Wirid, Doa, Zikir, dan Resesi: Adakah Korelasi?

TintaSiyasi.com -- Bagaimana mungkin ekonomi Indonesia kebal resesi, jika sistem ekonomi yang diterapkan adalah kapitalisme. Justru sistem ekonomi kapitalisme inilah yang mengundang krisis atau resesi atau depresi. Sungguh pernyataan Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin cukup menggelitik. Dikutip dari CNNIndonesia.com (24/11/2022), Ma'ruf menilai kondisi perekonomian Indonesia tak jatuh seperti negara-negara lain salah  faktornya karena banyak wali atau alim ulama yang kerap berdoa dan wirid. Ma'ruf mengatakan hal itu membuat jalan pemerintah dimudahkan oleh Allah SWT dalam membuat kebijakan yang tepat bagi masyarakat. 

Ada beberapa catatan kritis terkait pernyataan Ma'ruf Amin. Pertama, krisis, resesi, hingga depresi adalah sebuah keniscayaan dalam ekonomi kapitalisme. Mengapa dikatakan keniscayaan? Karena sistem utang riba, mata uang kertas, jual beli sektor non-riil ini menjadi penyebab utama krisis, resesi, hingga depresi. Oleh karena itu, jika ingin terbebas dari ancaman krisis hingga resesi harus mengubah tata kelola ekonomi yang semula kapitalisme ke Islam. 

Kedua, sekalipun negeri ini melakukan wirid, doa, dan zikir bersama, potensi krisis/resesi itu sangat besar. Karena penyebab krisis adalah sistem yang diterapkan. 

Ketiga, seharusnya jika wirid, doa, zikir itu berpengaruh dalam diri kita, maka akan menambah kesadaran kita sebagai hamba Allah SWT yang harus taat secara totalitas pada aturan yang Allah SWT turunkan. Tidak boleh tebang pilih dalam menjalankan syariat Islam. Harus berislam dan tata secara kaffah.

Keempat, wirid, doa, dan zikir bukan kaidah kasualitas untuk menyelesaikan ancaman resesi. Kita sebagai Muslim disunahkan wirid, doa, dan zikir, tetapi usaha yang dilakukan untuk terhindar dari krisis atau resesi adalah dengan mengubah sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi sumber adanya resesi menuju ke arah sistem ekonomi Islam.

Kelima, jika wirid, doa, dan zikir itu berpengaruh pada kebijakan yang diambil pemerintah, mengapa kebijakan yang dilahirkan justru memihak oligarki dan para kapitalis? UU Migas, UU Ciptaker, UU Minerba, UU Omnibus law, dan masih banyak UU lainnya yang menguntungkan oligarki atau kapitalis. Pun demikian ada UU yang berpotensi dijadikan alat untuk membungkam mulut kritis rakyat, seperti UU ITE, RUU KUHP dan sebagainya.

Wirid, doa, dan zikir adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Seharusnya aktivitas wirid, doa, dan zikir dilakukan secara sadar akan hubungan manusia sebagai makhluk dan Allah SWT sebagai Al-Khaliq. Sehingga, pengaruh dari aktivitas ini akan mendorong umat Islam untuk terikat pada syariat Islam. Apabila hari ini umat Islam tidak berada dalam kehidupan yang islami dan menerapkan hukum Islam, seharusnya aktivitas doa dan zikir ini mendorong umat Islam untuk berjuang agar syariat Islam mampu diterapkan secara kaffah. 

Terutama kepada penguasa yang beragama Islam, seharusnya wirid, doa, dan zikir dibarengi dengan aktivitas menerapkan sistem Islam secara kaffah. Jika wirid, doa, dan zikir dilakukan dengan ruh kesadaran yang benar, maka korelasinya terhadap negeri ini akan besar. Yaitu, menguatkan akidah Islam para penguasa dan rakyat, sehingga mereka akan benar-benar patuh dan menjalankan syariat Islam secara kaffah, dari aspek individu, masyarakat, dan negara.

Karena sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini, berakibat maraknya ketidakadilan dan kejahatan. Selain itu, umat Islam yang menjadi mayoritas justru sering mendapatkan perlakuan diskriminasi, persekusi, hingga kriminalisasi. Terkadang mereka yang Muslim pun, ikut mengalienisasi umat Islam, menyerang Islam, dan tidak memihak syariat Islam. Inilah akibat dari kapitalisme sekuler.

Kapitalisme vs. Islam

Resesi dunia tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme. Cirinya adalah majunya sektor non-riil baik di perbankan maupun di pasar modal. Jumlah dana dari sektor rumah tangga dan perusahaan disimpan dalam berbagai bentuk surat berharga, diantaranya saham, obligasi dan bentuk sekuritas lainnya. Dampaknya perputaran uang di sektor non-riil akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perputaran sektor riil. 

Menurut pakar ekonomi Islam H. Dwi Condro Triono, Ph,D. dalam majalah Al Waie rubrik hiwar "Kapitalisme Global Bakal Bangkrut". Ada sekitar 90 persen uang yang berputar di sektor non-riil, berarti uang yang berputar di sektor riil hanya sekitar 10 persen. Besarnya pemasukan yang berada di sektor non-riil ini memunculkan fenomena economi bubble (gelembung ekonomi). Perekonomian akan tumbuh melambung tinggi, namun sangat rentan.

Sehingga jika disentuh dengan isu non-ekonomi, seperti gejolak politik, sosial kepanikan masyarakat dan sejenisnya, maka gelembung itu akan meletus dan menyebabkan krisis ekonomi. Buktinya terjadi dotcom bubble (gelembung teknologi informasi), istilah ini juga dapat diartikan sebagai gelembung spekualsi yang muncul pada rentang tahun 1998 hingga 2000.

Maupun krisis keuangan yang disebabkan oleh ambruknya keuangan peminjaman utang pembelian rumah pada tahun 2007 hingga tahun 2009. Resesi ekonomi global pada 2008 yang dipicu oleh krisis keuangan Amerika Serikat serta gerakan Occupy Wall Street pada tahun 2011 yang mengkritik bahwa satu persen mengendalikan yang 99 persen.

Jadi bisa dipahami, ketika sektor ekonomi non-riil terguncang, maka surat-surat berharga tersebut akan langsung musnah dan pasar modal akan jatuh. Sementara itu satu pasar modal satu negara dengan negara lain memiliki hubungan. Sehingga jika terjadi kejatuhan pasar modal di satu negara seperti Amerika Serikat misalnya tentu akan langsung menjadi beban secara global terhadap seluruh perekonomian di dunia. Karenanya dunia akan senantiasa dalam kegelapan, jika kapitalisme masih berkuasa. Karena cacat bawaan kapitalisme tidak dapat diobati secara tuntas, kecuali sistem ini harus diganti secara keseluruhan dengan sistem yang terbukti membawa stabilitas ekonomi dunia. 

Sistem ini adalah sistem khilafah yang menerapkan hukum-hukum syariat termasuk dalam sistem perekonomiannya. Untuk menyelesaikan krisis ekonomi khilafah akan menata kembali sektor ekonomi riil.

Pelaku pasar adalah rakyat dengan komoditas nyata, yaitu barang dan jasa. Sumber perekonomian Khilafah bertumpu pada empat sektor, yaitu pertanian, perdagangan, industri dan jasa. 

Harta kekayaan umum milik rakyat seperti sumber daya alam akan dikelola negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat. Begitu juga dengan harta kekayaan milik negara, seperti kharaj, usyur, jizyah, ghanimah dan sebagainya akan dikelola khilafah.

Mata uang yang digunakan adalah dinar dan dirham. Tata lembaga keuangan baik itu bank dan non bank wajib sesuai prinsip syariah. Konsep ini akan menutup pintu terjadinya krisis ekonomi. 

Kebijakan selanjutnya adalah khilafah akan mengharamkan transaksi ekonomi non-riil. Khilafah akan melarang adanya pasar modal yang elitis, spekulatif, manipulatif dan destruktif. Karena hal tersebut adalah salah satu penyebab kemiskinan di masyarakat. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar saja, tidak ada perjudian dan spekulasi.

Ekonomi riba seperti prinsip bank kapitalisme dihapuskan. Khilafah juga akan menata ulang sistem distribusi. Penerapan sistem kapitalisme mengakibatkan buruknya distribusi sehingga menghasilkan krisis ekonomi termasuk krisis moneter, maka khilafah akan mengembalikan sistem distribusi tersebut sesuai dengan syariat.

Sistem distribusi yang dilakukan adalah dengan pendekatan sosial, seperti zakat, infak, sedekah, warisan dan lain-lain. Pendekatan komersial, seperti jual beli, sewa, kerjasama bisnis maupun pendekatan legal dengan menghilangkan berbagai praktik yang menghambat distribusi ekonomi, seperti menimbun. Konsep ini akan menutup celah krisis dari pintu distribusi.

Islam juga tidak memungkiri bisa terjadi krisis akibat bencana atau peperangan karena faktor thawari (emergency), bukan karena faktor siklus tahunan, maka salah satu pengeluaran pos kepemilikan negara dan umum dialokasikan untuk krisis tersebut. Jika tidak ada dana dari baitul mal, maka khilafah akan mendorong kaum Muslimin untuk bersedakah dan bisa juga mengambil dharibah (pajak) secara temporal. Demikian solusi yang ditawarkan oleh khilafah untuk mengatasi gejolak ekonomi saat ini.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute) dan Nabila Zidane (Analis Mutiara Umat Institute) 

Posting Komentar

0 Komentar