Harga BBM Naik Imbas Subsidi Dicabut: Akankah Ekonomi Indonesia Membaik atau Makin Amburadul?

 


TintaSiyasi.com -- Gonjang-ganjing kenaikan Pembengkakan anggaran harga BBM masih mewarnai publik hari ini. Pembengkakan subsidi dijadikan alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dirilis dari Kompas.com (3/9/2022), Jokowi mengungkapkan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi 502,4 triliun. Angka ini diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan. Selain itu, kata dia, 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu yang memiliki mobil pribadi.

Dua alasan inilah yang dijadikan kartu as untuk menaikkan harga BBM tanpa ampun. Sebelum kebijakan ini diketok sudah banyak penolakan, setelah kenaikan pun juga masih banyak yang menolak. Pertanyaannya, akankah pemerintah menurunkan harga BBM? Atau tetap dalam keputusasaannya? Benarkah kenaikan harga BBM bersubsidi akan memulihkan kondisi ekonomi negeri?

Sampai saat ini pemerintah berdalih anggaran subsidi BBM yang terlalu besar. Rakyat yang seharusnya diurusi urusannya dianggap beban negara sehingga memangkas subsidi rakyat. Bahkan, Presiden Jokowi membandingkan, apakah negara lain sanggup memberi subsidi BBM sebesar itu? Jika dibandingkan dengan negara berideologi kapitalisme, jelas tidak sanggup. Karena dalam pandangan kapitalisme, negara 'haram' memberi subsidi pada rakyatnya. Negara hanya regulator dan semuanya diserahkan pada pasar. Wajar, jika sebuah negara penganut ekonomi kapitalisme akan terus memangkas biaya subsidi.

Dikutip dari TintaSiyasi.com (4/9/2022), Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mengatakan, subsidi minyak adalah rezim yang dilahirkan oleh ideologi neoliberal. Subsidi adalah strategi yang dilahirkan oleh politik ekonomi neoliberal. Ideologi yang memisahkan antara negara dengan ekonomi. Negara tidak boleh memainkan peran langsung dalam ekonomi. Negara hanya sebagai hansip penjaga malam, pekerjaan negara adalah mengurusi mengatur agar swasta mengambil alih seluruh urusan ekonomi termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan layanan publik atau bahasa konstitusi Indonesia hajat hidup orang banyak. Semuanya tidak boleh lagi dijalankan oleh negara.

Lumrah jika subsidi dianggap beban negara oleh sistem yang menganut kapitalisme sekuler. Patut diduga, kenaikan BBM ini akan terus terjadi selama sistem kapitalis bercokol di negeri ini. Lantas bagaimana dengan kondisi ekonomi Indonesia? Tambah baik atau makin amburadul setelah kebijakan kenaikan BBM ini diambil?

Batu Uji Alasan Pemerintah KeuKeuh Memangkas Subsidi BBM

Narasi-narasi pembenaran kebijakan kenaikan harga BBM terus didengungkan dari pihak pemerintah maupun para buzzer. Apakah alasan pemerintah tersebut realistis dan dapat dipertanggungjawabkan? Atau hanya sekadar kamuflase saja? Inilah pentingnya menguji alasan pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi.


Pertama, yang membebani negara adalah utang bukan subsidi. Jika pemerintah mau jujur sejatinya yang membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah utang negara bukan subsidi. Subsidi Rp502,4 triliun tidak sebanding dengan utang negara yang hampir mencapai 6000 triliun. Per 15 Agustus 2022 dikutip dari bi.go.id, utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan II 2022 menurun. Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan II 2022 tercatat sebesar 403,0 miliar dolar AS. Jika satu dolar kurang lebih Rp15.000,00, maka beban utang negara kurang lebih 6000 triliun rupiah. 

Jika mau jujur, utang negaralah yang jadi beban bukan subsidi BBM. Maka, subsidi BBM ini adalah hak rakyat dan tidak boleh dijadikan beban. Utang negara membengkak itu siapa yang menikmati? Dilansir dari djppr.kemenkeu.go.id, utang dilakukan adalah pembelanjaan yang tidak bisa ditunda, seperti fasilitas kesehatan, ketahanan pangan, belanja infrastruktur dan pendidikan. Mengkritisi soal belanja infrastruktur, seharusnya pemerintah juga berkaca ketika akan membangun infrastruktur. Banyaknya infrastruktur yang dibangun dan berakhir mangkrak alias belum ada kelanjutannya lagi. Ini harus jadi koreksi penguasa, jangan genjot infrastruktur kalau ternyata hasil dari utang. Sudah saatnya pemerintah memikirkan pembiayaan sektor publik dengan mandiri.

Kedua, mengurusi rakyat dan meringankan bebannya adalah kewajiban negara. Negara ada untuk mengurusi urusan umat, bukan untuk berbisnis dengan umat. Sekalipun seperti listrik, BBM, dan lain-lain memungut biaya, seharusnya biaya itu akan dikembalikan pada rakyat dengan makin berkualitasnya fasilitas-fasilitas umum. Lalu, untuk apa negara ada, jika mereka menganggap rakyat adalah beban? Mereka digaji dari uang rakyat untuk mengurusi urusan rakyat, tetapi mengapa menganggap rakyat beban? Inilah paradigma kapitalisme sekuler yang rusak. Paradigma itu menciptakan penguasa egois.  

Keempat, sekalipun harga BBM bersubsidi dinaikkan, anggaran tetap bengkak. Tadinya pemerintah memperkirakan subsidi BBM bisa membengkak jadi Rp698 triliun. Akan tetapi setelah ada kenaikan harga, anggaran tetap membengkak walau lebih rendah Rp650 triliun. Nah, pertanyaannya, mengapa pemerintah bisa merugi? Padahal selama ini rakyat membeli BBM tidak dengan sistem utang, semua dibayar tunai. Kok bisa pemerintah mengelola BBM ini rugi? Salahnya di mana? Adakah anggaran yang keluar tidak tepat sasaran? Atau gaji pejabat Pertamina yang fantastis membuat anggaran membengkak? Seharusnya sikap pemerintah tidak reaktif auto menaikkan harga BBM bersubsidi, tetapi meninjau ulang ekonomi dan sistemnya, adakah yang keliru?
 

Kelima, kenaikan BBM tidak bisa menyelematkan kondisi ekonomi Indonesia. Berdasarkan fakta, Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalis sekuler. Inilah yang mengakibatkan Indonesia masuk dalam pusaran intervensi neoliberalisme global. Sebagai contohnya ketika Indonesia bergabung dalam organisasi ekonomi seperti OPEC, APEC, AFTA, CAFTA dan WTO. Sejatinya hegemoni asing makin kuat menancap di negeri ini.

Sekalipun klaim angka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik dan sebagainya, sejatinya angka tersebut tidak mampu menggambarkan kondisi real rakyat Indonesia. Secara faktanya sistem ekonomi kapitalis telah berhasil membuat Indonesia memelihara rakyat miskin. Tidak usah berkaca pada angka-angka semu ala penghitungan ekonomi kapitalistik, tetapi melihat fakta dan terjun langsung ke masyarakat. Masih banyak rakyat yang kesusahan dan hidup miskin jauh dari kesejahteraan. Itulah yang membantah klaim-klaim angka yang disampaikan pemerintah saat ini.

Dari paparan di atas mengonfirmasi alasan-alasan yang dikemukakan pemerintah sejatinya hanyalah alasan klise. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini tidak memihak rakyat dan hanya mementingkan syahwat penguasa untuk mengurangi subsidi BBM untuk rakyat. Walhasil, ini menunjukkan negara Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme global. Selain itu kondisi ekonomi negeri ini akan makin kacau, sulit, dan amburadul. Kekacauan ini bersumber dari sistem yang diterapkan di negeri ini, siapa pun yang akan memimpin negeri ini, jika sistemnya masih sama akan mengakibatkan kesengsaraan dan kekacauan yang sistematis.

Dampak Pencabutan Subsidi BBM terhadap Kondisi Perekonomian Indonesia

Sampai tulisan ini dibuat, Rabu, 7 September 2022, masih terjadi aksi penolakan kenaikan BBM bersubsidi. Menyoal dampak pencabutan subsidi BBM terhadap kondisi perekonomian Indonesia jelas sangat berdampak. Pertama, dari aspek ekonomi pasti akan terjadi lonjakan kenaikan harga-harga pangan, angkutan, transportasi, dan barang-barang.

Hal tersebut tidak bisa dihindarkan dan itu akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Maka, klaim pertumbuhan ekonomi naik adalah semu versi kapitalisme sekuler. Sejatinya, kesejahteraan masih jauh dari panggang. 

Kedua, dikhawatirkan dampak sosial yang bisa terjadi adalah meningkatnya kriminalitas. Hidup susah, cari uang susah, harga-harga makin mahal, hal ini memicu tingkat kriminalitas tinggi. Sehingga, banyak yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan hidupnya. Beberapa waktu yang lalu, kisah viral seorang ibu yang bunuh diri dan membunuh anak-anaknya karena sudah tidak tahu lagi akan menyambung hidupnya dengan apa. Angka perceraian bisa meningkat akibat faktor ekonomi. Jika ekonomi sulit bisa memicu pertengkaran dalam rumah tangga hingga berujung perpisahan. 

Ketiga, dalam aspek politik adalah menurunnya kepercayaan rakyat pada pemerintah. Seolah-olah kenaikan harga BBM bersubsidi ini telah mengonfirmasi penguasa hari ini tidak memihak rakyat dan telah memutuskan kebijakan yang zalim (tidak adil). Sekalipun mereka berdalih sudah berusaha mencari jalan keluar, tetapi jalan yang pemerintah pilih adalah yang menzalimi rakyat dan patut diduga lebih menguntungkan pihak-pihak kapitalis asing.

Kenaikan BBM disambut kenaikan BBM di SPBU asing, yakni Vivo. Pasalnya produk BBM keluaran Vivo, yakni Revvo dengan RON 89 atau setara dengan Pertalite sempat dijual dengan harga lebih murah Rp8.900 per liter. Sementara Pertalite milik Pertamina dijual dengan harga Rp10.000 per liter akibatnya produk RON 92 yang setara Pertalite tersebut kosong. Masyarakat yang mendatangi SPBU Vivo sempat kecewa. Sekarang dirilis harga Revvo RON 89 Rp10.900. SPBU Vivo milik swasta menjual Rp8.900 sejatinya sudah untung, tetapi karena dinaikkan, pasti mereka akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi. Dalam kacamata ekonomi kapitalisme dikutip dari Wikipedia, subsidi dapat dianggap sebagai suatu bentuk proteksionisme atau penghalang perdagangan dengan memproduksi barang dan jasa domestik yang kompetitif terhadap barang dan jasa impor. Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar.

Paparan di atas telah memverifikasi kenaikan harga BBM bersubsidi ini makin menunjukkan bahwa negeri ini secara nyata mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Dampak kenaikan BBM bersubsidi ini akan makin nampak dari hari ke hari. Jika penolakan dari rakyat tidak digubris, hal itu mengonfirmasi penguasa hari ini sudah kehilangan empati akibat sudah berenang-renang di lumpur utang ribawi.
 

Strategi Islam dalam Mengatur Barang Tambang, Khususnya BBM

Dalam pandangan Islam barang tambang adalah bagian dari sektor publik. Oleh sebab itu, wajib dikelola negara untuk dikembalikan ke rakyat untuk kesejahteraan mereka. Tidak boleh diserahkan pada swasta atau milik perorangan, terlebih tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta asing. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis dikatakan: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Dikutip dari Al-Waie.id, para ulama sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang. Mereka berbeda pendapat tentang sumur, mata air di tanah milik seseorang, padang rumput yang sengaja ditanam seseorang di tanahnya dan semisalnya; apakah boleh dimiliki pribadi ataukah milik umum. Ash-Shan’ani al-Amir dalam Subul as-Salâm mengatakan, “Dikatakan, mungkin yang menyebabkan adanya perbedaan dalam hal air, hal itu karena keumuman kebutuhan dan toleransi manusia dalam hal (pemanfaatan) itu.”

Selanjutnya jika mengacu oleh hadis di atas, maka yang seharusnya dilakukan oleh negeri ini adalah. Pertama, mengelola energi secara mandiri. Serahkan pengelolaan oleh BUMN. Setop kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan sumber daya alam. Kalaupun mereka membantu dalam bidang teknologi, tetapi konsensi pengelolaan utamanya dikuasai oleh negara.

Kedua, menentukan harga BBM berdasarkan ongkos pengelolaan tidak berkiblat pada penentuan harga BBM dunia. Jika Indonesia masih menentukan harga pada standar dunia, maka ini menunjukkan hegemoni asing akan terus merajalela. Ketiga, sudah saatnya Indonesia berdikari dan tidak mengikuti organisasi ekonomi internasional. Karena sejatinya organisasi tersebut hanya akan mengobok-obok kekayaan negara ini untuk dirampok berjamaah oleh perusahaan-perusahaan asing. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, ladang minyak, gunung emas, dan sebagainya justru tidak sejahtera karena SDA tersebut dikuasai swasta asing. 

Keempat, menggunakan mata uang dinar dan dirham. Sejatinya agar hegemoni asing tidak terus bercokol di negeri ini adalah dengan meninggalkan dolar. Karena dunia ini sejatinya dijajah dengan dolar. Dominasi dolar ini berpotensi mengacak-acak sistem moneter sebuah negara. Oleh karena itu, hanya dengan sistem keuangan berbasis emas dan perak, ekonomi negeri ini bisa diselamatkan.

Kelima, menerapkan sistem Islam secara totalitas. Tidak hanya dalam pengelolaan sumber daya alam, tetapi, ekonomi, politik, pendidikan, sosial, pangan, pemerintahan, dan segala aspek diatur berlandaskan syariat Islam. Insyaallah dengan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiah, kesejahteraan dapat diwujudkan.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama. Dari paparan di atas mengonfirmasi alasan-alasan yang dikemukakan pemerintah sejatinya hanyalah alasan klise. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini tidak memihak rakyat dan hanya mementingkan syahwat penguasa untuk mengurangi subsidi BBM untuk rakyat. Walhasil, ini menunjukkan negara Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme global. 

Kedua. Paparan di atas telah memverifikasi kenaikan harga BBM bersubsidi ini makin menunjukkan bahwa negeri ini secara nyata mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Dampak kenaikan BBM bersubsidi ini akan makin nampak dari hari ke hari. Jika penolakan dari rakyat tidak digubris, hal itu mengonfirmasi penguasa hari ini sudah kehilangan empati akibat sudah berenang-renang di lumpur utang ribawi. 

Ketiga. Dalam pandangan Islam barang tambang adalah bagian dari sektor publik. Oleh sebab itu, wajib dikelola negara untuk dikembalikan ke rakyat untuk kesejahteraan mereka. Tidak boleh diserahkan pada swasta atau milik perorangan, terlebih tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta asing.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo) Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 7 September 2022 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum. #Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst


Posting Komentar

0 Komentar