Adakah Kriminalisasi di Tengah Legalitas Mendakwahkan Khilafah sebagai Ajaran Islam?


TintaSiyasi.com -- Heboh, ada seorang perempuan yang membawa pistol ditangkap setelah diduga mencoba menerobos Istana Negara, Jakarta Pusat. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (25/10/2022), pukul 07.00 WIB, di pintu masuk Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara. 

Kehebohan makin menyeruak ketika Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis, (25/10/2022) mengatakan wanita tersebut berinisial SE dan dari hasil penelusuran sementara BNPT, wanita itu memiliki pemahaman RADIKAL serta diketahui merupakan pendukung salah satu ormas radikal, HTI, yang telah dibubarkan pemerintah. Nurwakhid juga mengatakan wanita tersebut juga kerap memposting propaganda khilafah melalui akun media sosialnya. 

Sebenarnya ada apa dengan dakwah khilafah, HTI, radikalisme, dan juga terorisme? Apa salahnya memposting (mendakwahkan) ajaran Islam khilafah? 

Belum selesai persoalan penistaan agama terkait dengan penggunaan istilah khilafuck oleh Komisaris Independen PT Pelni Dede Budyarto, kini sudah muncul lagi pendeskreditan ajaran Islam tentang sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah tersebut. Bertubi-tubi banyak orang dan golongan yang hendak memadamkan dakwah ajaran Islam khilafah dengan berbagai cara yang mengaitkan dengan radikalisme, ektremisme bahkan terorisme. Sungguh keji perbuatan mereka. 

Jika kita telusuri ke belakang, belum genap 6 bulan kehebohan pemberitaan soal khilafah juga terjadi. Bahkan waktu itu Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI, M. Syauqillah mengatakan, persoalan khilafah telah selesai sejak lama. Karena itu, menurutnya, tidak perlu lagi diperdebatkan implementasinya, apalagi mewacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia. 

"Kekhilafahan itu sudah berhenti di era Khulafaur Rasyidin, setelahnya muncul berbagai dinasti hingga era Usmani (Turki) yang selesai pada tahun 1923,” kata Syauqillah lewat keterangan resmi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diterima di Jakarta, Selasa (28/6/2022). 

Benarkah soal khilafah itu sudah selesai, tidak perlu dibahas lagi, tidak perlu mendakwahkannya, tidak perlu diperjuangkan lagi bahkan memperjuangkannya akan diancam sebagai perbuatan yang melanggar hukum sehingga terjadi kriminalisasi dan persekusi terhadap pendakwahnya dibiarkan? 

Sebagai umat yang meyakini Tuhan Alloh sebagai Sang Khaliq dan menyadari diri manusi sebagai mahluk ciptaannya, tentu kita harus kembali kepada fitrah manusia yakni: (1) tunduk kepada penciptanya dengan cara mengakui keberadaannya (bertauhid); (2) mewujudkan ketundukan kepada sang Khaliq dengan cara menyembahnya (beribadah); dan yang ke (3) menjalankan hukum-hukum Alloh di muka bumi (bersyariat). 

Di samping itu manusia dilengkapi dengan kefitrahan yang lain yaitu: akal sehat. Maka, dengan kedua fitrah itu kita bersama dapat bertanya kepada diri kita: layakkah kita mengkriminalkan ajaran Islam khilafah yang nota bene datang dari petunjuk Alloh dan rasul-Nya serta kebebasan perpendapat yang mendasar dan hal itu merupakan HAM yang dijamin oleh Konstitusi UUD NRI 1945? Saya menyadari betul bahwa tidak ada kebebasan tanpa batas, tetapi ketika kebebasan itu terus ditakuti dan diintimidasi, masih adakah kebebasan itu? 

Untuk menentukan suatu ajaran itu terlarang  atau tidak perlu dilakukan pengujian oleh:
(1) Lembaga keagamaan yang menaunginya, kalau tentang khilafah, maka MUI berwenang mengujinya.
(2) Putusan Pengadilan atau ketentuan UU yang secara tegas menyebutkan untuk itu. 

Selama ini belum ada fatwa MUI dan Putusan Pengadilan atau Ketentuan UU yang menyatakan bahwa Khilafah itu sebagai ajaran Islam (bidang fikih) yang terlarang dan bertentangan dengan Pancasila. 

Khilafah itu ajaran Islam tentang sistem pemerintahan ideal menurut tuntutan Alloh, Rasul dan para sahabat bukan ideologi yang disejajarkan dengan komunisme dan kapitalisme juga radikalisme. Karena sebagai bagian dari ajaran Islam maka khilafah boleh didakwahkan. Tujuannya agar umat tahu tentang sistem pemerintahan ini sehingga tidak "plonga-plongo" ketika suatu saat sistem ini tegak di muka bumi sebagaimana janji Rasulullah dalam hadist yang sahih. Jadi, tidak ada salahnya jika siapapun orang, lembaga, ormas Islam mendakwahkan khilafah selama tidak ada unsur kekerasan, pemaksaan dan apalagi makar. 

Menurut saya tidak fair bila kita mengharamkan khilafah dan memusuhi orang yang mempelajari dan mendakwahkan khilafah. Itu tidak fair! Mengapa, karena dalam sejarah selama 1300 tahun umat Islam memang dalam kepemimpinan dengan sistem kekhilafahan, apapun bentuk dan variasinya. Bahkan,  bukankah beberapa wilayah Indonesia sempat menjadi bagian atau wakil kekhalifahan Ustmani, misalnya Demak, DI Yogyakarta? Jejaknya masih jelas. Bukankah, kita juga pernah dibantu khilafah ketika kita melawan penjajah Belanda? Apakah kita akan melupakan begitu saja jejak kekhalifahan di negeri ini? Itu tidak fair! Itu a-history

Khilafah itu jelas terbukti merupakan bagian dari fikih siyasah sehingga khilafah adalah ajaran Islam, bukan ajaran terlarang. Oleh karena itu mendakwahkannya bukanlah tindakan kriminal dan bukan terpapar radikalisme. Bahkan, persekusi kepada pendakwah khilafah baik oleh perorangan maupun  organisasi merupakan perbuatan pidana yang dapat dijerat denagan KUHP (Pasal 156a) dan UU ITE serta UU Ormas 2017. Kalau demikian, maka kriminalisasi khilafah dan dakwahnya sebenarnya merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dan Islam itu sendiri. 

Lalu bagaimana dengan legalitas dakwah khilafah sebagai ajaran Islam? Belum lama ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) baru-baru ini menangkap sejumlah petinggi dan pengurus Kelompok Khilafatul Muslimin dari berbagai wilayah Indonesia. Apa motif hukum dan politis dari kasus ini? Apakah ada indikasi kriminalisasi ajaran Islam khilafah? Motif hukumnya terkesan telah terjadi kriminalisasi ajaran Islam tentang sistem pemerintahan, yakni khilafah. Tuduhan telah menganut, menyebarkan ideologi yg bertentangan atau ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945 dan turut serta menyebarkan berita hoaks (KUHP dan UU Ormas 2017, UU Terorisme). Motif politiknya: ada kesan hendak menyasar dan memecahbelah kesatuan umat Islam dengan narasi umat Islam anti Pancasila dan NKRI karena mendakwahkan khilafah (dengan berbagai bentuk dan cara).  Dengan demikian memang terkesan hendak melakukan kriminalisasi terhadap ajaran Islam dalam fikih siyasah, yakni Bab Khilafah bahkan ditempatkan sebagai isme. Khilafahisme yang disejajarkan dengan komunisme, ateisme, marxisme-leninisme. 

Menurut saya, dakwah itu tidak boleh dilarang, itu hak umat Islam untuk mendakwahkan amar ma'ruf serta nahi munkar. Kita lihat dulu apa itu khilafah? Harus clear dulu. Persepsinya harus sama antara APH dengan Umat Islam. Umat Islam meyakini bahwa khilafah itu sistem pemerintahan islam yang berbasis pada syariat Islam dan dalam fiqih diatur pada Bab Siyasah. 

Problem yang selanjutnya perlu diajukan adalah, jika mendakwahkan ajaran Islam secara damai distigmatisasi dan dikriminalisasi, apakah hal itu merupakan ancaman atas kebebasan dan jaminan akan menyakini dan menjalankan ajaran kepercayaan atau agama, dan menciptakan polarisasi yang sangat tajam? Menurut saya, hal itu pasti merupakan ancaman bagi kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat warga negara. Yang didakwahkan itu ajaran Islam bukan ajaran setan. Juga tidak ada doktrin untuk makar, teror dll. 

Dakwah damai dan itu pun bukan satu-satunya materi dakwah untuk mendorong umat Islam menjalankan syariat Islam secara kaffah. Bahkan saya bilang, silahkan namai apa saja yang penting syariat Islam itu dijalankan. Mau dinamai kerajaan, teokrasi, demokrasi kesultanan dll silahkan! Kriminalisasi itu memang dampaknya sangat destruktif terhadap kesatuan umat Islam. Yang  akan dan tengah terjadi adalah polarisasi umat dan berpotensi saling menyerang. Ini mungkin yang diharapkan para petualang politik dengan menciptakan hantu baru bernama khilafah. 

Ada potensi besar bahwa Pancasila, KUHP, UU Ormas dan UU Terorisme akan dijadikan dasar untuk melakukan kriminalisasi dan stigmatisasi terhadap pihak mendakwahkan ajaran Islam khilafah. Keempat norma itu yang dijadikan berhala di hadapan umat Islam yang berusaha istiqomah terhadap syariat Islam yang kemudian justru syariat Islam itu dikriminalisasikan dan para pendakwahnya ikut dipersekusi dan dijebloskan ke jeruji besi. Sangat disayangkan APH bertindak secara gegabah dalam mengkriminalkan ajaran Islam dan pendakwahnya. Pada akhirnya tuduhan harus dibuktikan nanti dipersidangan. Asas equality before the law dan presumption of innosence harus tetap diiutamakan. 

Di sisi lain, sebenarnya siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk khilafah maka dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama, khususnya jika terjadi penghinaan atau penistaan agama misal dengan menyatakan khilafah ajaran sesat, ajaran setan tidak layak dipelajari, tidak layak diikuti dll. Bahkan, ada seorang komisaris independen PT Pelni, Dede Budhyarto yang berani memplesetkan khilafah dengan kata khilafuck. Ini berarti menafsirkann ajaran Islam secara serampangan dan salah sehingga menistakannya. Hal itu dapat dihukumi dengan Pasal 156, 156a dan 157 KUHP terkait dengan delik penistaan agama dan atau kelompok masyarakat. 

Jika Anda seorang muslim, apakah Anda mau tetap "plonga-plongo" terhadap ajaran Islam yang seharusnya didakwahkan? Apakah Anda juga termasuk pihak yang mendukung kriminalisasi terhadap ajaran Islam tersebut? Apakah menurut Anda hanya "HTI" yang berkewajiban untuk mendakwahkan ajaran Islam khilafah? Semoga jawabannya: "Tidak!". 

Tabik...!!
Semarang, Kamis: 27 Oktober 2022



Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum
Pakar Hukum dan Masyrakat

Posting Komentar

0 Komentar