Pendidikan Berkualitas Mahal, Tanggung Jawab Siapa?


TintaSiyasi.com -- Salah satu masalah pendidikan adalah soal biaya pendidikan yang tinggi. Biaya pendidikan tinggi adalah konsekuensi dari pendidikan yang berkualitas. Jika ingin pendidikan berkualitas harus berani menyelenggarakan pendidikan yang tidak murah. Dari melengkapi sarana dan prasarana, mencari tenaga pendidik yang profesional, dan sebagainya, ini perlu biaya tinggi pula. Pertanyaan, siapakah yang harus menanggung pembiayaan pendidikan yang mahal dan berkualitas ini? 

Yang wajib menyelenggarakan pendidikan berkualitas adalah negara. Pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kebutuhan primer umat yang harus dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu, seharusnya negara yang bertanggung jawab menjamin generasinya mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sayangnya, hal itu jauh panggang dari api. 

Dalam pandangan kapitalisme, negara hanya menjadi regulator semata. Beban pendidikan yang mahal guna mendapatkan kualitas tinggi diserahkan ke pasar. Siapa yang bisa 'membeli' dialah yang akan mendapatkan pendidikan yang layak. Inilah yang tidak disadari telah menjadikan generasi makin terpuruk dan pendidikan bagus jadi barang langka. 

Padahal seharusnya tingginya biaya pendidikan harus ditanggung negara. Tetapi, yang terjadi tidak demikian. Pendidikan berkualitas dengan biaya yang mahal dibebankan kepada peserta didik dan atau orang tuanya. Walhasil, biaya pendidikan makin ke sini makin mahal. Baik dari pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Semua mahal berdasarkan kualitas yang diberikan sekolah atau kampus yang dituju. 

Ketika menyerahkan pembiayaan pendidikan kepada rakyat, akhirnya banyak yang merasa kesulitan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Akhir-akhir ini dibahas biaya masuk perguruan tinggi yang makin mahal. Sekalipun ada uang pangkal dan uang kuliah tunggal (UKT), tetapi jatuhnya masih mahal. Harus merogoh kocek lebih dalam agar dapat bisa berkuliah. 

Tetapi, biaya kuliah yang mahal tak sebanding dengan tawaran pekerjaan setelah ia lulus. Terkadang makin sulit, karena banyak saingannya. Terkadang harus menerima kerjaan seadanya untuk menyambung hidup.

Seharusnya ini yang harus jadi PR besar negara. Bagaimana cara menyelenggarakan pendidikan secara murah dan gratis? Tentunya, karena negara harus memiliki sistem ekonomi yang mampu menanggung terselenggaranya pendidikan bermutu dan berkualitas untuk seluruh warganya. Inilah sejatinya tanggung jawab negara. 

Bukan malah melakukan liberalisasi pendidikan, menyerahkan ke pasar. Walhasil, output pendidikan bertolak dari tujuan pendidikan nasional. Yakni, mencetak generasi beriman dan bertakwa. 

Mahalnya pendidikan membuat peserta didik terforsir energinya untuk study minded. Mereka menjadi robot-robot kurikulum yang mengejar prestasi dalam secarik kertas. Mereka lupa akan jati dirinya, lupa akan tanggung jawabnya sebagai leader of change. Terutama pendidikan sekularisme yang memproduksi kurikulum robot yang secara nyata menjauhkan mereka dari Islam.

Asas sekularisme kapitalistik menjadikan pendidikan tidak berorientasi pada hasil pendidikan, tetapi menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis. Betapa sadisnya, betapa jahatnya. Pendidikan jadi alat penghasil cuan. Nah, jika hal ini yang terjadi, akankah terlahir generasi terbaik yang mampu menyelamatkan negara? 

Tentu tidak, alih-alih menyelamatkan negara, justru yang tercipta adalah badut-badut politik yang siap melanjutkan sistem kehidupan sekularisme kapitalistik. Yang makin ke sini makin rusak. Kalaupun meragukannya, cek saja bagaimana kondisi negara tempat kita tinggal? Berapa banyak kasus koruptor yang menguap? Berapa banyak generasi muda yang rusak akibat liberalisme dan hedonisme? Berapa banyak pemuda yang bisa membangun peradaban bangsa? Terkadang yang membuat sesak di dada banyak generasi muda yang pembebek peradaban Barat yang bejat. 

Pendidikan hari ini sedang tidak baik-baik saja. Butuh solusi fundamental yang mampu mencabut akar persoalannya, bukan lagi bahas solusi ranting. Tetapi, solusi mengakar. Sejatinya, dibutuhkan sistem pendidikan yang mampu mencetak pribadi yang bermutu, baik dalam hal praktik atau teori pendidikan, tetapi juga berkepribadian yang unggul. 

Yakni, memiliki akidah yang mengkristal dan tingginya ketakwaan. Selain itu, negara wajib memiliki sistem ekonomi yang kuat agar mampu menyelenggarakan pendidikan murah bahkan gratis. Maka, tak elok jika negara ini arogan dan tidak mau menengok pada sistem pendidikan Islam dalam naungan Khilafah Islamiah yang pernah berhasil menelurkan banyak ulama yang ahli sains dan teknologi pada zamannya.[] 


Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute

Posting Komentar

0 Komentar