Piala Dunia Sepak Bola di Qatar: Mungkinkah Menjadi Tonggak Kebangkitan Islam?


TintaSiyasi.com -- Islam ramah. Islam ajaran kasih sayang. Inilah kesan yang tertangkap dari syiar Islam yang 'diselipkan' oleh pemerintah Qatar dalam perhelatan Piala Dunia (PD) 2022. Sejumlah cara dilakukan untuk menampilkan sisi Islam yang humanis, jauh dari kekerasan. Bahkan jelang PD 2022, terkabar ada 558 orang menjadi mualaf (viva.co.id, 24/11/2022). 

Sejumlah pro kontra tak bisa dihindari. Di satu sisi, terjadi sentimen tidak baik terhadap Qatar karena adanya isu pelanggaran HAM dan diskriminasi yang diduga mengakibatkan kurangnya antusiasme penggemar sepak bola menyambut PD kali ini. Di sisi lain, muncul pujian terhadap Qatar yang menampilkan wajah Islam ramah di tengah kemajemukan masyarakat dunia yang menghadiri perhelatan akbar tersebut. Pun di antara tudingan Qatar sebagai pendukung kelompok yang disebut ekstremis seperti Thaliban, Al Qaeda, dan Ikhwanul Muslimin.

Tampil bedanya PD kali ini dalam balutan syiar Islam, tak dipungkiri telah menimbulkan pesona yang mampu menggiring euforia bagi sebagian kalangan umat Islam dunia. Mereka memandangnya sebagai fenomena baru bahkan harapan akan kembalinya kebangkitan Islam.  

Namun, euforia ini tentu tak lantas membuat kaum Muslimin berbangga diri. Masih ada sejumlah catatan kelam di sana-sini seperti dugaan terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah karena suap dan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi FIFA dan Qatar, hingga setidaknya ada 6.500 orang pekerja meninggal selama proses pembangunan infrastruktur untuk persiapan PD seperti stadion dan hotel. 

Dan disadari atau tidak, aroma moderasi Islam dirasa menyeruak di balik perhelatan akbar ini. Toleransi menjadi kata yang digaungkan di pembukaan PD Qatar 2022. Bila dugaan bahwa PD kali ini sebagai ajang promosi Islam wasathiyah (Islam moderat) yaitu Islam yang ramah dan bersanding mesra dengan nilai-nilai sekuler Barat itu benar, tentu sangat disayangkan. Karena justru akan menjauhkan kaum Muslimin dari pemaknaan dan perjuangan menegakkan Islam kaffah sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT. Lantas, bagaimana umat Islam akan kembali meraih kebangkitan hakiki?     

Piala Dunia Qatar 2022 dan Dugaan Syiar Islam Wasathiyah

Syiar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna kemuliaan, kebesaran. Saat kita mensyiarkan Islam artinya kita sedang membesarkan atau memuliakan Islam. Mensyiarkan Islam bisa melalui berbagai cara. Sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Qatar dalam menghelat Piala Dunia FIFA 2022 yang berlangsung tanggal 20 November hingga 18 Desember 2022.  

Sebagai tuan rumah pesta sepak bola dunia ini, Qatar memanfaatkan momen tersebut sebagai ajang mempromosikan Islam ramah di mata dunia. Cara yang dilakukan antara lain:

Pertama, pembukaan PD 2022 di Al Bayt Stadium pada Ahad (20/11/2022) dengan lantunan Al-Qur'an surat Al Hujurat ayat 13. Lantunan tersebut dibawakan oleh Ghanim Al Muftah bersama Morgan Freeman. 

Kedua, memasang mural-mural hadis berbahasa Arab dengan terjemahan bahasa Inggris di jalan-jalan besar Qatar. Hadis-hadis yang berisi kalimat misalnya “man laa yarham, laa yurham” atau “kullu ma‘rufin á¹£adaqatun." 

Hadis pertama menegaskan Islam agama penyayang, bukan kekerasan. Hadis kedua menekankan urgensi berbuat kebaikan terhadap sesama. Tak lupa ada tagline “The Prophet Muhammad” di setiap mural yang terpasang.

Ketiga, memasang barcode sebagai media memperkenalkan Islam dalam banyak bahasa di sejumlah hotel. Barcode tersebut mengarahkan pada laman Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Qatar. 

Keempat, membuka Museum Seni Islam (Museum of Islamic Art) Doha sebagai salah satu destinasi para pengunjung di PD 2022. Museum tersebut sebagai media belajar bagi para pengunjung dari seluruh penjuru dunia tentang Islam, khususnya mengenai kesenian Islam dari masa klasik hingga kontemporer.

Melalui berbagai cara di atas, para tamu dari lintas negara, budaya, dan agama akan mendapatkan sudut pandang baru mengenai dunia Islam modern yang diwakili oleh Qatar. Dalam perspektif dialog lintas agama, agenda Qatar tersebut masuk dalam kategori dialog nonformal atau disebut juga dialog budaya, yang tidak mengharuskan pertemuan formal antarpemeluk agama untuk berdiskusi dan saling mengenal di Qatar, namun cukup melalui kultur dan budaya yang ditampilkan melalui perantara mural dan museum misalnya.

Selain itu, Qatar juga melarang meminum bir (minuman beralkohol) di semua stadion Piala Dunia Qatar. Pun melarang berbagai simbol LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan lainnya) selama perhelatan. Bahkan panitia menyiapkan sanksi khusus bagi tim peserta yang nekat melanggarnya.

Hanya saja di balik upaya Qatar menampilkan syiar Islam, aroma propaganda Islam wasathiyah (Islam moderat) menguar. Ada beberapa indikasi yaitu: pertama, toleransi sebagai nilai utama Islam moderat digaungkan di pembukaan PD Qatar 2022. Hal ini nampak dari dialog antara Ghanim Al Muftah, Brand Ambassador Piala Dunia 2022 yang Muslim dengan Morgan Freeman, aktor Hollywood, seorang non-Muslim. Ini seiring dilantunkannya QS. Al Hujurat: 13 yang sering digunakan oleh pegiat moderasi beragama sebagai legalisasi tindakan memoderatkan perilaku beragama umat Islam.  

Kedua, kompromi terhadap nilai-nilai sekuler Barat. Sesuai aturan Qatar, awalnya terjadi pelarangan minuman beralkohol dan simbol LGBTQ+ masuk dalam perhelatan PD 2022. Namun sebagai badan pengatur sepak bola dunia, FIFA unjuk gigi untuk menekan Qatar khususnya soal minuman beralkohol dan simbol LGBTQ+. 

Atas lobi FIFA berdalih mengakomodasi suporter dari Eropa dan Amerika Latin, maka alkohol masih bisa diperoleh di zona suporter seperti FIFA Fan Festival berkapasitas 40.000 di Taman Al Bidda, Doha. Pun gegara Inggris, Denmark, dan Jerman mengancam akan meninggalkan FIFA karena melarang kampanye LGBT pada PD Qatar 2022, akibatnya FIFA kini mengizinkan bendera LGBTQ+ dibawa masuk ke stadion. 

Ketiga, kesan Islam ramah yang sangat ditonjolkan dalam event PD 2022. Islam ramah adalah salah satu gagasan khas Islam moderat sebagai antitesis dari citra buruk Islam sebagai ajaran radikalisme dan ekstremisme di tengah gelombang islamofobia yang belum surut. Islam ramah ialah cerminan Islam yang moderat, toleran, bersahabat dengan Barat.  

Demikianlah beberapa indikasi yang mengarah pada dugaan bahwa PD Qatar 2022 justru dijadikan ajang promosi atau syiar Islam moderat. Bila dugaan ini benar, tentu sangat disayangkan. Karena akan menghambat pada perjuangan menegakkan Islam kaffah hingga menghalangi tegaknya kebangkitan Islam yang hakiki.

Dampak Piala Dunia Qatar 2022 terhadap Dakwah Islam Dunia di Tengah Hegemoni Liberalisme Kapitalis

Pasca terjadinya Arab Spring, kini negeri-negeri Islam di Timur Tengah cenderung mencari “wajah baru yang lebih ramah”. Islam moderat dianggap sebagai "ideologi ideal" karena dapat menerima perbedaan dalam beragama, toleransi, damai, dan menjunjung tinggi perbedaan. Banyak yang berharap Islam moderat mampu menjadi solusi penyelesaikan konflik di berbagai wilayah, khususnya Timur Tengah.

Tak heran jika Qatar sebagai salah satu wilayah di Timur Tengah, tak lepas dari upaya "meramahkan wajah Islam" di negerinya. Apalagi selama ini Qatar sering dituduh mendanai (mendukung) "kelompok ekstremis." 

Dalam rangka menepis citra buruk Islam dan bahaya ekstremisme, di Doha, Qatar, juga berdiri pusat keislaman Qardhawi Center, didirikan oleh Syeikha Mozah binti Nasser, istri penguasa Qatar. Tujuannya untuk memperkenalkan kepada Barat tentang wajah Islam yang sebenarnya, yaitu Islam yang toleran dan penuh kedamaian kepada dunia Barat. Salah satu kegiatannya adalah menggelar konferensi internasional tentang moderasi yang dihadiri para tokoh lintas agama.

Dengan demikian, syiar Islam moderat yang disisipkan Qatar dalam PD 2022 akan memberikan dampak terhadap dakwah Islam di dunia di tengah hegemoni liberalisme kapitalistik antara lain: 

Pertama, membentuk citra Islam sebagai agama yang ramah, toleran, berkompromi dengan nilai-nilai sekuler Barat. Ini tentu gambaran Islam yang salah. Karena dalam Islam jelas bahwa yang haq adalah haq, yang batil adalah batil. Keduanya tak bisa dicampuradukkan. Ajaran Islam dan sekularisme jelas berasal dari ideologi yang berbeda.

Kedua, gagasan Islam wasathiyah (Islam moderat) kian eksis. Inilah justru potensi bahaya yang tersembunyi di balik gagasan ini. Sayangnya tak semua kaum Muslimin memahami ada agenda Barat dalam moderasi beragama. Dengan program berbalut ajaran Islam yang smooth, umat mudah terbujuk hingga euforia mengikuti ide moderasi. 

Ketiga, bentuk perlawanan terhadap dakwah Islam kaffah. Sejatinya ide Islam moderat dihadirkan untuk menghadang dakwah Islam kaffah yang dinilai kian laju pergerakannya. 

Stempel radikal selama ini nampak diarahkan pada pejuang Islam yang menghendaki aturan Allah SWT diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam pemerintahan. Dan yang terjadi, diksi Islam moderat sering diversuskan dengan Islam radikal. 

Keempat, hegemoni Barat kian kuat. Tanpa disadari, gagasan Islam ramah nan toleran pada nilai Barat justru akan menguatkan hegemoni Barat di negeri-negeri Islam. Justru umat Islamlah yang menjadi penjaga bagi kelestarian nilai-nilai sekularisme.

Kelima, menghambat kaum Muslimin meraih kebangkitan Islam yang hakiki. Kebangkitan Islam hakiki ditandai dengan meningkatnya taraf berpikir umat Islam dan kesadaran kembali pada penerapan Islam kaffah sesuai perintah Allah SWT dalam QS. Al Baqarah: 208. 

Wujud nyata kebangkitan hakiki ialah tegaknya institusi pemerintahan yaitu khilafah islamiyah yang menjadi pemersatu umat Islam seluruh dunia sekaligus menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Inilah yang sangat ditakutkan oleh kaum kuffar Barat hingga dihadang dengan segala cara, termasuk merancang pecah-belah kaum Muslimin dengan ide Islam moderat, Islam radikal, dan seterusnya. 

Demikianlah beberapa dampak negatif dari syiar Islam wasathiyah di balik PD Qatar 2022 yang akan menimpa terhadap dakwah Islam di tengah hegemoni liberalisme kapitalistik sekularistik. Seolah-olah menguatkan citra positif Islam, namun justru berpotensi menikam ajaran Islam sejati dan menjauhkan kaum Muslimin dari Islam kaffah.

Strategi Syiar Islam Melalui Event Internasional dalam Keistiqamahan Perjuangan Islam

Belajar dari Qatar, menggelar event internasional semacam PD atau perhelatan akbar lainnya dengan tetap menjadikannya sebagai syiar Islam di tengah hegemoni liberalisme sekularistik memang bukan perkara mudah. Sangat memungkinkan terjadi tarik-menarik kepentingan di antara pihak-pihak yang terlibat. 

Oleh karena itu, strategi syiar Islam melalui event internasional dan tetap dalam keistiqamahan perjuangan Islam adalah: 

Pertama, penguasa di negeri Muslim sebagai pihak penyelenggara event berprinsip bahwa Islam adalah "harga hidup" yang harus dijalankan. Meski berpotensi untuk dicibir hingga dicaci oleh pihak lain, hendaknya tetap istiqamah menjalankan aturan sesuai apa yang Allah SWT kehendaki, bukan manusia inginkan. 

Kedua, tidak mau berkompromi dengan nilai atau aturan dari pihak lain yang menyalahi aturan Allah SWT. Sebagaimana kompromi yang dilakukan Qatar terhadap aturan FIFA soal alkohol dan simbol LGBTQ+. Sejatinya, inilah wujud sekularisasi.

Ketiga, menjadikan event internasional sebagai sarana dakwah dan syiar Islam. Hal ini dilakukan dengan tujuan: menggambarkan kemuliaan ajaran Islam, menguatkan citra positif Islam, menghapus kesalahpahaman terhadap Islam, dan menjadi sarana meraih dukungan publik untuk Islam. 

Keempat, menjalankan event internasional untuk mengeksiskan kekuasaan Islam dan kaum Muslimin. Dari sisi politis, event-event yang digelar khususnya yang berskala internasional hendaknya memperkuat posisi tawar kaum Muslimin di tengah percaturan dunia. Bukan untuk gaya-gayaan atau sekadar eksistensi, namun demi tegaknya kekuasaan Islam hingga aturan Allah SWT bisa diterapkan secara paripurna. 

Hanya saja, strategi di atas sepertinya akan sulit dijalankan dalam iklim sekularisme kapitalistik seperti saat ini. Upaya-upaya demi menjaga, menguatkan, melestarikan ajaran Islam hanya akan terlaksana dalam atmosfer sistem Islam itu sendiri. 

Dengan demikian, bila umat Islam menghendaki syiar Islam kaffah terlaksana dan tidak ternodai oleh ajaran di luar Islam, maka mari berjuang mewujudkan sistem Islam yang akan mendukung dan memfasilitasinya![]

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati, S.Sos. (Analis Politik dan Media)

Posting Komentar

0 Komentar