Islamophobia adalah Produk Pemikiran Sekularisme


Penistaan terhadap sosok Nabi Muhammad Saw kembali terjadi. Kali ini tepatnya di Inggris, salah seorang guru menampilkan gambar dengan maksud memfigurkan Nabi Muhammad Saw. Kejadian ini terjadi di Batley Grammar School, West Yorkshire, Inggris pada tanggal 25 Maret 2021 (republika.co.id, 26/3/2021). Diberitakan bahwa beberapa orangtua murid melakukan aksi demonstrasi dan menuntut agar guru yang bersangkutan untuk dipecat. Diantara demonstran meyakini bahwa gambar tersebut diambil oleh pelaku dari majalah berbahasa Perancis, Charlie Hebdo. Pelaku mengakui bahwa apa yang telah dilakukannya adalah sebuah perbuatan yang tidak pantas.

Pemerintah Inggris menilai penting bagi semua komunitas yang ada di negara tersebut untuk mengembangkan nilai toleransi. Sebagaimana yang terjadi pada peristiwa penistaan yang dilakukan oleh guru di sekolah Batley Grammar School ini. Mereka mengedepankan pentingnya komunikasi antara semua pihak untuk memperhatikan keyakinan yang berbeda di masyarakat mereka. Pihak sekolah meminta maaf atas kejadian tersebut (republika.co.id,26/3/2021). Tidak sedikit komunitas Muslim yang berada di Inggris menyayangkan kejadian tersebut. Para Muslim Inggris menilai ada sebuah paradoks yang muncul saat penistaan keyakinan dilakukan atas nama kebebasan bereskpresi.

Kemunculan karikatur Nabi Muhammad Saw di Inggris dianggap sebagai sebuah provokasi yang ditujukan kepada komunitas Muslim Inggris. Protes kemarahan warga Muslim Inggris muncul seketika sebagai respon atas penistaan Nabi Muhammad Saw (dunia.tempo.co, 28/3/2021). Penggunaan gambar karikatur Nabi Muhammad Saw dipandang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran serta menyinggung keyakinan pemeluk Islam. Terlebih dalam pandangan keyakinan umat Islam Nabi Muhammad adalah sosok yang mulia dan terdapat larangan untuk menyerupakan figur Beliau Saw dalam bentuk apapun. Sehingga setiap tindakan yang ingin memvisualisasikan Nabi Saw merupakan bentuk penistaan.

Peristiwa penistaan terhadap sosok Rasulullah Saw bukan kali ini saja terjadi. Masih lekat dalam ingatan bagaimana penghinaan yang dilakukan oleh seorang guru sejarah di Perancis yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad Saw. Penghinaan yang dilakukan oleh guru bernama Samuel Paty ini akhirnya berujung pemenggalan oleh salah seorang muridnya yang tidak terima atas perlakuan tersebut. Peristiwa ini terjadi pada Oktober 2020. Ironisnya, Pemerintah Perancis melalui Presiden Emmanuel Macron memberikan pembelaan perihal karikatur Nabi Saw dengan menyebutnya sebagai kebebasan berekspresi.

Islam dan ekstrimisme menjadi dua isu yang seolah terkait. Narasi ini kemudian dikemas sedemikian rupa melalui provokasi yang sengaja dimunculkan guna memancing amarah umat Islam. Tidak sedikit dari kasus pembunuhan, pemboman, pengrusakan tempat ibadah dan ujaran kebencian ditujukan kepada umat Islam sebagai pelaku utamanya. Sebagaimana perkataan oleh Emmanuel Macron yang menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Pada awal September 2020 Macron juga mengajukan UU terkait separatism Islam di negaranya (cnbc.com,26/10/2020). Propaganda negatif juga muncul dari negara-negara yang mendukung konsep kebebasan berekspresi.

Stigmatisasi Islam berakar dari pandangan Islamophobia. Islamophobia sendiri diartikan sebagai sebuah istilah yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim (wikipedia.org). Antipati terhadap Islam lahir dari adanya cara pandang yang keliru tentang Islam dan syariatNya. Bahkan sejak awal kemunculan istilah terorisme pada rentang September 2000 Islam dijadikan musuh bersama masyarakat dunia dengan propaganda War on Terrorism oleh Amerika Serikat. Propaganda menyerang Islam ditujukan kepada bentuk penerapan syariat Islam yang meliputi aspek politik, memunculkan perlawanan terhadap hegemoni Barat dan meniscayakan tegaknya negara Islam.

Islam sebagai sebuah ideologi menjadi ancaman bagi ideologi sekularisme. Syariat Islam yang diterapkan secara totalitas atau kaffah oleh negara akan melawan segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh idelogi sekuler. Bagaimana nasib korporasi global yang telah menjarah kekayaan umat Islam jika syariat Islam diterapkan? Atau bagaimana perilaku permisif dengan dalih kebebasan berekspresi dapat langgeng jika syara’ secara tegas akan menindaknya? Terlebih siapa yang akan menyokong para pemimpin ruwaibidhah jika tidak ada lagi yang percaya pada demokrasi? Tentu ini semua menjadi ancaman berarti bagi keberlangsungan ideologi sekularisme.

Islamophobia adalah produk pemikiran sekularisme. Melalui cara pandang kebencian Islam sebagai ideologi diposisikan sebagai musuh bersama yang mengancam. Realitasnya, syariat Islam berasal dari Allah SWT, Dzat yang Maha Mengetahui tentang perkara yang dapat menghantarkan mashlahat bagi kehidupan manusia. Allah SWT juga tentunya mengetahui apa yang dapat merusak hidup manusia. Karena itu syariat Islam hadir sebagai problem solver atau solusi masalah, bukan sebaliknya. Maka mungkinkah aturan yang berasal dari Pencipta manusia justru akan mengancam kehidupan manusia?

Semakin jelas bahwa sentimen Islamophobia diaruskan oleh ideologi yang bertentangan dengan Islam. Ya, ideologi sekularisme yang telah menjauhkan agama dari kehidupan manusia terbukti telah memproduksi narasi menyesatkan seputar Islam dan kaum Muslimin. Ini semua terjadi sebab umat Islam tidak dihimpun dalam sebuah kepemimpinan umum yang berbentuk negara. Umat Islam tersekat dalam batas semu nation state sehingga sangat mudah untuk dilumpuhkan dan dilecehkan ajarannya. Sudah saatnya kita mengakhiri segala bentuk kebencian terhadap Islam dengan menggaungkan dakwah Islam ideologis. Menyeru manusia agar mengambil Islam sebagai risalah yang sempurna, tak sebatas ritualitas namun juga dari segi politik.[]

Oleh: Resti Yuslita

Posting Komentar

0 Komentar