TintaSiyasi.com --Tanya: Assalamu'alaikum, Ustadz. Izin bertanya ustadz. Kalau saya mempunyai tanah untuk saya jual kepada, misalnya, orang kafir, bolehkah, Ustadz? Kalau orang kafir itu lantas mau untuk membangun sekolah agama atau tempat ibadahnya, bagaimana Ustadz, nggih? Maturnuwun, Ustadz. (Ahmad Hanafi Rais, Yogyakarta)
Jawab:
Wa‘alaikumus salam wr wb.
Muamalah seorang muslim dengan non muslim itu hukum asalnya mubah (dibolehkan syariah), selama muamalah itu sesuai dengan rukun-rukun dan syarat-syarat dalam suatu akad, misalnya akad jual beli, dan tidak disertai dengan hal-hal yang diharamkan oleh Islam.
Muamalah muslim dan non muslim hukum asalnya boleh dalam Islam, berdasarkan banyak dalil, antara lain hadits bahwa Nabi SAW pernah berjual beli dengan orang Yahudi, sesuai hadits berikut ini :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ.
Dari ‘A`isyah RA, ”Bahwa Nabi SAW pernah membeli bahan makanan dari orang Yahudi yang akan dibayar secara tempo di kemudian hari dan beliau menggadaikan kepadanya baju perangnya yang terbuat dari besi.” (HR Bukhari, no. 1926).
Nabi SAW juga pernah meminta jasa penunjuk jalan (guide) yang beragama non Islam untuk menunjukkan jalan hijrah beliau bersama Abu Bakar Shiddiq RA dari Makkah ke Madinah, sesuai hadits berikut ini :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قالت وَاسْتَأْجَرَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِن بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وهو علَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ، فَدَفَعَا إلَيْهِ رَاحِلَتَيْهِمَا
Dari ‘A`isyah RA, dia berkata,”Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA pernah mempekerjakan seorang laki-laki dari Bani ad-Dîl sebagai penunjuk jalan yang ahli, sementara dia masih memeluk agama kaum kafir Quraisy. Kemudian Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA menyerahkan hewan tunggangan mereka kepada dia (sebagai upahnya).” (HR Bukhari, no. 2264).
Dengan demikian, jelaslah bahwa hukum asal muamalah muslim dengan non muslim itu hukumnya mubah (dibolehkan syariah), misalnya muamalah dalam bentuk akad jual beli, akad ijarah (jasa), akad utang piutang, dan sebagainya.
Hanya saja, jika muamalah antara muslim dan non muslim itu melanggar rukun-rukun dan syarat-syarat syariah yang terdapat dalam suatu akad, atau disertai dengan hal-hal yang diharamkan, maka muamalah tersebut hukumnya menjadi haram.
Contoh muamalah yang melanggar rukun atau syarat dalam akad jual beli, misalnya seorang muslim yang menjual khamr (minuman keras) atau babi kepada orang non muslim. Jual beli ini telah diharamkan oleh syariah Islam, berdasarkan hadits berikut :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ: إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ, وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَام
Dari Jabir Ibnu Abdullah RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun penaklukan Mekkah, sedang beliau saat itu berada di Makkah,”Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala (patung).” (HR Bukhari dan Muslim).
Contoh muamalah muslim dan non muslim yang disertai keharaman, misalnya seorang muslim yang menjual sesuatu kepada orang-orang kafir, seperti makanan, pakaian, wewangian pada hari raya agama mereka [misalnya Hari Natal], atau bahkan mengirim hadiah (parsel) kepada non muslim pada hari raya mereka. Ini merupakan muamalah yang mengandung unsur keharaman, yakni membantu memeriahkan hari raya non muslim, yang sudah diharamkan syariah. (Ibnu Taimiyyah, Iqtidhâ’ ash-Shirâth al-Mustaqim, hlm. 229).
Contoh lainnya, bermuamalah dengan orang kafir meski hukum asalnya boleh-boleh saja, namun hukumnya menjadi haram jika seorang muslim menjual sesuatu kepada non muslim yang dapat membantu orang-orang kafir/musuh Islam untuk menimbulkan mudharat (bahaya) bagi kaum muslimin, misalnya menjual senjata kepada orang kafir yang sedang berperang melawan umat Islam. (Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bâri, 4/410).
Khusus mengenai muamalah yang ditanyakan di atas, yaitu menjual tanah kepada non muslim yang diketahui akan digunakan untuk membangun sekolah Kristen atau membangun gereja di atasnya, menurut kami hukumnya jelas haram. Hal ini karena jual beli yang terjadi antara muslim dan non muslim telah menjadi perantaraan pada yang diharamkan Islam, yaitu pendirian sekolah Kristen atau pendirian gereja, yang jelas-jelas merupakan penyebaran dan syiar agama kufur yang tidak diridhai oleh Allah SWT.
Firman Allah SWT :
وَلَا يَرْضٰى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَۚ
“dan Dia [Allah] tidak meridhai kekafiran hamba-hamba-Nya.” (QS Az-Zumar : 7).
Agama Kristen dalam pandangan Aqidah Islam merupakan agama kufur, dan penganutnya adalah orang kafir yang akan menjadi penghuni neraka, sesuai firman Allah SWT :
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ
“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab (orang beragama Kristen atau Yahudi) dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.” (QS Al-Bayyinah : 6).
Rasulullah Saw pun pernah bersabda dengan disertai sumpah atas nama Allah, bahwa orang Kristen yang tidak beriman kepada agama Islam yang beliau bawa, akan menjadi penghuni neraka, sesuai sabda Rasulullah SAW :
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat (manusia) ini baik dia Yahudi maupun Nashrani yang telah mendengar tentang aku, kemudian dia meninggal dunia dalam keadaan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya (Islam), kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR Muslim, no. 218).
Jelaslah bahwa pendirian sekolah Kristen atau pendirian gereja, dalam pandangan Aqidah Islam jelas-jelas merupakan penyebaran dan syiar agama kufur yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Ini jelas merupakan keharaman, karena kekufuran atau kemusyrikan itu adalah sebesar-besarnya keharaman atau kemaksiatan.
Padahal Islam telah mengharamkan segala jalan atau perantaraan yang menghantarkan kepada suatu keharaman, seperti dalam kasus di atas, yaitu menjual tanah yang di atasnya akan dibangun sekolah Kristen atau gereja. Keharamannya dapat disandarkan pada sebuah kaidah fiqih (al-qawâ’id al-fiqhiyyah) yang menegaskan :
اَلْوَسِيٍلَةُ اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ
Al-wasîlatu ilal harâmi harâmun
“Segala perantaraan kepada yang haram, hukumnya juga haram.” (Muhammad Shidqi Al-Burnu, Mausû’ah Al-Qawâ’id Al-Fiqhiyyah, 8/775).
Keharamannya juga dapat disandarkan pada dhawâbith fiqhiyyah (kaidah fiqih pada bab fiqih tertentu) yang khusus terkait dengan jual beli, yang berbunyi :
كُلُّ بَيْعٍ أَعَانَ عَلىَ مَعْصِيَةٍ حَرَامٌ
Kullu bai’in a’âna ‘alâ ma’shiyatin harâmun
“Setiap-tiap jual beli yang membantu suatu kemaksiatan, haram hukumnya.” (Imam Syaukani, Nailul Authâr, 8/207).
Berdasarkan kaidah-kaidah fiqih tersebut, haram hukumnya seorang muslim menjual tanah kepada non muslim yang diketahuinya –walau dengan dugaan kuat (ghalabatuzh zhann)– bahwa di atas tanah itu akan didirikan sekolah Kristen atau gereja untuk kaum Nasrani. (Taqiyuddin An-Nabhani, Nizhâmul Islâm, hlm. 94, 2001).
Wallâhu a’lam.
Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
Ahli Fiqih Islam
0 Komentar