Terungkap Lima Pejabat Membekingi TPPO: Mungkinkah Kasus Tersebut Mampu Dihentikan?

TintaSiyasi.com -- Kasus perdagangan orang masih menjadi momok di negeri ini. Kasusnya seolah-olah ada terus dan selalu muncul modus baru. Per Juli 2023 hampir dua ribu kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terjadi. Dikonfirmasi dari Kompas.com (5/7/2023), ada 714 tersangka TPPO ditangkap dan mampu menyelamatkan 1982 korban. Bahkan, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan ada lima pejabat yang membekingi TPPO, oknum yang membekingi terungkap dari kalangan TNI-Polri. 

Berikut rincian para korban yakni sebanyak 889 perempuan dewasa, 114 anak perempuan anak, 925 laki-laki dewasa, dan sebanyak 54 anak laki-laki. Mereka banyak yang terjaring karena iming-iming menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI), Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pekerja Seks Komersial (PSK), bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK), dan eksploitasi anak. 

Sungguh mengerikan sekali kasus TPPO, pekan lalu baru saja terngiang kasus mahasiswa yang katanya magang ke Jepang tetapi malah dijadikan buruh. Belum lagi kasus WNI yang tertahan di luar negeri karena kasus penjualan ginjal. Mereka tertahan di RS luar negeri dalam kondisi yang kurang memadai. Menilik tingginya kasus TPPO dan terungkapnya oknum pejabat yang jadi beking TPPO mungkinkah mampu menghentikan kasus TPPO? Apakah kasus TPPO berhasil dituntaskan ketika lima oknum pejabat telah ditangkap? Ataukah berpotensi terjadi lagi? 

Sejatinya, jika hukum dan aturan berbasis kapitalisme sekuler diterapkan, maka potensi pejabat atau oknum yang nakal akan bermunculan. Oleh karena itu, butuh sistem yang baik yang akan melahirkan manusia baik, bukan sistem rusak yang menciptakan manusia atau oknum-oknum yang rusak. Apalagi kita dihadapkan dengan dunia kapitalisme global yang makin serakah dalam memanipulasi kehidupan untuk memenuhi kepentingan mereka.

Menyelisik di Balik Maraknya Kasus TPPO yang Sulit Diberantas

Kategori perdagangan orang bukan hanya soal jual beli orang, tetapi kasus eksploitasi pun termasuk dalam perdagangan orang. Dalam Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 mendefinisikan perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Pertanyaannya, bagaimana hukum bisa menjerat kasus-kasus TPPO yang terselubung di tengah sistem yang lebih mementingkan aspek materi seperti yang terjadi hari ini. Munculnya modus baru tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sulit diberantas, karena beberapa hal. Pertama, definisi kejahatan kabur dan tidak jelas. Contohnya, dalam sistem sekuler perzinaan itu tidak dianggap kejahatan ketika suka sama suka. Sehingga, perzinaan dijadikan bisnis, bahkan masuk dalam sindikat perdagangan orang. Kalau tidak ada keberanian korban yang bicara dan benar-benar memiliki bukti kuat, sulit sekali mengungkap kasus TPPO. Kejahatan hanya dikira-kira sendiri dalam undang-undang tidak seperti hukum yang ada dalam Islam, antara hak dan batil tampak jelas. Mereka tidak bisa bercampur, jika mencampurkan hak dan batil maka kategori hukumnya adalah batil.

Kedua, tidak ada keseriusan dan lemahnya pengawasan. Terkadang, ditemui oknum pejabat yang membeking TPPO adalah oknum pejabat. Hukum dibuat, berlembar-lembar, berjilid-jilid, tetap mereka tidak ada spirit untuk menegakkan hukum. Karena yang jadi spirit kehidupannya adalah materi dan sekuler. Terkadang hukum dibuat untuk memuluskan kepentingannya bukan untuk menegakkan keadilan. Sehingga hukum tumpul menindak berbagai bentuk kejahatan. Terutama kasus TPPO. 

Ketiga, rusaknya muamalah dalam sistem sekuler. Dalam sistem sekuler itu tidak ada definisi halal-haram dan hak-batil. Ketika suatu hal menguntungkan hal itu akan dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan. Selain itu, konsep kapitalisme adalah dengan modal sekecil-kecilnya tetapi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Inilah yang menyebabkan marak perdagangan hingga perbudakan manusia. Manusia dipaksa kerja, dizalimi, tetapi tidak dipenuhi haknya sebagai manusia. Akad-akad dalam sistem kapitalisme sekuler ini batil dan mendatangkan kezaliman sistematis. 

Dalam kapitalisme kita dihadapkan dengan pejabat yang tidak manusiawi. Boro-boro mengontrol dan mengawasi, justru TPPO dibeking oleh tersangka pejabat yang ada dalam hukum sekuler hari ini, maka susah memberantas perdagangan orang. Karena sejatinya sistem kapitalisme sekuler yang menciptakan oknum-oknum bejat dan menjadi biang kerok maraknya perdagangan orang. Orang tidak diperlakukan layaknya manusia. Sistem ini tidak memanusiakan manusia. Manusia itu dirobotisasi sesuai kehendak para kapitalis, manusia diperbudak untuk mengikuti syahwat para kapitalis, inilah bahayanya sistem kapitalisme sekuler.

Dampak Maraknya Perdagangan Orang terhadap Kelangsungan Hidup Masyarakat Baik secara Ekonomi, Pendidikan, dan Hukum

Maraknya perdagangan orang berpotensi membuat ketakutan dan trauma masyarakat hari ini. Ternyata, hal tersebut telah membuka mata kita, kejahatan yang berbalut madu itu nyata. Tawaran-tawaran yang menggiurkan berakhir memaksan dan memperbudak itu nyata. 

Apabila melihat kasus trafficking yang masih banyak terjadi hal itu membuktikan pemerintah gagal melindungi warganya. Oleh karena itu, kegagalan tersebut tentu berdampak terhadap politik, ekonomi, dan hukum di negeri ini. Pertama. Dalam aspek ekonomi negara gagal menyejahterakan rakyat. Maraknya perdagangan orang itu dipicu dengan iming-iming kerja di luar negeri lebih menghasilkan cuan banyak, akhirnya mereka tergiur ikut. Ternyata, mereka ditipu dan diperbudak ketika sampai sana. Inilah bukti kegagalan negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Andai saja pemerintah bisa menyejahterakan rakyatnya, tidak perlu rakyatnya keluar negeri untuk kerja. Karena pekerjaan di negeri sendiri sudah melimpah dan bisa untuk menyambung hidupnya. 

Kedua. Dalam aspek pendidikan, negara gagal menggali dan melejitkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang melimpah. Ketika banyak orang berbondong-bondong kerja di luar negeri, pertanyaannya, pemerintah Indonesia membuka lapangan kerja untuk siapa di negeri ini? Seharusnya dengan banyaknya SDM ini mampu digali potensinya agar bisa berdaya mengurus negeri, meningkatkan produktivitas di dalam negeri, bukan malah banyaknya SDM malah lari keluar negeri. Lalu, anehnya sudah tahu SDM dalam negeri melimpah mengapa malah menerima TKA? Ini kan ironis.

Negeri sendiri ambil TKA, rakyatnya jadi buruk di negeri asing. Di mana peran negara dalam melindungi dan menyejahterakan rakyatnya? Di mana? Padahal, ketika mereka kerja di luar negeri, pemerintah juga tidak memberikan keamanan dan jaminan keselamatan pada mereka? Kasus ini baru terkuak, bisa jadi ada banyak kasus TPPO yang belum terkuak dan belum terendus hukum.  

Selain itu, negara gagal mengkolaborasikan antara SDM dan SDA yang melimpah. Indonesia adalah negara yang kaya akan SDA, seharusnya negara mampu menggali potensi SDM untuk mengelola SDA yang melimpah. Boro-boro mengelola, justru pemerintah malah melakukan liberalisasi dan kapitalisasi SDA, sehingga SDA yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat malah dikuasai kapitalis asing yang terkadang mereka memperkerjakan TKA pula. Sudah asing yang mengelola, mereka juga pakai tenaga kerja asing untuk mengelola. Walhasil rakyat hanya kena imbas polusi ataupun harga-harga yang makin naik.

Ketiga. Dalam aspek hukum, negara gagal melindungi warganya di mata hukum internasional dan lemah dalam melindungi hak-hak warganya yang terlibat perjanjian dengan dunia internasional. Dalam kasus TPPO tidak ada kekuatan negeri yang bisa ditakuti negeri lain agar warganya tidak dizalimi, selain itu perjanjian perdagangan bebas dengan asing telah menjerumuskan negara ini untuk tunduk pada akad-akad dalam sistem kapitalisme global.

Pertanyaannya mengapa bisa terjadi hal tersebut? Karena diterapkan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik, mau tidak mau, suka tidak suka, para kapitalis yang punya andil besar dalam berbagai kebijakan, kongkalikong antara penguasa dan pengusaha (asing) juga berpotensi terjadi dalam sistem ekonomi kapitalistik. Asas kapitalisme yang mengutamakan materi telah mencabut sisi-sisi kemanusiaan manusia, sehingga manusia memperbudak manusia karena sistem yang tidak manusiawi.

Strategi Islam dalam Memberantas TPPO

Islam adalah sistem aturan yang memanusiakan manusia. Islam mampu menjaga kehormatan, kemuliaan, harta, nyawa, dan jiwa setiap manusia. Penjagaan Islam terhadap manusia telah dibuktikan ketika Islam memimpin peradaban manusia dulu. Selain hal ibadah, Islam juga mengatur muamalah. Sehingga hubungan antara manusia akan terselesaikan dalam hal muamalah ini.

Melihat kasus perdagangan orang yang marak terjadi dalam kehidupan sekuler hari ini bisa diantisipasi dan dicegah dengan sistem Islam. Pertama,.terkait hal muamalah, Islam memiliki tuntutan yang jelas dan tidak kabur ketika mendefinisikan akad-akad dalam muamalah. Dari jual beli, utang piutang, sewa menyewa, dan sebagainya. Contohnya, dalam jual beli. Sejatinya sudah jelas dalam Islam, mana yang boleh dijual dan dibeli. Ketika memperjualbelikan sesuatu yang haram, walaupun menghasilkan banyak cuan, hukum dalam Islam tetap haram. Haram melaksanakan jual beli benda yang haram. Belum lagi soal utang piutang, ketika seseorang punya utang bukan berarti yang memberi utang berhak memperbudak orang yang diberi utang. Sehingga, harus menuruti perintah yang memberi utang. 

Kedua, syirkah. Sebenarnya syirkah bagian dari muamalah. Syirkah menurut pengertian bahasa adalah mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. (An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, hal. 134). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146). Syirkah dalam Islam jelas dan ada aturannya. Tidak boleh ada akad batil dalam usaha atau berbisnis, bahkan memperbudak manusia. Oleh karena itu, soal kontrak kerja, gaji, dan semuanya itu akan dihitung berdasarkan kemampuan dan keridhaan kedua belah pihak. Ketika membuat kesepakatan syirkah, jika ada yang menyalahi kesepakatan syirkah, maka negara akan bertindak. Karena negara melindungi hak-hak umat dalam bersyirkah dan sebagai penegak keadilan. 

Aturan syirkah rinci dan jelas. Ketika ada yang menyalahinya akan kelihatan, sehingga muamalah dalam bisnis, perdagangan, dan jual beli dengan asing pun juga menggunakan standar Islam. Jika pihak asing tidak bisa menerima aturan Islam, tidak akan ada kerja sama dengan pihak asing tersebut. Inilah bentuk penjagaan Islam terhadap harta dan jiwa umat, yaitu dengan sistem muamalah yang jelas. Apabila hal muamalah yang sesuai Islam ini ditegakkan dengan adil, potensi TPPO akan mudah diendus dan bisa diberantas secara tegas. 

Ketiga, memiliki sistem ekonomi yang kuat yaitu memiliki standar kepemilikan yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam mengatur jelas soal kepemilikan individu, umum, dan negara. Sehingga, jika ada yang menyalahi konsep kepemilikan tersebut jelas telah melanggar hukum Islam. Jual beli pun dalam Islam juga memiliki standar yang jelas mana yang bisa dimiliki individu, mana yang tidak bisa, mana yang harus dimiliki negara, dan dikelola negara untuk kemaslahatan umat. Sehingga, dari sini mencegah terjadinya TPPO di berbagai lini kehidupan. 

Keempat, pemberdayaan SDM untuk mengelola SDA yang melimpah atau mengembangkan teknologi dan sains untuk kemaslahatan umat. Islam lebih berupaya lagi meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dalam negeri, sehingga tidak perlu mereka itu keluar negeri hanya untuk kerja. Islam harus bisa memberdayakan mereka dengan dibukanya banyak lapangan kerja untuk mereka. Yang bikin lapangan kerja ciut karena yang bikin perusahaan banyak swasta. Swasta kadang malah cari TKA (tenaga kerja asing). Padahal SDA di negeri ini bisa dikelola sendiri dengan negara membentuk banyak BUMN dengan memperkerjakan SDM-nya begitu lo. Hari ini kita disuguhkan gambaran BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang makin dibius hingga mereka akhirnya lumpuh tidak berdaya. Bahkan, bangkrut pailit.

Kelima, jaminan kesejahteraan dan keselamatan untuk umat manusia. Sistem Islam yang mampu memanusiakan manusia dan membebaskan manusia dari perbudakan. Negara menjalankan fungsinya sebagai pengelola umat. Jika ada yang kekurangan dan kesusahan negara tampil memberikan solusi yaitu dengan penegakan hukum Islam. Ditegakkan hukum Islam adalah untuk menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Sehingga mereka bisa mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki.

Tentunya ketika Islam diterapkan tidak bisa hanya aspek ekonomi saja, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Karena hanya dengan penerapan sistem Islam secara sempurna, kejahatan sekecil maupun sebesar apa pun dapat ditumpas dan keadilan dapat diwujudkan dalam segala aspek kehidupan. Hal tersebut sudah pernah diterapkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan diteruskan oleh para Khalifah dalam naungan Khilafah Islamiah. Ya, sistem pemerintahan yang bisa menyelamatkan manusia dari keterpurukan dan kejahiliahan.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute 

Nb: Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 5 Juli 2023 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum. #Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar