Konsekuensi Iman kepada Allah dan Rasulullah SAW


TintaSiyasi.com -- Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ ءَامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلۡكِتَٰبِ ٱلَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَٱلۡكِتَٰبِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ مِن قَبۡلُۚ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلَۢا بَعِيدًا 

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa’ (4) : 136).

Sobat. Ayat ini menyeru kaum Muslimin agar mereka tetap beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad saw, kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, dan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya. 

Kemudian ayat ini memperingatkan orang-orang yang mengingkari seruan-Nya. Barang siapa mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhirat, ia telah tersesat dari jalan yang benar, yaitu jalan yang akan menyelamatkan mereka dari azab yang pedih dan membawanya kepada kebahagiaan yang abadi.

Sobat. Iman kepada kitab-kitab Allah dan kepada rasul-rasul-Nya adalah satu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak boleh beriman kepada sebagian rasul dan kitab saja, tetapi mengingkari bagian yang lain seperti dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Iman serupa ini tidak dipandang benar, karena dipengaruhi oleh hawa nafsu atau hanya mengikuti pendapat-pendapat dan pemimpin-pemimpin saja.

Apabila ada orang yang mengingkari sebagian kitab, atau sebagian rasul, maka hal itu menunjukkan bahwa ia belum meresapi hakikat iman, karena itu imannya tidak dapat dikatakan iman yang benar, bahkan suatu kesesatan yang jauh dari bimbingan hidayah Allah.

Allah SWT berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا  

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ (4): 65).

Sobat. Ayat ini menjelaskan dengan sumpah bahwa walaupun ada orang yang mengaku beriman, tetapi pada hakikatnya tidaklah mereka beriman selama mereka tidak mau bertahkim kepada Rasul. Rasulullah SAW pernah mengambil keputusan dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka, seperti yang terjadi pada orang-orang munafik. Atau mereka bertahkim kepada Rasul tetapi kalau putusannya tidak sesuai dengan keinginan mereka lalu merasa keberatan dan tidak senang atas putusan itu, seperti putusan Nabi untuk az-Zubair bin Awwam ketika seorang laki-laki dari kaum Ansar yang tersebut di atas datang dan bertahkim kepada Rasulullah.

Jadi orang yang benar-benar beriman haruslah mau bertahkim kepada Rasulullah dan menerima putusannya dengan sepenuh hati tanpa merasa curiga dan keberatan. Memang putusan seorang hakim baik ia seorang rasul maupun bukan, haruslah berdasarkan kenyataan dan bukti-bukti yang cukup.

Sobat. Maka jika semua ini yakni beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan Para Malaikat dan Hari Akhirat telah terbukti kebenarannya maka wajib pula mengimani syariat Islam. Sebab seluruh syariah ini tercantum dalam Al-Qur'an dan telah dibawa oleh baginda Rasulullah SAW jika tidak mengimaninya maka ia kufur. Seseorang yang mengingkari hukum-hukum syariah secara keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan dirinya menjadi kufur. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual

Posting Komentar

0 Komentar