Hati yang Khusyuk dan Ringan Melakukan Ketaatan

TintaSiyasi.com -- Sobat. Siapa yang menghadirkan hati  untuk berzikir kepada Allah dan mendengarkan dari hatinya yang terdalam terhadap kitab Allah, maka hatinya akan khusyuk.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai wadah. Ingatlah wadah itu adalah hati. Hati yang paling dekat kepada Allah adalah hati yang lembut, bening, dan padat”.  Lalu Abu Abdillah at-Tirmidzi  berkata, “Lembutnya hati adalah takut kepada Allah. Beningnya hati adalah persahabatan karena Allah. Padatnya hati adalah dalam agama Allah". 

Sobat. Ringan dalam berbuat taat merupakan salah satu tanda cinta kepada yang ditaati dan tanda memuliakan-Nya. Sebab kesejukan mata seorang pecinta ada dalam ketaatan kepada yang dicintai. Karena itu Rasulullah SAW bersabda, “Dan jadikan sejuk mataku (kenikmatanku) dalam shalat”. Karena di dalamnya ada percakapan (spiritual) dan mahabbah serta lezatnya kedekatan dan intimya munajat.

Allah SWT Berfirman :

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ (٤٥)

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. al-Baqarah (2) : 45).

Sobat. Pada ayat sebelumnya, setelah menjelaskan betapa jeleknya keadaan dan sifat-sifat Bani Israil, sehingga akal mereka tidak bermanfaat bagi diri mereka dan kitab suci yang ada di tangan mereka pun tidak mendatangkan faedah apa pun bagi mereka, maka Allah memberikan bimbingan kepada mereka menuju jalan yang paling baik, yaitu agar mereka memohon pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan salat.

Yang dimaksud dengan "sabar" di sini ialah sikap dan perilaku sebagai berikut:
Pertama. Tabah menghadapi kenyataan yang terjadi, tidak panik, tetapi tetap mampu mengendalikan emosi.
Kedua. Dengan tenang menerima kenyataan dan memikirkan mengapa hal itu terjadi, apa sebabnya dan bagaimana cara mengatasinya dengan sebaik-baiknya.
Ketiga. Dengan tenang dan penuh perhitungan serta tawakal melakukan perbaikan dengan menghindari sebab-sebab kegagalan dan melakukan antisipasi secara lebih tepat berdasar pengalaman.

Bersikap sabar berarti mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya, dengan cara mengekang syahwat dan hawa nafsu dari semua perbuatan yang terlarang. Melakukan salat dapat mencegah kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan dengan salat itu pula kita selalu ingat kepada Allah, sehingga hal itu akan menghalangi kita dari perbuatan-perbuatan yang jelek, baik diketahui orang lain, maupun tidak. 

Shalat adalah ibadah yang sangat utama di mana kita dapat bermunajat kepada Allah lima kali setiap hari. 
"Rasulullah SAW, apabila menghadapi masalah berat, beliau shalat." (Riwayat Ahmad). 

Sobat. Melakukan shalat dirasakan berat dan sukar, kecuali oleh orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang benar-benar beriman dan taat kepada Allah, dan melakukan perintah-perintah-Nya dengan ikhlas karena mengharapkan ridha-Nya semata, serta memelihara diri dari azab-Nya. 

Bagi orang yang khusyuk, melaksanakan shalat tidaklah dirasakan berat, sebab pada saat-saat tersebut mereka tekun dan tenggelam dalam bermunajat kepada Allah sehingga mereka tidak lagi merasakan dan mengingat sesuatu yang lain, baik berupa kesukaran maupun penderitaan yang mereka alami sebelumnya. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda: "Dan dijadikan ketenangan hatiku di dalam shalat." (Riwayat Ahmad dan an-Nasa'i).

Ini disebabkan karena ketekunannya dalam melakukan salat merupakan sesuatu yang amat menyenangkan baginya, sedang urusan-urusan duniawi dianggap melelahkan.

Di samping itu mereka penuh pengharapan menanti-nanti pahala dari Allah atas ibadah tersebut sehingga berbagai kesukaran dalam melaksanakannya dapat diatasi dengan mudah. Hal ini tidak mengherankan, sebab orang yang mengetahui hakikat dari apa yang dicarinya niscaya ringan baginya untuk mengorbankan apa saja untuk memperolehnya. Orang yang yakin bahwa Allah akan memberikan ganti yang lebih besar dari apa yang telah diberikannya niscaya ia merasa ringan untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang dimilikinya.

Allah SWT Berfirman :

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَخۡبَتُوٓاْ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ (٢٣)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri) merasa tenang dan aman, atau kembali (kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Hud (11) : 23).

Ikhbat (merendahkan diri) adalah tawadhu’ kepada Allah. Buahnya adalah patuh pada  perintah  Allah.

Sobat. Berlainan sekali dengan nasib orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Mereka selalu berserah diri kepada Allah dengan patuh dan taat kepada-Nya dan kepada rasul-Nya, mengerjakan berbagai kebajikan di dunia, melaksanakan ketaatan pada Allah dengan tulus ikhlas dan meninggalkan segala yang mungkar. Mereka itu adalah penghuni-penghuni surga yang tidak akan keluar lagi darinya, dan mereka tidak akan mati, bahkan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.

Ibrahim bin Adham berkata, “Hati seorang mukmin  jernih seperti cermin. Setiap syetan membawakan sesuatu, dia melihatnya. Jika dia berbuat dosa, maka titik Jika dia kembali berbuat maksiat dan tidak bertaubat. Titik hitam itu menetap hingga hatinya  menghitam, lalu hatinya jarang mengambil manfaat dari nasihat”.

Sobat. Dalam Kitab Thaharatul Qulub Syekh Abdul Azis Ad-Dirini menyerupakan hati dengan wadah. Hati orang kafir adalah wadah yang terbalik, yang tidak bisa dimasuki kebaikan sedikit pun. Hati orang munafik adalah wadah yang pecah, apa yang dituangkan dari atas maka akan keluar dari bawah. Hati orang mukmin adalah wadah yang benar dan seimbang, ketika kebaikan dituangkan maka ia sampai.

Sobat. Hati orang-orang yang bersih dari kotoran kelalaian dan ketergelinciran, apa yang dituangkan dalam wadah mereka  akan tetap bersih. Ada hati orang yang berisi sedikit kotoran yang bisa dikalahkan oleh sesuatu yang bersih. Ada pula hati orang yang berisi banyak kotoran, sampai-sampai mengalahkan kebaikan yang dituangkan ke dalam wadah itu. Bisa jadi, wadahnya penuh dengan kotoran sehingga tidak bisa memuat apa-apa lagi.

Salam dahsyat dan luar Biasa! []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, CEO Educoach dan Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar