Akankah Budaya Tabuik di Pariaman Go Internasional?


TintaSiyasi.com -- Bagi masyarakat kota Pariaman, festival tabuik adalah warisan budaya sejak puluhan tahun silam yang harus dilestarikan dan dirayakan setiap tahunnya. Banyak prosesi atau rentetan ritual yang dilakukan saat perhelatan berlangsung sehingga menyedot ribuan perhatian pengunjung, tidak hanya wisatawan domestik, tetapi hingga mendatangkan wisatawan mancanegara untuk menyaksikan. 

Hal ini kemudian mendorong Genius Umar selaku walikota Pariaman sedang mengupayakan agar budaya tabuik tidak hanya menjadi budaya dalam negeri namun ditargetkan bisa menjadi salah satu budaya yang diakui dunia internasional. 

Saat melakukan kunjungan ke Swiss, Genius Umar telah membincangkan hal ini dengan Hasan Kleib selaku Wakil Direktur Jenderal WIPO (World International Property Organization) sebagai salahsatu lembaga PBB yang bergerak untuk membina serta melegalkan atau membranding sesuatu agar mendapat pengakuan pasar internasional, berlokasi di Jenewa Swiss.

Hasan klein juga menyampaikan ketertarikannya terhadap budaya tabuik dan akan berlanjut agar WIPO bisa membina pariwisata budaya di Pariaman, adapun alasan walikota melakukan ini bertujuan untuk mengangkat perekonomian masyarakat, (padek.jawapos.com, 27/02/2023).

Budaya yang Jauh dari Islam

Apabila menelisik dari perkara yang sifatnya asasi, maka akan didapati ritual-ritual dalam budaya tabuik jauh dari tuntunan Islam, bahkan mendekati kesyirikan yang dapat mengikis dan merusak akidah umat. Ritual tabuik dirayakan dengan membuat patung kuda dengan tinggi dua belas meter,  berkepala wanita, ada peti dipunggungnya, serta memiliki sayap lalu didandani penuh dengan aksesoris, kemudian diarak-arak ke jalan selama beberapa jam hingga akhirnya dibuang ke laut. Adapun keyakinan yang berkembang pada masyarakat setempat bahwa memperebutkan bagian dari patung ketika dibuang kelaut akan mendapat keberuntungan, hal itu membuat masyarakat berbondong memperebutkannya. Pada dasarnya substansi dari budaya tabuik dipenuhi ritual khusus yang tidak berasal dari akidah Islam. Sementara, di dalam Islam budaya atau tradisi tidak boleh dilestarikan kecuali jika itu sesuai dengan syariat-Nya.

Sebenarnya Islam membolehkan untuk menciptakan tradisi atau budaya, asalkan masih dalam koridor yang benar. Maka, sebuah kekeliruan yang terjadi jika beranggapan bahwa budaya yang sudah jelas jauh dari nilai-nilai Islam kemudian sekarang ingin dilestarikan bahkan dalam skala internasioal. 

Parahnya lagi, untuk merealisasikannya meminta bantuan Asing dengan dalih demi kemajuan ekonomi. Apabila itu yang terjadi, bukan membawa kemaslahatan, tetapi membuat kondisi semakin memburuk karena sebenarnya hal itu tidak untuk kepentingan masyarakat, tetapi makin mengokohkan nilai-nilai Barat yang sudah lama bersemayam di negeri ini. 

Sementara itu, nilai Barat yang mengadopsi sistem kehidupan yang kapitalis hanya mengedepankan manfaat atau keuntungan materi semata, termasuk dalam bidang pariwista budaya yang sedang dibidiknya ini. Jadi, tidak mengherankan lagi meski ada budaya yang bertentangan dengan akidah Islam, tetapi jika itu mendatangkan keuntungan untuk sebagian kalangan, maka akan berusaha dilakukan. 

Alih-alih pemerintah ingin menyejahterakan perekonomian masyarakat malah hal ini akan berakibat fatal karena sejatinya rakyat tidak akan mendapat apapun, sebagaimana yang sudah berulang kali terjadi ketika campur tangan Asing yang bekerja mengelola milik negara, maka yang mendapat keuntungan hanya segelintir pihak dan bisa dipastikan itu bukanlah rakyat. Jika pemerintah berpikir untuk memajukan ekonomi, maka seharusnya bisa maksimal untuk mengelola sendiri sumber daya alam yang ada bukan bersekutu dengan Asing. 

Islam yang Membudaya

Islam sebagai agama yang paripurna mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk tentang budaya. Islam mengakui beraneka ragamnya budaya dan mengatur apa-apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak. 

Telah terbukti dalam tinta emas sejarah, Allah mendatangkan Islam untuk mengubah budaya masyarakat jahiliyah yang sangat rusak dan merusak seperti penyembahan berhala, membunuh bayi perempuan, minum khamr, dan masih banyak lagi menjadi budaya yang berakhlak mulia yang mampu merubah semuanya. 

Kemudian Islam juga mengatur agar budaya masyarakat Muslim tidak boleh melanggar syariat Islam seperti yang dapat merusak akidah umat. Dalam negara Islam, pemerintah sangat menjaga rakyatnya dari budaya kufur yang merusak, karena itu peran negara sangat penting dalam menjaga akidah umat agar terikat dengan syariat Islam.

Begitulah ketika peradaban Islam tegak berdiri. Budaya akan senantiasa selaras dengan syariat sehingga yang terjadi Islam membudaya dan bisa dirasakan ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum Muslim memiliki kesadaran untuk menyuarakan kembali indahnya aturan Islam ketika diterapkan sehingga budaya dapat dikelola sesuai dengan syariat-Nya dan membawa kemaslahatan untuk semua.[]

Oleh: Tenira, S.Sos
(Aktivis Muslimah)

Posting Komentar

0 Komentar