Sekolah Daring Sistem Sekuler Picu Anak Kecanduan Gawai


Kegiatan belajar mengajar online atau via daring dari rumah untuk mengurangi penyebaran virus di masa pandemi Covid-19 ini ternyata membawa efek negatif bagi kehidupan generasi, khususnya anak-anak usia sekolah, mulai dari tingkat SD hingga SMA. 

Salah satu dampak negatif yang terjadi yaitu adanya perubahan gaya hidup dan hubungan sosial yang mengakibatkan peningkatan kecemasan di kalangan anak dan remaja akibat kecanduan penggunaan gawai (gadget).

Dilansir kompas.com (23/3/2021), Direktur RS Jiwa Provinsi Jawa Barat dr Elly Marliyani menerangkan, jumlah pasien rawat jalan akibat kecanduan gawai pada Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat pada tahun 2020 sebanyak 104 pasien. Menurut Elly, pasien kebanyakan mengalami masalah kejiwaan dan terdampak adiksi (kecanduan) games online.

Sementara itu, Psikiater Sub Spesialis Anak dan Remaja RSJ Provinsi Jawa Barat dr. Lina Budiyanti menyebutkan, dampak negatif anak yang kecanduan internet dan gawai dapat berupa perubahan mood atau emosi termasuk iritabilitas, kemarahan dan kebosanan, gangguan pola tidur dan kualitas tidur yang buruk, depresi dan cemas, serta risiko bunuh diri.

Tidak dipungkiri bahwa keberadaan internet dijadikan sebagai andalan yang dipakai sebagai akses dalam proses belajar mengajar secara daring, terlebih-lebih di masa pandemi seperti sekarang. Tak hanya itu, keberadaan internet ini juga seolah menjadi angin segar bagi para pelajar sebagai generasi yang hidup dan dibesarkan pada era digital yang sedang berkembang pesat. Dengan fasilitas internet yang ada, mereka dapat dengan mudah mengakses untuk kegiatan berselancar dalam aktivitas daring lainnya, seperti blogging, membuka video-video konten, tak terkecuali games, yang bisa membuat pelakunya – kebanyakan dari kalangan anak-anak – menjadi kecanduan. 

Itulah potret realitas yang ada. Keberadaan internet ibarat pedang bermata dua, yang memiliki dua sisi bagi penggunanya, sisi positif dan sisi negatif. Dan secara fakta, terbukti penggunaan internet di pada kalangan anak-anak saat ini cenderung memberi pengaruh negatif. 

Metode pembelajaran daring yang sekadar pemberian tugas terus-menerus, tanpa ada panduan langsung dan memiliki batas waktu pengumpulan, tidak sedikit membuat anak-anak stress, tertekan, dan merasa bosan. Hingga menjadikan mereka lari kepada fitur-fitur games yang justru semakin membawa dampak buruk bagi mereka.

Inilah dampak terburuk yang harus dialami anak-anak dan para pelajar, berujung pada gangguan mental dan jiwa akibat kecanduan gawai. Maka tak heran pada awal tahun 2021 ini rumah sakit jiwa pun harus menerima pasien anak-anak yang kecanduan gawai.

Tidak hanya sampai di situ, kondisi anak-anak yang telah kecanduan gawai juga memiliki akhlak yang buruk, egois, pemaksa, dan susah untuk diarahkan. Oleh karena hidupnya telah terobsesi dengan apa-apa yang dia akses dalam gawainya. Yang pada akhirnya membentuk pola pikir dan sikap serba bebas yang tak terkendali. 

Sungguh, inilah buah sistem pendidikan sekuler, yang hanya sekadar aktivitas transfer ilmu dan setor tugas materi saja. Agama/akidah tidaklah dijadikan sebagai landasan dalam sistem pembelajarannya. Alhasil, tidak mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki prinsip hidup dan berkepribadian yang benar, selain para pelajar yang lemah secara mental dan akidah, mundur pola pikirnya, kecanduan gawai, dan gampang terpapar stress. 

Di sisi lain juga minimnya peran keluarga, yang seharusnya memberikan pendidikan dari rumah. Kondisi keluarga yang juga telah terkontaminasi oleh arus liberalisme, minimnya pemahaman agama, serta kemampuan akademik yang kurang plus tersibukkan oleh kesibukan mencari materi, menjadi penyebab hilangnya fungsi keluarga, khususnya peran orang tua sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Anak-anak cenderung terabaikan dan dibiarkan terjerembab pada gaya kehidupan sekuler dan serba bebas.

Selain dari itu, sistem kehidupan sosial masyarakat dan media yang berbasis sekuler-liberalistik saat ini adalah akses yang paling mudah dalam mempengaruhi mental dan kepribadian anak-anak. Keberadaan industri hiburan menjadi fasilitator yang menyuguhkan berbagai macam kesenangan yang memicu kecanduan. Media-media hiburan yang ada hanya berorientasi kepada kepentingan bisnis dan materi semata, tanpa memperhatikan apa yang ditayangkan akan merusak generasi ataukah tidak. 

Demikian juga dengan fungsi negara. Negara cenderung abai dan lepas tangan terhadap kerusakan yang banyak menimpa generasi. Padahal, generasi adalah aset bangsa yang seharusnya dijaga agar mampu menjadi tonggak peradaban suatu bangsa. 

Namun yang terjadi hari ini justru negaralah yang berperan sebagai fasilitator utama yang menjadikan generasi-generasi negeri ini menjadi generasi yang bermasalah, akibat dari sistem pendidikan sekularisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Kerusakan yang banyak menimpa generasi hari ini sejatinya sudah terstruktur dan tersistematis dengan sendirinya.

Oleh karena itu, hendaknya negeri ini menengok bagaimana sistem pemerintahan Islam dan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam diterapkan di masa kejayaan Khilafah Islamiyyah. Sistem pendidikan Islam telah berhasil dalam mencetak generasi cemerlang dan berkepribadian mulia. Standar keberhasilannya tidak diukur dari pencapaian akademik semata, tapi terbentuknya kepribadian mulia dalam diri siswanya, yakni generasi yang bertakwa. 

Fasilitas seperti gawai dan internet dalam pendidikan Negara Islam hanya dipergunakan sebagai pendukung proses belajar mengajar dalam membangun generasi yang cerdas pola pikir dan maju dalam sains dan teknologi. Maka keberadaan berbagai teknologi canggih ini akan menghadirkan fitur-fitur yang menimbulkan kemaslahatan saja, bukan malah menciptakan kemudaratan dan kerusakan kepada para pelajar.

Negara yang dibangun atas keimanan dan ketakwaan kepada hukum-hukum Allah akan membentuk para orang tua, masyarakat, dan negara yang mampu saling bersinergi dalam penggunaan teknologi digital. Berbagai teknologi dan media-media yang dihadirkan akan dikontrol secara baik dan terorganisir oleh negara agar terhindar dari hal-hal yang dapat merusak masyarakat.

Keberadaan media dalam bentuk apapun hanya dipergunakan untuk mengedukasi umat dan sebagai sarana dakwah, sehingga hadirnya media dan berbagai macam teknologi yang ada akan mendatangkan nilai-nilai positif dan bermanfaat saja bagi anak-anak maupun bagi masyarakat luas. Dengan begitu, sungguh hanya dalam naungan sistem Islam anak-anak akan terlindungi secara nyata dari pengaruh kecanduan gawai yang dapat merusak masa depan hidup dan kepribadian mereka. Wallahu a'lam bishshawwab.[]

Oleh: Liza Burhan

Posting Komentar

0 Komentar