Hukum Riba Adalah Haram dan Termasuk Dosa Besar



TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. lugas menyampaikan bahwa riba hukumnya haram dan termasuk dosa besar. “Riba itu hukumnya haram dan termasuk dosa besar,” lugasnya dalam acara Fiqih Bisnis Islam ke-13: Hukum Riba, Senin (27/06/2022) di YouTube @tsaqafahfiqih.

“Riba menurut istilah syariah yang dinukil dari Abdul Aziz al-Khayyath di dalam kitab Asy-Syarikat fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah wa Al-Qanun Al-Wadh’i, 2/168 adalah,

الربا هو كل زيادة لأحد المتعاقدين في عقد المعاوضة من غير مقابل أو هو الزيادة في مقابل الأجل

‘Riba adalah setiap tambahan bagi satu pihak dari dua pihak yang berakad dalam akad pertukaran (jual beli) tanpa pengganti, atau riba adalah tambahan  sebagai pengganti dari waktu (tempo).’,” bebernya.

Kiai Shiddiq mengatakan bahwa definisi riba tersebut sebenarnya gabungan dari dua definisi riba. “Pertama, riba fadhl atau disebut juga dengan riba al buyuu’ (riba dalam jual beli). Contohnya, kelebihan yang terjadi ketika terjadi pertukaran uang rupiah dengan uang rupiah yang tidak senilai, misal Rp100.000 satu lembar ditukar Rp5.000 sebanyak 18 lembar,” ujarnya.

Kedua, riba nasi`ah atau disebut riba ad duyuun (riba dalam utang piutang). Contohnya bunga bank. Baik bunga yang sedikit (misal 0,5 persen) maupun besar (misal 25 persen).

“Jadi riba adalah haram berdasarkan nash Al-Qur`an yang qath’i (tegas), yaitu QS Al-Baqarah ayar 275,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Founder Islamic Business Online School tersebut juga menyebutkan bahwa riba termasuk dosa besar (kaba`ir), sesuai sabda Nabi berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari,

اجتنبوا السبع الموبقات“ قالوا: يا رسول الله، وما هن؟ قال: ”الشرك، والسحر، وقتل النفس التي حرّم الله إلا بالحق، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتّولّي يوم الزّحف، وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات

Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan! Mereka bertanya, Apa itu?’ Sabda Nabi, ’Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, dan menuduh zina kepada wanita mukmin yang baik-baik.

Ia pun menambahkan penjelasan dengan menukil hadis Nabi ,

لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: آكل الربا، وموكله، وكاتبه، وشاهديه“، وقال: ”هم سواء

Rasulullah SAW melaknat pemakan riba (pengambil riba), pemberi riba, penulis riba, dan dua saksinya. Sabda Nabi , Mereka sama.

Kiai Shiddiq pun menyitat sabda Nabi tentang dosanya riba,

الربا ثلاثة وسبعون باباً أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه

Riba mempunyai 73 macam dosa, yang paling ringan seperti laki-laki yang menikahi (berzina) dengan ibu kandungnya sendiri. (HR Hakim).

“Yang lebih mengerikan adalah sabda Nabi ,

درهم ربا يأكله الرجل وهو يعلم أشدُّ من ستٍّ وثلاثين زنية

Satu dirham riba yang dimakan seseorang sedang dia tahu, lebih berat dosanya daripada 36 kali berzina. (HR Ahmad)

Lebih jelas lagi Kiai Shiddiq menyebut hadis riwayat Al-Hakim,

إذا ظهر الزنا والربا في قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله

Jika telah merajalela zina dan riba di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka [mendapat] azab Allah.

Riba Fadhl

“Definisi riba fadhl adalah,

الربا هو كل زيادة لأحد المتعاقدين في عقد المعاوضة من غير مقابل

‘Riba fadhl adalah setiap tambahan bagi salah satu pihak yang berakad dalam akad pertukaran (jual beli) tanpa ada pengganti.’,” papar Kiai Shiddiq.

Kiai Shiddiq menyebutkan, riba fadhl (riba al-buyuu’) terjadi pada enam jenis barang ribawi, yaitu emas, perak, gandum, jewawut, kurma, dan garam. “Riba fadhl juga terjadi pada uang, karena uang disamakan hukumnya dengan emas dan perak,” sebutnya.

Ia mencontohkan praktik riba fadhl, “Kurma kualitas bagus seberat 1 kilogram ditukar kurma kualitas sedang seberat 2 kilogram. Kelebihan (tambahan) kurma kualitas sedang seberat 1 kilogram inilah yang disebut riba fadhl,” ulasnya.

Sambungnya lagi, contohnya uang Rp100.000 satu lembar, ditukar dengan uang Rp5000 sebanyak 18 lembar. Kelebihan (tambahan) Rp10.000 itulah yang disebut riba fadhl.

“Dalil haramnya riba fadhl berdasarkan sabda yang terdapat dalam hadis riwayat Muslim nomor 1587,

الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والشعير بالشعير، والتمر بالتمر، والملح بالملح، مثلاً بمثل، سواء بسواء، يداً بيد، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم، إذا كان يداً بيد

Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka jual lah sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).’,” kutipnya.

 

Ia menjelaskan, berdasarkan hadis tersebut, syarat untuk pertukaran (jual beli) barang-barang ribawi yang enam tersebut. “Jika barang yang ditukarkan sejenis (emas dengan emas, dst), syaratnya 2 (dua), pertama, tamaatsul (sama beratnya atau takarannya) dan kedua, taqaabudh (secara kontan, yaitu terjadi serah terima di majelis akad).

“Jika barang yang ditukarkan berbeda jenis (emas dengan gandum, dst), syaratnya hanya 1 (satu), yaitu taqaabudh (secara kontan, yaitu terjadi serah terima di majelis akad),” jelasnya.

 Sharf

Kia Shiddiq memaparkan, “Begini hukum pertukaran mata uang (sharf). Jika mata uang ditukar dengan mata uang sejenis (misal rupiah dengan rupiah), wajib memenuhi 2 (dua) syarat. Pertama, harus sama nilainya (sawa`an bi sawa`in mitslan bi mitslin), tidak boleh ada kelebihan atau tambahan. Kedua, harus kontan atau terjadi serah terima di majelis akad (yadan bi yadin), tidak boleh ditangguhkan (kredit).” bayannya.

“Sedangkan, jika mata uang ditukar dengan mata uang tidak sejenis (misal dolar dengan rupiah), wajib memenuhi satu syarat saja, yaitu harus kontan (yadan bi yadin), artinya terjadi serah terima di majelis akad, sehingga tidak boleh ditangguhkan (kredit atau angsuran), namun boleh ada tambahan (boleh tidak sama nilainya),” tuturnya.

Riba Nasi’ah

“Definisi riba nasi’ah adalah,

الربا هو هو الزيادة في مقابل الأجل

‘Riba nasi’ah adalah tambahan  sebagai pengganti dari waktu.’,” ujarnya.

“Riba nasi’ah itu sama dengan  riba dalam utang piutang (riba al-duyuun). Termasuk di dalam riba nasi`ah adalah riba dalam akad qardh (pinjaman). Bentuk riba dalam qardh, yakni segala manfaat yang muncul karena qardh, baik uang, barang, manfaat, dll,” terangnya.

Ia menambahkan bahwa hukum riba nasi`ah adalah haram berdasarkan nash Al-Qur`an yang qath’i (tegas), yaitu di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 275,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Lebih lanjut, ia mengatkan bahwa ayat itu dulu turun terkait dengan riba nasi’ah (riba jahiliah. Namun ayat itu bermakna umum, mencakup pula riba nasi`ah. “Bunga bank (interest, fawa`idul bunuk) adalah bentuk modern riba nasi`ah,” ucapnya.

“Bunga pada transaksi yang lain juga termasuk riba nasi`ah yang haram antara lain bunga di pegadaian; bunga di asuransi; bunga di koperasi; bunga utang luar negeri; bunga utang dalam negeri; bunga di rentenir (bank plecit / bank titil), dan lain-lain,” tuntasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati


Posting Komentar

0 Komentar