Panduan Penyiaran, Jangan Selama Ramadhan Saja


Masyarakat menyambut baik panduan penyiaran selama Ramadhan yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2021  berdasarkan keputusan pleno 16/3/2021. Maksud dan tujuan dari edaran ini untuk menghormati nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan. 

Panduan ini setidaknya berisi 14 poin ketentuan pelaksanaan penyiaran selama Ramadhan. Beberapa di antaranya, tidak melakukan adegan berpelukan atau bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara, baik disiarkan langsung maupun rekaman; dilarang menampilkan gerakan tubuh yang berasosiasi erotis, sensual dan cabul. 

Begitu juga, larangan menyampaikan ungkapan kasar dan makian yang bermakna cabul dan menghina agama lain; larangan muatan mengandung lesbian, gay, biseksual, trangender (elgebete), hedonistik, mistik atau horor atau supranatural, pratek hipnotis atau sejenisnya; larangan mengeksploitasi konflik atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma dan kesopanan serta kesusilaan; juga tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat bagi masyarakat.

Jika dilihat panduan penyiaran dikeluarkan KPI, aturan tersebut terkesan baik untuk menjaga umat Islam dalam beribadah selama Ramadhan. Namun sayangnya, aturan tersebut hanya berlaku selama Ramadhan saja. Padahal, panduan penyiaran, harusnya jangan selama Ramadhan saja. Karena pada bulan lainnya, tayangan televisi tetap menyiarkan kemaksiatan yang dibiarkan bebas merusak masyarakat. Selama ini, program acara yang ditayangkan seolah tidak mengurusi dampak negatif bagi masyarakat yang menontonnya. 

Hal ini membuktikan bahwa negara menerapkan prinsip sekularisme atau pemisahan agama dengan kehidupan. Agama hanya dipandang sebagai ibadah ritual belaka, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Negara hanya mendukung penuh pelaksanaan ibadah ritual semua agama. Namun di luar ibadah ritual, negara menerapkan hukum buatan manusia.  

Padahal dalam pandangan Islam, kewajiban berpuasa selama bulan Ramadhan sama hal dengan kewajiban menjaga pandangan yang mengundang syahwat. Banyak tayangan yang mengandung pornografi dan pornoaksi dalam sinetron, iklan dan film dipertontonkan oleh para pemilik media. Padahal, itu akan menjadi stimulans seks bagi orang-orang sudah dewasa biologisnya termasuk para remaja.  Rangsangan ini akan terus terakumulasi dalam pemikiran sehingga muncul gelora syahwat. Bagi yang tidak mampu merendam gejolak seks, mereka akan melampiaskan secara liar seperti pemerkosaan atau perzinaan yang marak saat ini. 

Itulah peran pentingnya media. Media dalam kehidupan masyarakat dapat memengaruhi gaya hidup, pembentukan opini publik dan cara pandang pemirsa terhadap realitas. Akan tetapi, atas nama kebebasan mereka terus memproduksi iklan, sinetron dan film yang  mengumbar aurat dan konten-konten merusak. Hal ini karena sesuai dengan prinsip kapitalisme. Para pemilik media akan melakukan  apa pun untuk menghasilkan uang. Tidak peduli itu akan berdampak negatif ke masyarakat atau tidak, yang penting pengejaran terhadap pencapaian rating.  

Namun dalam Islam, media digunakan sebagai propaganda dakwah dalam menebar risalah Islam dan alat kontrol baik di dalam dan di luar negeri. Media memiliki peran politis dan strategis sebagai benteng  penjaga umat dan negara agar suasana taat terus tercipta. Media massa berperan mengedukasi publik tentang pelaksanaan kebijakan dan hukum Islam serta membentuk opini umum di tengah-tengah masyarakat. 

Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat yang kokoh. Di luar negeri, berfungsi untuk menyebarkan Islam baik dalam suasana perang ataupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar ideologi kufur buatan manusia. Media dilarang memuat pornografi dan pornoaksi serta elgebete karena perbuatan itu diharamkan dalam Islam.

Negara akan mengeluarkan undang-undang yang memuat panduan umum pengaturan informasi, siaran berbagai program acara yang mendukung pengokohan masyarakat Islam yang kuat memegang syariat, sehingga melahirkan banyak kebaikan di tengah masyarakat. Semua ini bisa teralisasi jika negara menerapkan Islam dalam semua aspek kehidupan yang diterapkan pada sistem pemerintahan Islam. Sehingga masyarakat terhindar dari berbagai kemaksiatan sepanjang masa. []

Oleh: Suci Sri Yundari, S. Pi., Ibu Rumah Tangga/Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Posting Komentar

0 Komentar