Batasan dalam Berhias


Walaupun seorang wanita mukminat boleh menghias dirinya, namun syariat juga telah menjelaskan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Adapun batasan-batasan berhias yang mesti dipenuhi oleh seorang wanita adalah sebagai berikut;

1. Tidak Menyerupai Perhiasan yang Menjadi Ciri Orang Kafir

Seluruh 'ulama telah bersepakat mengenai keharaman tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir. Larangan ini didasarkan pada nash-nash Al-Quran dan sunnah. Di dalam al-Quran, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Mjhammad) "Ra'ina", tetapi katakan: "Unzhurna", dan "dengarlah".  Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih." [QS. al-Baqarah:104] 

Imam Ibnu Katsir, dalam Tafsir Ibnu Katsir, menyatakan, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah melarang kaum mukmin menyerupai perkataan dan perilaku orang-orang kafir. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 1/149)

Di dalam sunnah, banyak riwayat yang menuturkan larangan bertasyabbuh dengan orang-orang kafir. 

Dari 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash dituturkan, bahwasanya ia berkata;

رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلَا تَلْبَسْهَا 

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat aku mengenakan dua pakaian yang keduanya bercelup warna kuning.  Beliau berkata, "Sesungguhnya ini termasuk pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau memakainya." [HR. Bukhari dan Muslim]

Imam Ahmad mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu 'Umar, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Aku telah diutus di hadapan waktu dengan membawa pedang, hingga hanya Allah semata yang disembah, dan tidak ada sekutu bagi Allah; dan rizkiku telah diletakkan di bawah bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kenistaan akan ditimpakan kepada siapa saja yang menyelisihi perintahku; dan barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut." [HR. Ahmad]

Masih menurut Imam Ibnu Katsir, hadits ini berisikan larangan yang sangat keras, serta ancaman bagi siapa saja yang meniru-niru atau menyerupai orang-orang kafir, baik dalam hal perkataan, perbuatan, pakaian, hari raya, peribadahan, serta semua perkara yang tidak disyariatkan bagi kaum muslim.

Tatkala menafsirkan hadits riwayat Imam Ahmad di atas, Imam al-Manawi dan al-’Alqami, menyatakan, "Hadits di atas berisikan larangan untuk berbusana dengan busana orang-orang kafir, berjalan seperti orang-orang kafir, serta berperilaku seperti orang-orang kafir." (M. Syams al-Haq, 'Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, hadits no. 3512)

Al-Qari berkata, "Barangsiapa bertasyabuh dengan orang-orang kafir, baik dalam hal pakaian dan lain sebagainya, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut. Tasyabuh tidak hanya dengan orang-orang kafir belaka, akan tetapi juga dengan orang-orang fasik, fajir, ahli tashallallahu ‘alaihi wa sallamwuf, dan orang-orang shaleh.  Walhasil, tasyabbuh terjadi dalam hal kebaikan dan dosa."

Ibnu 'Umar ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut." [HR. Ahmad]

Ibnu Taimiyyah berkata, "Imam Ahmad dan 'ulama-'ulama lain berhujjah dengan hadits riwayat Ibnu 'Umar ini.  Hadits ini menunjukkan keharaman melakukan tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Hadits ini juga sejalan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala, "Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." [QS. al-Maidah:51]. Pendapat senada juga diketengahkan oleh Abu Ya'la.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirm

idzi dari 'Amru bin Syu'aib, dari bapaknya dari kakeknya dikisahkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا 

"Bukanlah termasuk golongan kami, siapa saja yang bertasyabbuh dengan selain kami." [HR. Tirmidzi]

Meskipun hadits ini masih diperbincangkan keshahihannya, akan tetapi Ibnu Taimiyyah menshahihkannya. Imam Sakhawi berkata, "Di dalam hadits ini ada 'Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, dan ia lemah, akan tetapi ia memiliki saksi penguat." Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, "Sanad hadits ini hasan." (Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 6/98; 'Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud, hadits no.3512)

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum muslim bertasyabbuh dengan orang-orang kafir  dengan larangan yang sangat keras. Bahkan, agar kaum muslim tidak menyerupai orang-orang Yahudi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengecat ubannya. Dalam sebuah riwayat dinyatakan, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ 

"Ubahlah warna uban kalian, dan janganlah kalian bertasyabbuh dengan kaum Yahudi." [HR. Tirmidzi; hadits hasan shahih]  Dalam riwayat Ibnu Hibban dan Imam Ahmad ada tambahan "dan kaum Nashrani".     Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim dinyatakan, "Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashrani tidak mengecat uban mereka, maka janganlah kalian menyerupai mereka". (al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi, hadits no. 1674)

Imam Syaukani, di dalam kitab Nail al-Authar mengatakan, "Hadits ini menunjukkan, bahwa 'illat syar'iyyah disyariatkannya pengecatan dan mengubah warna uban adalah, agar tidak menyerupai  orang-orang Yahudi dan Nashrani."    'Ulama-'ulama salaf sangat memperhatikan sunnah yang satu ini.   Oleh karena itu, Ibnu Jauzi menyatakan, bahwa mayoritas shahabat dan tabi'iin mengecat ubannya.  Tidak hanya itu saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang kaum muslim mengenakan pakaian, model rambut, cawan emas, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa, tasyabbuh merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  

Demikianlah, seluruh 'ulama telah sepakat, bahwa hukum bertasyabbuh dengan orang-orang kafir, baik dalam hal pakaian, perkataan, tingkah laku, hari raya, dan lain sebagainya adalah haram secara mutlak. 

2. Pakaian Wanita Hendaknya Berbeda dengan Pakaian Laki-laki

Ketetapan semacam ini didasarkan pada sebuah riwayat yang dituturkan dari Ibnu 'Abbas ra, bahwasanya ia berkata;

لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ 

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki."  Dalam riwayat lain dinyatakan, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang meniru perempuan, dan perempuan yang meniru laki-laki". [HR. Imam Bukhari]

Dari Abu Hurairah ra; ia berkata;

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang mengenakan pakaian laki-laki".[HR. Abu Dawud]

3. Sunnah Sederhana Dalam Berhias dan Berbusana

Dari Muadz bin Anas ra, diceritakan, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الْإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا 

"Barangsiapa yang meninggalkan pakaian yang mewah karena tawadlu' kepada Allah, padahal ia mampu untuk membelinya, maka nanti pada hari kiamat Allah memanggilnya di hadapan para makhluk untuk diseuruk memilih pakaian imam yang ia kehendaki untuk dipakainya". [HR. Tirmidzi]

Hanya saja, kesederhanaan di sini tidak sampai menurunkan harga diri.  Dalam sebuah riwayat yang dituturkan

dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

"Sesungguhnya Allah suka untuk melihat bekas nikmatNya kepada hambaNya". [HR. Tirmidzi]

4. Larangan Berpakaian Karena Sombong

Seorang Mukmin dan Mukminat dilarang berpakaian karena sombong, atau untuk menunjukkan kemewahan dan kebesaran dirinya. Dari Ibnu ‘Umar diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ قَالَ مُوسَى فَقُلْتُ لِسَالِمٍ أَذَكَرَ عَبْدُ اللَّهِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ قَالَ لَمْ أَسْمَعْهُ ذَكَرَ إِلَّا ثَوْبَهُ

“Barangsiapa memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya kelak di hari kiamat.  Kemudian Abu Bakar bertanya, “Sesungguhnya sebagian dari sisi sarungku melebihi mata kaki, kecuali aku menyingsingkannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kamu bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong.” [HR. Jama’ah, kecuali Imam Muslim dan Ibnu Majah dan Tirmidzi tidak menyebutkan penuturan dari Abu Bakar]

Dari Ibnu ‘Umar dituturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

الْإِسْبَالُ فِي الْإِزَارِ وَالْقَمِيصِ وَالْعِمَامَةِ مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Isbal itu bisa terjadi pada sarung, sarung dan jubah. Siapa saja yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melihatnya kelak di hari kiamat.” [HR. Abu Dawud, al-Nasa’i, dan Ibnu Majah]


Posting Komentar

0 Komentar