UIY: Sejarah Membuktikan, Hijrah Adalah Awal Kemenangan

TintaSiyasi.com -- Cendekiawan Muslim, Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, sejarah membuktikan bahwa hijrah adalah awal kemenangan.

“Sejarah kemudian membuktikan bahwa justru (hijrah) itulah awal dari kemenangan,” tuturnya dalam acara Focus to The Poin, bertajuk Hijrah Rasulullah, Tonggak Awal Negara Adi Daya Islam, di YouTube UIY Official, pada Kamis (20/7/2023).

Ustaz Ismail menerangkan bahwa setelah Nabi hijrah ke Madinah, Nabi menemukan tempat baru yang lebih kondusif. Ibarat tanaman, Madinah adalah lahan yang lebih subur. Islam cepat sekali berkembang di sana, dan pada satu titik tertentu, 10 tahun kemudian, akhirnya Mekkah pun bisa ditaklukkan. 

“Karena itulah, maka kita mesti memandang ini dalam dua kacamata. Yang pertama adalah bahwa dakwah itu terus berproses. Kadang-kadang dia itu naik, kadang dia turun. Tapi tidak selamanya turun itu sebagai sebuah kekalahan. Kemudian yang kedua adalah bahwa orientasi dari hijrah itu tak lain adalah bagaimana Islam itu tegak. Karena itulah, dalam perjuangan itu, tujuan itu harus menjadi pemandu kita, “ urainya.

Selanjutnya Ustaz menjelaskan, hijrah nabi dari Mekkah  ke Madinah itu, dalam satu perspektif seolah terusir. Namun, sejarah akhirnya membuktikan bahwa hijrahnya Nabi ke Madinah menjadi titik awal dari kemenangan Islam, awal dari peradaban Islam. Berawal dari Madinah, kemudian Islam berkembang ke seluruh Jazirah Arab,  bahkan seluruh dunia, hingga Madinah disebut Madinatul Munawarah.

“Bukankah Nabi itu dari Mekkah, para sahabat dari situ, keluarga di situ. Lalu, oleh karena tekanan, ancaman, terlebih setelah orang-orang Quraisy bersepakat di Darun Nadwah akan membunuh Nabi, lalu beliau diperintahkan hijrah. Itu dalam satu perspektif kecil, itu seperti/seolah terusir, “ ulasnya.

Menurut UIY, bahkan orang Mekkah pun tidak menyangka. orang-orang Quraisy,  kafir Quraisy, pemimpin-pemimpin mereka tidak menyangka, bahwa tindakan mereka itulah justru yang menjadi awal keruntuhan Mekkah.

Lebih jauh UIY mengulas hubungan antara agama dan negara/kekuasaan. Ia mengutip apa yang dikatakan Imam Al-Ghazali bahwa agama dan negara (kekuasaan, penguasa) memang tidak bisa dipisahkan. Yakni, seperti saudara kembar.

“Agama dan kekuasaan itu seperti saudara kembar, yang dua-duanya harus ada. Seperti dua sisi dari satu mata uang keping. Itu dia katakan, apa yang tidak ada asasnya, tidak ada agama,” kutipnya.

UIY selanjutnya menerangkan makna dari pernyataan Imam Al-Ghazali yang dikutipnya tersebut. Yaitu, jika yang menjadi asas negara tersebut bukan Islam, maka akan hancur. Seperti yang terjadi saat ini, di mana Sosialisme-Komunis hancur, sementara Kapitalisme juga membawa dunia ke arah kehancuran. 

“Hanya Islam saja sebenarnya yang bisa menjawab kebutuhan atau tantangan itu. Tapi sebaliknya juga, apa yang tidak ada penjaganya dia akan hilang” ungkapnya. 

Ustaz memaparkan bahwa Islam saat ini hanya nampak secara personal. Itu pun banyak dari umat Islam yang hanya masuk dalam Islam di aspek ritual. Bahkan terkadang masih pilih-pilih. Misalnya, sholat diambil, puasa tidak. Jadi, menurutnya nampak jelas sekali bahwa saat ini Islam masih ada, namun kekuasaan yang berasaskan Islam tidak ada.

“Kalau kekuasaan itu dalam bentuk, sebut sekarang ini negara, maka negara berdasarkan Islam ini akan menjadi pelindung dan penerap,” terangnya.

Lebih jauh UIY membeberkan fungsi penguasa dalam kaitannya dengan agama, berdasarkan tuntunan Islam. Ia mengutip penjelasan Al Mawardi dalam Ahkamus Sultaniyah, bahwa tugas pokok dan fungsi penguasa dalam Islam adalah menjaga agama, dan mengatur kehidupan dunia (masyarakat) dengan agama tersebut (Islam).

“Karena itu, kalau ditanya apa pentingnya negara di dalam Islam, itu karena negara ini yang menjaga Islam. Kemudian, negara ini juga yang akan mengatur masyarakat dengan Islam. Sedemikian sehingga, kehormatan yang dijanjikan Allah itu bisa terwujud dengan nyata, Islamnya sendiri juga terjaga,” pungkasnya.[] Binti Muzayyanah

Posting Komentar

0 Komentar