Eksploitasi Anak: Sebuah Potret Kelam Anak Indonesia dalam Pusaran Sistem Sekuler Kapitalisme


TintaSiyasi.com - Dilansir dari Republika (24/9/2023), Polda Metro Jaya menangkap seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), muncikari pada kasus prostitusi anak di bawah umur atau perdagangan orang melalui media sosial.

Disebut korban mengenal pelaku dari jaringan pergaulan. Korban mengaku melakukan pekerjaan tersebut dengan tujuan ingin membantu neneknya. Korban dijanjikan mendapatkan uang sebesar Rp 1 juta hingga Rp 6 juta. Selain itu, diduga masih ada 21 orang anak yang dieksploitasi secara seksual dan anak di bawah umur. Menurut keterangan pelaku, seluruh penghasilan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

Modus eksploitasi anak lainnya terjadi di Medan. Dari Detik (23/9/2023), Ketua Forum Panti Kota Medan Besri Ritonga mengatakan sebanyak 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan. Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya yang beralamat di Jalan Pelita didapati ada 26 anak. Sedangkan di Panti Asuhan Karya Putra Tunggal Anak Indonesia yang terletak di Jalan Rinte ditemukan ada 15 anak. Kedua panti diduga jejaring, mereka mendapatkan uang melalui live TikTok. Rata-rata anak memiliki orang tua, hanya sekadar dititipkan di Panti.

Eksploitasi anak demi memperoleh cuan sepertinya sudah menjadi hal biasa di sistem sekuler kapitalisme. Dalam sistem ini, apa pun itu akan dilakukan selama dapat memperoleh materi yang diinginkan, bahkan tak lagi peduli halal ataukah haram. Sampai kapankah eksploitasi anak menjadi sebuah potret kelam anak Indonesia dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme?

Mengapa nasib anak Indonesia tereksploitasi dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme? Apa dampak eksploitasi anak bagi masa depan anak Indonesia? Adakah strategi jitu dalam menciptakan dunia yang aman bagi anak Indonesia?


Sebuah Potret Kelam Anak Indonesia dalam Pusaran Sistem Sekuler Kapitalisme

Eksploitasi anak terus berkembang seiring berkembangnya teknologi. Dewasa ini, kemajuan teknologi tak imbangi dengan kemajuan taraf berpikir manusia. Bagaimana tidak? Dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme yang menaungi dunia hari ini, individu-individu dalam masyarakat hidup sesuai dengan kepentingan nafsunya. 

Kapitalisme menciptakan individu yang menjadikan materi sebagai tujuan meraih kebahagian. Asalkan materi diperoleh seakan kebahagian telah menyelimutinya. Paradigma ini menjadi makin parah ketika didasarkan pada akidah sekuler, dalam memperoleh materi tak lagi peduli apakah diharamkan ataukah dihalalkan oleh nilai agama yang dianutnya karena agama sudah dianggap tidak perlu mengatur kehidupan manusia. Agama dikotomi hanya untuk mengatur hubungan dengan Tuhan saja dan di saat melakukan ibadah mahdah saja.

Inilah realita hari ini, hingga eksploitasi anak menjadi salah satu cara memperoleh cuan dengan mekanisme yang terus berkembang seiring perkembangan teknologi. Anak Indonesia dalam pusaran sekuler kapitalisme menjadi ladang eksploitasi dan hidup dalam lingkungan yang tidak aman. 

Peran negara menciptakan dunia yang aman dan ramah anak hanya mandeg dalam program-program kebijakannya, baik program sekolah ramah anak ataupun program kota layak anak. Namun, realitanya tidak benar-benar solutif memberikan dunia yang aman bagi anak Indonesia. Pasalnya, berbagai kasus yang menjadikan anak sebagai korban masih terus berjatuhan.

Bahkan, pasal-pasal berlapis yang kerap dijatuhkan pada pelaku kejahatan tak mampu memberi efek jera. Entah itu terjerat undang-undang informasi dan transaksi elektronik, undang-undang pornografi, undang-undang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dan undang-undang perlindungan anak. Semuanya tak memberi efek jera pada pelaku kejahatan. Terbukti, kejahatan dengan modus yang sama nampak berulang dan malah bermutasi lebih canggih lagi. 

Sebuah potret kelam anak Indonesia dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme. Ada yang tereksploitasi secara sukarela karena terhimpit kebutuhan, tetapi ada pula yang rela menjatuhkan diri karena gaya hedonismenya. Yang nyata anak-anak Indonesia masih dalam bayang-bayang kejahatan, hidup dalam dunia yang tidak aman, terus tereksploitasi baik dipaksa maupun terpaksa.


Dampak Eksploitasi Anak bagi Masa Depan Anak Indonesia

Anak kerap menjadi target mudah untuk dieksploitasi. Kisah pilu anak mudah dikreasi untuk mengundang simpati dan menyentuh hati manusia lain. Sisi polos anak pun mudah dimanipulasi dengan iming-iming memenuhi kebutuhan mereka. Dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme, kondisi ini dijadikan jalan mudah meraih keuntungan pribadi.

Program seperti sekolah ramah anak atau kota layak anak, harusnya tidak mandeg sekadar menebar penghargaan semata. Namun, maksimal benar-benar menciptakan kondisi yang aman bagi dunia anak Indonesia. Pemerintah jangan berpuas diri hanya dengan menciptakan program, tetapi harus terus berupaya mencari solusi komprehensif hingga kejahatan dan eksploitasi anak tak terjadi lagi.

Eksploitasi anak apabila terus meningkat akan berdampak mengancam anak-anak Indonesia, maka akan mengancam masa depan mereka. Nasib suram membayangi wajah generasi Indonesia. Tugas mulia yang ada di pundak para generasi yang akan membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik tak akan terwujud nyata. Mereka, anak-anak Indonesia yang akan menjadi generasi masa depan Indonesia hanya akan terkungkung dalam masa lalu kelam.


Strategi Islam dalam Menciptakan Dunia yang Aman bagi Anak Indonesia

Menciptakan dunia aman bagi anak Indonesia berarti mereka bebas dari eksploitasi ataupun dari ancaman kejahatan lainnya, bisa hidup sejahtera dan terlindungi hak-haknya. Harapan ini harusnya bukanlah fatamorgana apalagi sekadar ilusi semata bagi anak-anak Indonesia.

Pasalnya, Indonesia yang mayoritas Muslim harusnya paham ada solusi Islam yang dapat diterapkan secara komprehensif untuk mengatur kehidupan mereka dari bangun keluarga hingga bangun negara. Bahkan, bukan hanya akan menciptakan dunia yang aman bagi anak, tetapi bagi seluruh umat manusia dan makhluk lainnya.

Dalam menciptakan dunia yang aman bagi anak dalam seluruh aspek kehidupannya, Islam memiliki mekanisme yang menyeluruh, di antaranya:

Pertama, peran keluarga. Persiapan keluarga dalam memberikan penuh hak anak, dimulai sebelum hadirnya sang anak. Memperoleh orang tua yang mampu mendidik anak adalah salah satu hak anak. Calon ibu harus belajar menjadi madrasatul ula bagi anaknya kelak mendidik mereka hingga bersyaksiyah Islam, dan calon ayah belajar menjadi qawwam untuk keluarganya memenuhi tanggungan nafkah mereka dengan harta yang halal. Dengan lebih dulu paham kewajiban sebagai orang tua, maka begitu anak hadir dalam kehidupan mereka akan memenuhi hak anak baik dalam hal mendidik dan memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tuntutan syarak.

Kedua, peran masyarakat. Anak tidak hanya akan tumbuh dalam lingkungan keluarga, ketika beranjak besar pasti akan bersentuhan dengan lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Maka, masyarakat punya peran penting pula untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Menjauhkan mereka dari pengaruh buruk yang akan menjauhkan mereka dari akidah Islam, serta turut menjaga mereka dari tindak kejahatan yang mengintai anak-anak. Masyarakat yang terikat dengan syariat Islam, akan memberikan lingkungan yang aman bagi pertumbuhan anak.

Ketiga, peran negara. Inilah peran penting terakhir dalam menciptakan dunia yang aman bagi anak, baik dalam hal memenuhi kesejahteraannya ataupun kebutuhannya. Kewajiban negara salah satunya adalah memberikan keamanan bagi anak-anak. Negara harus menjamin kebutuhan anak, mulai dari pendidikan yang bersyaksiyah Islam, kesejahteraan, dan saksi tegas bagi pelaku kejahatan.

Negara memastikan pendidikan anak harus berakidahkan Islam, hingga akan terbentuk generasi yang berkepribadian Islam. Tidak diperbolehkan akidah lain selain Islam dapat meracuni pemikiran anak dalam proses pendidikannya.

Negara juga memastikan jaminan kesejahteraan anak, dengan memastikan setiap anak mendapatkan nafkah dari walinya. Negara menciptakan lapangan pekerjaan bagi setiap ayah yang menanggung nafkah. Apabila anak tak memiliki ayah yang mampu menafkahinya, maka negara harus mencarikan wali dari keluarga terdekat untuk menanggung nafkahnya, atau bahkan diambil alih oleh negara apabila tidak ditemukan wali yang mampu menafkahinya. Dengan demikian, jaminan kesejahteraan anak benar-benar akan terpenuhi.

Langkah selanjutnya, negara juga harus memberlakukan saksi tegas bagi pelaku kejahatan. Sanksi dalam Islam terkenal dengan sifatnya yang jawabir (penebus) dan zawabir (pencegah). Sanksi yang tegas ini akan memberikan efek jera bagi pelaku, hingga mampu menebus kejahatan mereka di akhirat, dan juga mampu mencegah agar tidak akan ada kejahatan yang sama oleh pelaku lain.

Inilah mekanisme Islam dalam menciptakan dunia yang aman bagi anak. Dengan begitu, potret kelam anak Indonesia dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme dalam dihapus ketika kita mau kembali menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan. Saatnya mencampakkan sistem sekuler kapitalisme yang membawa wajah kelam anak Indonesia.


Penutup 

Anak Indonesia tereksploitasi dengan berbagai modus kejahatan, ada yang terjerat TTPO dan ada yang dijadikan konten di media sosial. Semuanya dengan tujuan sama, memperoleh keuntungan semata l, sedangkan cara memperolehnya dengan jalan halal ataukah haram tak jadi persoalan. Dunia aman bagi anak tak tercipta nyata, meskipun berbagai program kebijakan pemerintah menyasar ramah anak atau layak anak. Eksploitasi anak telah menjadi sebuah potret kelam anak Indonesia dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme.

Dampak eksploitasi anak akan mengancam masa depan anak-anak Indonesia, sebagai generasi penerus perubahan tak akan terwujud nyata. Ekploitasi terhadap mereka hanya akan menjadikan anak-anak Indonesia terkungkung dalam masa lalu kelam.

Dibutuhkan solusi komprehensif untuk menghapus potret kelam anak Indonesia dalam pusaran sistem sekuler kapitalisme. Islam mampu memberi solusi dengan memaksimalkan peran keluarga, masyarakat, dan yang tidak kalah pentingnya peran negara. Maka, dunia yang aman bagi anak Indonesia bukan lagi ilusi semu, tetapi mewujud nyata dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh lini kehidupan. []


#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar