya, dan lagu-lagunya. Seolah-olah musik yang sedang mereka bawa telah membius generasi hari ini. Mirisnya, fans Blackpink ini digemari dari anak-anak, remaja, emak-emak, dan bapak-bapak. 

Ada beberapa catatan penting terkait konser Blackpink, girl band asal Korea yang digelar Sabtu—Ahad, 11—12 Maret 2023 di Gelora Bung Karno. Pertama, konser ini difasilitasi oleh negara, padahal kontribusi dalam membangun generasi tidak ada. Sekarang apa manfaat konser tersebut dalam membangun peradaban suatu bangsa? Justru konser Blackpink tersebut dikhawatirkan membelokkan generasi hari ini dengan idola dan teladan yang sesungguhnya. 

Kedua, idola dan teladan generasi Muslim hari ini seharusnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Tetapi, pada faktanya, wajah generasi hari ini jauh dari agama, bahkan mereka dimabukkan dengan tontonan hedonis yang secara tidak sadar telah menjadi tuntunannya. 

Ketiga, negara mengukuhkan citra generasi Muslim di negeri ini dengan sekuler, moderat, dan liberal. Konsep sekuler yang meninggalkan Islam ketika beraktivitas sehari-hari; moderat dengan menerima budaya-budaya asing, pemikiran, dan gaya hidup mereka; liberal yang membebaskan ekspresi generasi hari hingga melanggar batas-batas syariat demi menuruti kebebasan yang mereka puja-puji. 

Keempat, konser musik yang ikhtilat, konten lagu yang hedonis sekuler, penyanyinya memperlihatkan auratnya, dan mengeluarkan suaranya yang mendayu-dayu, ini dikhawatirkan mengantarkan generasi pada maksiat. Maka, sebenarnya ini banyak kemudaratan bagi generasi, tetapi mengapa dibiarkan berjalan. Seharusnya negara sebagai penjaga generasi mempertimbangkan hal ini juga, tidak hanya soal laba fantastis dari terselenggaranya konser ini. 

Kelima, konser yang berjalan lancar dan dijaga aparat sungguh kontradiktif dengan sikap pemerintah terhadap kajian-kajian Islami. Beberapa waktu lalu ada beberapa dai muda yang ditolak pengajiannya karena dianggap radikal dan teroris, bahkan pengajiannya dibubarkan. Seharusnya jika pemerintah bisa menjaga konser Blackpink dengan baik, itu juga dilakukan terhadap pengajian-pengajian akbar yang diadakan umat Islam. Jangan sampai kajian remaja Islam malah mendapatkan cap radikal—teroris dan mudah sekali dibubarkan. Padahal kajian Islam inilah yang menyelamatkan generasi dari gaya sekularisme liberal. 

Keenam, pemerintah tidak memiliki visi—misi unggul dalam mencetak generasi. Dalam tujuan pendidikan nasional, sejatinya negara bertanggung jawab mencetak generasi yang beriman dan bertakwa, tetapi perangkat dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional itu bertolakbelakang dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hari ini. Pendidikan hari ini makin jauh dari agama dan fokus pada orientasi studi saja. Maka wajar jika yang dilahirkan generasi yang amoral dan jauh dari nilai-nilai agama. Belum lagi, mereka yang mengikuti kegiatan Islam tidak sepi dari cap radikal—teroris.

Ketujuh, impor gaya hidup sekuler hedonisme. Semua tahu, bagaimana karakter mental di Korea sana, marak perundungan, pembunuhan, operasi plastik mengubah fitrahnya demi tampil cantik, dan masih banyak lagi. Apakah pemerintah tidak takut jika gaya hidup di Korea diimpor oleh generasi muda hari ini ke negeri ini? Sejatinya, jika generasi memiliki keimanan yang mantap dan ketakwaan totalitas tidak akan berpikir untuk menonton konser K-Pop, karena nirfaedah dan berpotensi menjerumuskan ke jurang kemaksiatan.

Mencermati tujuh catatan penting di atas, sudah menjadi muhasabah bersama. Apabila negara ingin membangun peradaban yang agung dan mencetak generasi muda unggul tidak bisa dengan mengikuti arus sekularisasi, liberalisasi, kapitalisasi global yang sedang diemban Barat. Negara harus menyadari hanya dengan Islam mampu mencetak generasi unggul yang disegani Barat. Hal itu telah dibuktikan generasi Muslim dahulu yang mampu menjadi mercusuar peradaban lahirnya banyak ilmu, sains, dan teknologi. Selain itu, Islam mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Manusia berada dalam puncak kemuliaan dan terhormat ketika memegang teguh Islam sebagai jati dirinya. Sehingga, bangsa yang beradab, adil, dan makmur hanya bisa terwujud jika Islam dijadikan ideologi bangsanya.[] Ika Mawarningtyas

Posting Komentar

0 Komentar