Hak Al-Qur'an


TintaSiyasi.com -- Sobat. Al-Qur’an adalah kenikmatan abadi, bukti yang kuat , dan dalil yang tidak dapat dibantah. Ia juga pelita yang cahayanya tidak padam, bintang yang sinar dan kilatannya tidak redup, dan lautan yang dalamnya tidak dapat diketahui.

Sobat. Qadhi Iyadh Rahimahullah Ta’ala mengatakan dalam kitab Asy-Syifa, ”Ingatlah bahwa Al-Qur’an itu mengandung banyak aspek kemukjizatan yang paling penting ada empat:

Pertama. Keindahan susunannya, harmonisasi katanya, kefasihannya, segi-segi keringkasannya dan gaya bahasanya yang melampaui kebiasaan bangsa arab. Padahal mereka itu ahli perkataan dan empunya masalah ini.

Kedua. Bentuk rangkaian mencengangkan, gaya bahasa unik yang berseberangan dengan gaya tutur perkataan orang arab. Masing-masing kedua jenis ini; ijaz dan balaghah dan gaya bahasa asing dengan sendirinya mengandung jenis I’jasnya secara pasi, sehingga bangsa arab tidak mampu mendatangkan salah satu dari keduanya.

Ketiga. Di dalamnya mengandung berbagai berita dan hal-hal ghaib serta hal yang belum terjadi kemudian terbukti sebagaimana keterangannya.

Keempat. Berita mengenai abad-abad silam dan umat-umat terdahulu serta syariat yang telah berlalu dikabarkannya dimana satu kisah hanya dapat diketahui oleh orang cerdik dari pendeta Ahli Kitab yang menghabiskan usianya untuk mempelajarinya. Sementara itu Rasulullah SAW menuturkan sesuai dengan bentuknya selaras dengan teksnya.

Sobat. Padahal Rasulullah SAW sosok yang ummi yang tidak bisa membaca dan menulis. Keempat aspek ini merupakan segi kemukjizatan nyata yang tidak ada pertentangan.

Sobat. Adapun hak-hak Al-Qur’an banyak sekali di antaranya ada tiga hal yang paling penting.


Hak Pertama: Beriman kepada Al-Qur’an

Sobat. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan adalah pokok iman. Siapa yang ingkar kepada kitab-kitab yang diturunkan, maka ia telah melakukan kekufuran yang dapat mengeluarkannya dari agama. Kita berlindung kepada Allah darinya.

Allah SWT berfirman:

رَبَّنَآ ءَامَنَّا بِمَآ أَنزَلۡتَ وَٱتَّبَعۡنَا ٱلرَّسُولَ فَٱكۡتُبۡنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ  

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)." (QS. Ali Imran (3): 53).

Sobat. Sesudah mereka menjadi saksi atas kerasulan Isa as dan menjadi saksi atas kekuasaan Allah yang memerintahkan agar beriman kepada Kitab yang diturunkan kepadanya, dan taat kepada segala perintah-Nya, maka mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan."

Pernyataan ini adalah suatu sikap merendahkan diri kepada Allah, dan mengungkapkan ihwal mereka kepada Allah, sesudah menyatakan kepada rasul-Nya untuk lebih menjelaskan pendirian mereka. "Kami telah mengikuti rasul", dan mematuhi segala perintah yang dibawanya dari Allah.

Menempatkan kata "mengikuti" sesudah kata "beriman" dalam ayat ini menunjukkan bahwa iman orang Hawariyun ini telah mencapai tingkat yakin, yang memberi arah kepada jiwa mereka dalam melakukan setiap tindakan. Ilmu yang benar ialah ilmu yang menuntut perbuatan yang sesuai dengan ilmu itu, sedang ilmu yang tidak mempengaruhi perbuatan, itulah ilmu yang kabur dan kurang, tidak memberikan keyakinan dan ketenangan. Banyak orang mengira bahwa dia sudah berilmu tetapi bila dia melakukan sesuatu perbuatan ternyata perbuatannya itu tidak dapat dikuasai dan dikendalikannya, setelah itu barulah ia sadar bahwa ia keliru dalam pengakuannya.

Sesudah kaum Hawariyun ini menyatakan kepada Allah kesaksian mereka atas kebenaran kitab dan rasul-Nya, maka mereka pun memohon kepada Allah agar memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang mengakui keesaan Allah SWT.

Sekali lagi Al-Qur’an adalah kalamullah, keluar dari-Nya dan kembali kepada-Nya. Kita tahu dan yakin bahwa Al-Qur’an perkataan Pencipta Manusia dan tidak menyerupai ucapan manusia.


Hak Kedua: Memelihara Adab Membacanya

Pada diri orang yang membaca hendaknya dalam keadaan berwudhu, senantiasa dalam keadaan kondisi beradab dan tenang. Kebiasaan para sahabat berlomba-lomba untuk menghatamkan Al-Qur’an. Membacanya secara tartil. Disukai saat membaca Al-Qur’an dengan menangis. Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-Qur’an dan menangislah. Jika kalian tidak bisa menangis maka pura-puralah menangis.” (HR. Ibnu Majah).

Sobat. Secara batin dalam membaca Al-Qur’an memahami keagungan kalam, keluhurannya dan keutamaan serta menganggungkan Zat yang berbicara. Sampai-sampai Utsman bin Affan ra berkata, “Andaikan hati kita bersih, niscaya kita tidak akan kenyang dengan kalam Tuhan kita.” Maka membaca Al-Qur’an dengan menghadirkan hati dan tujuan dari membaca adalah tadabbur (merenungkan).


Hak Ketiga: Mengamalkannya dan Menerapkan Hukum-hukumnya

Sobat. Orang yang menyembah selain Allah dan orang yang mengikuti syariat selain apa yang telah disyariatkan-Nya dan menetapkan hukum dengan selain apa yang diturunkan Allah maka mereka termasuk orang yang menentang kebenaran dan menghianati kenikmatan. “Manusia tidak boleh menjadikan selain Allah sebagai Tuhan dan hukum,” kata Syekh Muhammad Al-Ghazali rahumahullah ta’ala.

Allah SWT berfirman:

وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعۡضِ ذُنُوبِهِمۡۗ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ  

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah (5): 49-50).

Sobat. Selanjutnya ingatlah, wahai Nabi Muhammad, ketika orang-orang Yahudi mengajukan persoalan di antara mereka dan mengharapkan keputusanmu, maka tetapkanlah sesuai aturan dan hendaklah engkau memutuskan perkara yang terjadi di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, sebagaimana yang terdapat dalam Taurat, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka yang menyebabkan terjadinya kezaliman terhadap sebagian yang lain. 

Karena itu, hati-hati dan waspadalah terhadap sikap dan perkataan mereka, jangan sampai mereka berhasil memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Al-Qur'an yang berisi petunjuk yang lebih lurus. Jika mereka berpaling dari hukum yang telah diturunkan Allah dan tidak mau mengikutinya, maka ketahuilah bahwa dengan keadaan itu sesungguhnya Allah berkehendak untuk menimpakan musibah sebagai peringatan kepada mereka yang disebabkan oleh sebagian dosa-dosa yang telah mereka lakukan. 

Itulah pelajaran dan ujian bagi mereka, namun sungguh banyak manusia tidak menyadarinya, sehingga mereka ini adalah termasuk sebagai orang-orang yang fasik, yaitu mereka yang tidak melaksanakan ajaran yang diimaninyaApakah keinginan yang tidak sesuai dengan ajaran Allah itu karena mereka ingin kembali pada hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Sesungguhnya hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum yang telah ditetapkan Allah, yaitu yang telah disyariatkan bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan yang meyakini agama-nya?

Sobat. Apakah keinginan yang tidak sesuai dengan ajaran Allah itu karena mereka ingin kembali pada hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Sesungguhnya hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum yang telah ditetapkan Allah, yaitu yang telah disyariatkan bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan yang meyakini agama-nya? Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kamu semua, janganlah sekali-kali kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setiamu karena akibat negatifnya lebih banyak ketimbang positifnya. Selain itu, mereka satu sama lain saling melindungi karena adanya persamaan kepentingan di antara mereka. 

Oleh karena itu, barang siapa di antara kamu yang tetap saja memilih dan menjadikan mereka sebagai teman setia dengan mengabaikan umat Islam, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka yang sering kali mengabaikan ajaran-ajaran Allah. Sungguh, karena keingkaran mereka, Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkar dan zalim karena selalu mengabaikan tuntunan-Nya.

Sobat. Sesungguhnya meremehkan syariat Allah dan memegang undang-undang konvensional adalah kesia-siaan yang buruk dan sifat jahiliah yang dingkari. Realitasnya, bahwa membunuh syariat langit adalah kemaksiatan terbesar.Hukum-hukum Allah ditinggalkan karena dorongan hawa nafsu. Syariat itu kebenaran yang paripurna.

Allah SWT berfirman:

ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ  

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah (2): 147).

Sobat. Kebenaran itu adalah apa yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, bukan apa yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Dalam hal ini kaum Muslim tidak boleh ragu. Masalah kiblat ini sebenarnya bukanlah masalah prinsip sebagai asas agama seperti tauhid, iman kepada hari kiamat dan lain-lain, tetapi kiblat ini hanya merupakan suatu arah yang masing-masing umat diperintahkan untuk menghadap kepadanya dalam salat mereka.

Sesungguhnya agama dan syariat yang dikandungnya adalah rahmat dari Allah SWT untuk makhluk-Nya. Syariat adalah jaminan. Yakni jaminan untuk kemaslahatan umum karena strukturnya dibangun di atas kasih sayang dan tujuannya membahagiakan manusia di dunia sebelum di akhirat. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual

Posting Komentar

0 Komentar