Menyorot di Balik Kunjungan AS ke Parpol


TintaSiyasi.com -- Janganlah bangga umat Islam terhadap kunjungan kedutaan besar Amerika Serikat ke salah satu partai politik (parpol) di Indonesia. Pandangan umat Islam pada negara Amerika Serikat (AS) bukanlah pandangan yang biasa, karena AS adalah negara adidaya yang mengemban ideologi kapitalisme sekuler. Metode dalam menyebarkan ideologinya tetap dengan penjajahan. Walaupun hari ini, penjajahan itu berkamuflase menjadi kerjasama berkedok investasi, utang, dan organisasi-organisasi internasional yang berisi perjanjian untuk menghegemoni negeri-negeri jajahannya.

Masuk ke tahun politik 2024, ternyata AS tidak lengah dalam memelototi Indonesia. Beberapa hari yang lalu, melalui Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim berkunjung ke kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Rabu (15/2). Dalam kunjungan tersebut, dia didampingi penasehat politik kedutaan Kyle Richardson dan Todd Campbell.

Sejak bertugas di Jakarta, kunjungan Sung Yong Kim ke PKS adalah pertama kalinya. Ia membahas penegakan HAM dan demokrasi di dunia, khususnya di Indonesia bersama Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan jajaran pengurus. Diakui oleh Ketua Badan Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS, Sukamta, ada pemahaman yang sama perlunya membangun komunikasi dan kolaborasi yang lebih erat dalam upaya memperkuat komitmen penegakan demokrasi dan HAM. Mereka menyambut baik kunjungan AS itu dan terbuka menjalin persahabatan dengan landasan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Ada beberapa catatan soal kunjungan AS ke salah satu parpol di Indonesia. Pertama, AS adalah negara penjajah pelanggar HAM terberat. AS memang pintar berpura-pura. Tangannya masih berlumuran darah kaum Muslim di Timur Tengah, dia dengan sombongnya berbicara HAM dan demokrasi. Padahal dia sendiri yang telah melegitimasi pembantaian terhadap umat Islam di dunia atas nama perang melawan terorisme maupun radikalisme (war on terrorism and war on radicalism). Sebagai seorang Muslim yang getol membela nasib kaum Muslim di Palestina, Afghanistan, dan sekitarnya, bagaimana bisa tidak menyadari akan hal ini?

Kedua, konsep perdamaian AS hanya omong kosong. AS bersama organisasi internasional yang mereka bangun hanya memperdaya negeri-negeri Muslim. PBB yang digadang menciptakan perdamaian dunia telah menjadi penyebab kekacauan di dunia ini. Bayangkan, segala bentuk kezaliman yang menimpa umat Islam di dunia ini adalah ulah PBB. Mereka diam atas diskriminasi, intimidasi, persekusi, dan kriminalisasi yang menimpa umat Islam di segala penjuru dunia. Paling banter sikap mereka adalah mengecam, jikalau mereka mengajak diplomasi itu hanya untuk mengukuhkan penjajahan kaum kafir terhadap umat Islam.

Ketiga, yang membunuh demokrasi adalah kapitalisme sekuler itu sendiri. AS sok menjadi pejuang demokrasi, padahal demokrasi itu hanya topeng penjajahan yang dilakukan ideologi kapitalisme sekuler. Atas nama demokrasi mereka mengesahkan banyak kebijakan yang lebih menguntungkan para kapitalis. Perjuangan mereka untuk rakyat hanya retorika belaka. Demokrasi yang mereka ekspor ke negeri-negeri Muslim hanya untuk menutupi perampokan sumber daya alam (SDA) dan perbudakan sumber daya manusia (SDM) terhadap umat Islam. 

Keempat, kampanye moderasi agama. Moderasi agama hari ini dianggap sebagai solusi perdamaian dan kerukunan antara umat beragama. Padahal di balik gagasan itu ada upaya sekularisasi Islam. Kunjungan AS ke PKS tidak lebih hanya untuk mengonfirmasi gagasan moderasi beragama tetap dipegang teguh oleh parpol yang ikut dalam kontestasi politik 2024. Jangankan AS, negeri ini pun sedang mengkampanyekan moderasi agama agar umat Islam menerima Barat dan jauh bahkan memusuhi ajaran Islam itu sendiri.

Kelima, AS ingin memastikan hanya demokrasi yang menjadi identitas politik seluruh parpol yang berjuang di tahun 2024. AS tidak mau identitas politik Islam diperjuangkan dan menjadi bahan bakar tahun politik 2024. Oleh karena itu, ia berusaha mengonfirmasi posisi salah satu parpol Islam di negeri ini, apakah masih berada dalam lingkaran demokrasi atau sebaliknya.

Umat Islam seharusnya tidak boleh tertipu dengan gelagat AS hari ini. Sekalipun itu hanya kunjungan, tidak mungkin negara imperialis Barat itu tidak membawa visi ideologinya. Maka, pandangan umat Islam terhadap AS bukan lagi negara yang bisa diajak bekerjasama, melainkan negara kafir penjajah yang tangannya masih basah darah kaum Muslim dan rekam jejak kezalimannya masih nyata. Selain itu, konsep perdamaian dan kesejahteraan yang dibawa Islam yaitu dengan kembalinya kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah Islamiah, bukan dengan konsep demokrasi yang dibawa kafir penjajah.[] Ika Mawarningtyas 

Posting Komentar

0 Komentar