Khilafah Dipandang Usang, Gagasan Islam Tengah Dipajang: Demi Menguatkan Propaganda Moderasi Beragama?


TintaSiyasi.com -- Setali tiga uang. Kini, diksi Islam tengah digulirkan setelah Islam wasathiyah dan Islam moderat menjadi istilah yang kian hari kian menyesaki ruang publik. Terlebih, pemerintah khususnya Kementerian Agama telah mencanangkan 2022 sebagai Tahun Toleransi untuk menjadikan Indonesia barometer kehidupan yang rukun dan harmoni dalam keberagaman dunia.     

Dalam pidato kebudayaan “Indonesia Butuh Islam Tengah,” di gelaran Zulhas Award, Sabtu (29/1/2022), Zulkifli Hasan (Zulhas), Ketua PAN menyatakan bahwa pikiran menjadikan Indonesia sebagai negara agama atau menawarkan konsep khilafah internasional adalah pikiran usang dan tak menghargai sejarah panjang pendirian bangsa ini (cnnindonesia.com, 29/1/2022). 

Ia pun menyampaikan agar membumikan kembali Islam tengah dan menjadikannya perbincangan publik Islam yang utama, di mana ini adalah konsep keislaman dan jalan kebangsaan yang memandu masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari (detik.com, 2/2/2022).  

Menanggapinya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut penerapan nilai-nilai Islam tengah menjadi rute yang patut dilalui oleh Muslim Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045. Ia mendukung pembumian narasi Islam tengah di tanah air yang digaungkan kembali oleh Zulhas, karena itu bukan persoalan partai atau identitas kelompok, melainkan soal keselamatan dan kedaulatan Indonesia di masa depan (antaranews.com, 29/1/2022). 

Bukan hanya PAN, promosi Islam moderat juga seakan disuarakan oleh PKS. Pekan lalu, partai berlabel Islam itu mengabarkan penunjukan kader non-Muslim masuk di posisi strategis kepengurusan partai. Di satu sisi, upaya PAN melempar narasi Islam tengah ini dipandang sebagai inovasi dan transformasi agar partainya kian relevan. Pun bagian kampanyenya menuju tahun politik 2024 mendatang. Dan di sisi lain, manuver ini tentu akan menguatkan eksistensi gagasan Islam moderat yang telah merambah di beberapa sisi hidup masyarakat Indonesia.    

Gagasan Islam Tengah, antara Manuver Politik 2024 dan Penguatan Propaganda Moderasi Beragama

Seruan Zulhas untuk membumikan Islam tengah sebagai pemandu kehidupan, nampaknya tak lepas dari manuver partai jelang tahun politik 2024. Meski kontestasi politik masih dua tahun lagi namun kebanyakan parpol telah ancang-ancang membuat berbagai strategi.  

Pandangan tentang Islam moderat belakangan terus menggaung di tengah polarisasi politik Islam dan nasionalis. Partai-partai Islam dinilai tengah mencoba opsi baru, menyasar target suara yang lebih universal. Upaya ini dianggap sebagai strategi untuk memecah kebuntuan suara yang terus tergerus. 

Survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) mencatat, hanya PKB dan PKS yang tingkat elektabilitasnya melebihi ambang batas parlemen. Sementara elektabilitas PAN hanya 2,5 persen, di bawah ambang batas parlemen 4 persen. Gambaran sama juga nampak dalam survei lainnya oleh LSI dan Litbang Kompas. 

Realitas menunjukkan, suara massa Islam dari masa ke masa selalu diperebutkan oleh parpol. Namun dari pemilu ke pemilu, suara partai Islam tidak pernah lebih besar dari partai nasionalis. Oleh karena itu, narasi Islam tengah yang diusung Zulhas diduga demi meraup perolehan suara kalangan nasionalis dalam pemilu 2024 dan menegaskan jati dirinya sebagai partai nasionalis religius. 

Meskipun begitu, digaungkannya kembali narasi Islam tengah ini tentu akan mengokohkan gagasan Islam moderat yang selama ini dideraskan melalu program moderasi beragama (moderasi Islam). Sepintas program ini positif dan elegan. Namun setelah ditelisik, ia diduga merupakan dukungan pemerintah terhadap War on Radicalism yang tidak bisa dilepaskan dari Global War on Terrorism (GWoT), kampanye Barat pascaperistiwa WTC 11 September 2001. 

Umat Islam menjadi tertuduh. Berkembang istilah terorisme Islam, Islam radikal, yang dituding sebagai virus masyarakat. Lalu moderasi Islam, Islam moderat, digagas sebagai obat bagi pemeluk ajaran Islam radikal dan ekstremis.

Proyek antiradikalisme digulirkan setelah kegagalan Barat menghadang kebangkitan Islam politik (baca: khilafah) dengan isu terorisme. Sasarannya masih sama yaitu Islam dan umatnya. Pasalnya, simbol Islamlah yang muncul dari berbagai isu yang terjadi.
 
Isu ini dipropagandakan demi menggerus nilai-nilai fundamental yang bertentangan dengan keyakinan sekularisme ala Barat. Dalam tataran implementatif, screening terhadap pegawai negeri yang dianggap terlalu ‘islami’ terjadi. Kriminalisasi terhadap pengguna cadar dan kalimat tauhid, pernyataan yang membenturkan Pancasila dengan khilafah, negara Islam, dan sejenisnya. 

Pernyataan Zulhas bahwa khilafah itu ide usang sehingga alternatifnya menerapkan gagasan Islam tengah, menunjukkan pertentangan keduanya. Padahal jika kita mau jujur, sebenarnya khilafah itu sistem pemerintahan yang jauh lebih modern ketimbang demokrasi. Khilafah jelas akar sejarahnya dengan Islam, mayoritas pejuang kemerdekaan adalah Islam. Sementara demokrasi, apakah berakar pada ideologi Islam? Tentu tidak! 

Konsep-konsep (dan nama) demokrasi dan konstitusi sebagai suatu bentuk pemerintahan bermula di Athena kuno sekitar 508 SM. Di Yunani kuno, tempat berdirinya banyak negara kota dengan berbagai macam bentuk pemerintahan, demokrasi ditanding dengan bentuk-bentuk pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir orang terkemuka (aristokrasi), oleh satu orang (monarki), oleh para tiran (tirani), dan lain sebagainya. 

Sementara khilafah islamiyyah yang pertama dipimpin oleh Khalifah 'Abdullah Abu Bakar, berkuasa sejak tanggal 8 Juni 632 M (11 H) – 22 Agustus 634 (13 H). Itu artinya, konsep khilafah jauh lebih modern ketimbang konsep demokrasi. Seandainya demokrasi dipandang lebih baik pada saat itu, tentu Rasulullah akan memberi contoh yang diikuti oleh para sahabatnya dalam mengelola negara Madinah. Apakah Anda mengira Rasulullah hanya sekelas ketua RT atau pemimpin agama saja?  Bukan, beliau adalah Rasulullah sekaligus kepala negara yang kemudian sistemnya diikuti oleh para sahabat. 

Sayangnya, tak sedikit kaum Muslim menerima moderasi beragama dan menganggapnya sejalan dengan Islam. Mereka memandang, pemahaman dan praktik Islam yang terlalu ketat bertentangan dengan Islam. Namun, tidak menginginkan kebebasan melampaui batas hukum Islam. Maka, sikap jalan tengah (moderat) dianggap posisi paling tepat. Tidak radikal, pun tidak liberal. Mereka memaknai kalimat ummatan wasathan dalam QS. Al Baqarah: 143 sebagai golongan atau agama tengah, tidak ekstrem. Padahal substansi moderasi Islam adalah agar umat Islam menerima nilai-nilai Barat seperti demokrasi dan HAM, serta mau berkompromi dengan imperialisme Barat.

Dengan demikian, pengarusutamaan kembali gagasan Islam tengah ini ditengarai sebagai “inovasi politik” PAN demi meluaskan jaringan pemilih nasionalis. Meski begitu, manuver ini akan diduga akan menguatkan propaganda moderasi beragama, khususnya di tahun 2022 sebagai Tahun Toleransi dan Moderasi Beragama.

Dampak Pemikiran Islam Tengah terhadap Upaya Mengembalikan Peradaban dalam Naungan Khilafah

Gagasan Islam tengah adalah perwujudan Islam moderat. Menurut Zulhas, spirit Islam tengah harus diperkuat kembali, aktor-aktor politik kebangsaan Islam harus berpegang teguh pada nilai-nilai ini dan menghindarkan diri dari godaan ideologi transnasional Islam yang mencoba menawarkan konsep khilafah. Ia menyebut, khilafah kita justru Pancasila (cnnindonesia.com, 29/1/2022). 

Umat Islam seharusnya memahami hakikat propaganda ini agar tak terkecoh menerima bahkan ikut memperjuangkannya. Terlebih, ide ini berbahaya bagi kelangsungan hidup umat Islam. Dampak pemikiran Islam tengah atau Islam moderat terhadap upaya umat Islam mengembalikan peradaban dalam naungan sistem kekhalifahan antara lain:

1. Mengebiri Islam

Jalan tengah (moderat) merupakan gagasan yang mengabaikan ajaran Islam yang bersifat qath’iy, baik dari sisi redaksi (dalalah) maupun sumbernya (tsubut), seperti superioritas Islam atas agama dan ideologi lain (QS. Ali Imron: 85), kewajiban berhukum dengan hukum syara’ (QS. Al Maidah: 48), dst. Moderasi beragama yang mengambil sebagian ajaran Islam dan menolak sebagiannya, dapat mengantarkan umat kepada kekafiran.

2. Menimbulkan keraguan umat terhadap Islam

Pendukung moderasi Islam menyuarakan untuk meninjau ulang hukum-hukum qath’iy, baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah agar didekonstruksi dan disesuaikan dengan pemikiran moderat. Hal ini menjadikan umat ragu akan ajaran agamanya sendiri. Terlebih yang mendakwahkan adalah tokoh dan panutan. Akibatnya, umat menjauh dari Islam, memusuhi ulama serta pendakwah yang hanif.

3. Menyusupkan paham pluralisme yang memandang semua agama benar

Melalui gagasan ini pula, pluralisme agama yang menyatakan semua agama adalah sama dan benar, juga disebarkan. Konsekuensinya, orang yang keluar dari Islam tidak dianggap tercela, pernikahan antaragama tak bisa disalahkan.

4. Polarisasi dalam tubuh umat Islam

Umat Islam dikotak-kotakkan dan dipertentangkan antara Islam moderat dengan Islam radikal, dan seterusnya. Akibatnya, terjadi polarisasi (pembelahan) dalam tubuh umat. Padahal Islam adalah satu, yaitu Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW, kitab sucinya juga satu yakni Al-Qu’ran.

5. Meminggirkan dakwah penerapan syariat Islam

Karena mereka menolak formalisasi syariat dalam sebuah institusi negara, maka dakwah yang menyerukan penerapan syariat Islam dianggap ekstrem dan radikal. Selanjutnya, akan ditolak dan dimusuhi sehingga langkah melanjutkan kembali kehidupan Islam menjadi lebih berat. 

6. Menghalangi tegaknya kembali khilafah islamiyyah sebagai institusi penerap syariat Islam

Kaum kuffar Barat sangat menyadari bahwa tegaknya hukum Islam kaffah dalam naungan khilafah yang saat ini diperjuangkan umat Islam, akan mengancam hegemoni mereka di dunia Islam. Sehingga mereka berupaya segala cara untuk mencegah tegaknya kembali khilafah. Salah satunya dengan politik belah bambu alias pecah-belah. 

Demikianlah bahaya gagasan Islam tengah bagi umat Islam. Nampak bahwa pemikiran ini diduga kuat justru akan menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya sendiri. 

Strategi Umat Melawan Propaganda Islam Tengah

Umat Islam harus menyadari kelemahan argumentasi para pengusung Islam tengah (Islam moderat). Penggunaan Surat Al Baqarah: 143 untuk menjustifikasi konsep jalam tengah (moderat), merupakan argumentasi dipaksakan. Karena makna ummatan wasathan dalam tafsir ulama terdahulu, artinya adalah umat pilihan atau umat terbaik. 

Imam Ath Thabary misalnya, mengartikan kata awsath dengan khiyar, yang terbaik dan pilihan. Sehingga kata wasath pada ayat tersebut bermakna khiyar. Status sebagai umat terbaik ini tak bisa dilepaskan dengan risalah Islam yang diberikan kepada mereka. Sayyid Quthb memaknai ummatan wasathan sebagai umat yang adil dan pilihan, serta menjadi saksi atas manusia seluruhnya, maka umat Islam menjadi penegak keadilan di tengah manusia. 

Begitu masifnya mereka menjalankan agenda moderasi beragama, mestinya tak membuat umat Islam berdiam diri. Berikut strategi umat Islam melawan propaganda Islam tengah yang menyimpang dari batas ajaran Islam kaffah:

1. Membina umat berdasarkan akidah murni dan lurus

Akidah kuat akan membentengi umat Islam dari pemahaman sesat seperti pluralisme dan sejenisnya. Serta tak mudah goyah keyakinannya terhadap kebenaran syariat Allah SWT.

2. Meningkatkan pengetahuan Islam 

Penguasaan bahasa Arab, ulumul Qur’an, hadis, ushul fiqih, dan seterusnya, akan menghindarkan umat dari pemahaman keliru, khususnya yang mengatasnamakan dalil syariat.  

3. Menggencarkan dakwah berbasis pergulatan pemikiran

Dengan cara menjelaskan kebatilan Islam tengah (Islam moderat) dan menggambarkan pemahaman yang sesuai syariat. Diharapkan umat memahami dan tidak terjebak pada ide batil ini. Tak lupa menunjukkan keburukan penerapan ideologi sekularisme saat ini sebagai induk problematika umat.

4. Penyampaian dakwah disertai upaya menyingkap hidden agenda

Umat mesti tahu, di balik masifnya moderasi beragama, terdapat makar negara Barat dengan perpanjangan tangan beberapa kalangan umat Islam sendiri. Harapannya, umat Islam tidak terlibat dalam upaya pecah-belah diri mereka. 

5. Menumbuhkan kesadaran akan musuh bersama (common enemy) 

Kesalahan menetapkan musuh akan menyebabkan kesalahan dalam bersikap terhadap musuh. Perlu penegasan bahwa musuh umat Islam adalah ideologi kapitalisme sekuler dan sosialisme komunis berikut ide turunannya. Bukan sesama Muslim meski berlabel radikal atau moderat. 

6. Mengoptimalkan penggunaan seluruh media milik umat Islam untuk membendung moderasi beragama

Individu maupun komunitas muslim sebagai pemilik maupun pengelola media (media massa, media sosial) hendaknya bervisi dakwah dan menjadikan medianya sebagai sarana membendung semua pemikiran batil dan menyampaikan kebenaran termasuk eksistensi khilafah sebagai ajaran Islam. 

7. Melakukan sinergi dengan berbagai komponen umat Islam 

Bekerja sama dengan komponen umat yaitu tokoh Islam, aktivis gerakan Islam, ulama, ustaz, penggerak majelis taklim, intelektual muslim, dll. menolak gagasan Islam Tengah.

8. Mendirikan pusat kajian keislaman yang memperkuat dakwah Islam kaffah

Hasil studi dan penelitiannya dipergunakan oleh kelompok Islam untuk memetakan dan merumuskan strategi terkini dalam memajukan umat serta menyelesaikan berbagai problem menghadang di depan jalan kebangkitan.

9. Menggencarkan dakwah dengan menyeru umat Islam kembali pada penerapan hukum Allah SWT dalam naungan khilafah islamiyyah

Selain memahamkan urgensinya, juga disertai penjelasan tentang metode penegakannya. Keberadaan khilafah sekaligus akan menghilangkan eksistensi berbagai gagasan rusak dan merusak.

Demikianlah strategi umat Islam melawan propaganda Islam tengah yang tak sesuai ajaran Islam kaffah. Strategi dijalankan dengan konsepsi dan arah perubahan jelas, terarah, dan terukur. Tujuan perubahan mesti jelas dan mengarah pada upaya melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam kaffah. Semoga kejayaan Islam akan kembali hadir menjadi rahmat bagi seluruh alam.[]

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H. M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik Media dan Redpel Topswara.com)

Posting Komentar

0 Komentar