Kosman vs Ustaz Yahya Waloni: Bopengnya Wajah Hukum Negeri Ini, Galak kepada Pendakwah Islam dan Lembek kepada Penoda Islam?


TintaSiyasi.com-- Lagi, publik dibuat geram dan geregetan dengan tingkah Kosman yang telah dianggap menodai Islam. Kosman, penoda Islam yang mempopulerkan namanya sebagai Muhammad Kece atau M. Kece adalah seorang non Muslim. Tetapi anehnya, dia menggunakan nama Muhammad Kece dan berpenampilan memakai kopyah, selayaknya orang Muslim. Yang paling membuat umat Islam meradang, dia sebagai YouTuber telah menodai Islam dengan mencampur-adukkan agama Islam dengan agama lain. Setelah videonya viral dan mendapat kecaman dari umat Islam dan warganet, Kosman akhirnya ditangkap.

Dilansir dari Kompas.com (29/8/2021), Kosman sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia dikenakan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, juga dikenakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Saat ini, polisi telah menahan Muhammad Kece Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri untuk pemeriksaan. Penahanan Muhammad Kece terhitung mulai 25 Agustus sampai 13 September 2021.

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Muhammad Yahya Waloni, seorang penceramah, atas dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama, Kamis (26/8/2021), pukul 17.00, di Perumahan Permata, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (tirto.id, 29/8/2021).

Berbeda dengan kasus yang menimpa Ustaz Yahya Waloni, dia yang menceritakan alasannya mengapa memeluk agama Islam, justru ditangkap atas tuduhan penodaan agama. Cukup mengherankan, sikap sigapnya penegak hukum yang langsung menangkap Ustaz Yahya Waloni terkait hal tersebut. Sebenarnya, apabila ditelisik, dua kasus yang berbeda. Karena, jika kasus Ustaz Yahya Waloni dianggap sebagai penodaan agama, ini berpotensi menggeneralisasi dakwah Islam sebagai bentuk penodaan.

Kronologi Kasus Kosman vs Ustaz Yahya Waloni

Telah disinggung sebelumnya, kasus Kosman dalam tayangan video YouTube miliknya adalah bentuk penistaan agama. Mengutip dari paparan Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M. H. ada tiga alasan. Menurutnya, dugaan unsur tindak pidana dapat dilihat dari tiga hal berikut. Pertama, mencampuradukkan dua ajaran agama yang jelas-jelas berbeda. Kedua, tidak memiliki otoritas atau kewenangan untuk menafsirkan ayat Al-Qur'an, apalagi dalam menafsirkan menurut penafsiran yang bersangkutan. Ketiga, terdapat unsur ujaran kebencian terhadap Nabi Muhammad SAW.

Pernyataan kontroversi Kosman yang dianggap penuhi tindak pidana penistaan agama sebagai berikut. Pertama, "karena memang Muhammad bin Abdullah ini pengikut jin," ujar Keke dalam tayangan di akun YouTube Muhammad Kece berjudul Kitab Kuning Membingungkan (19/8/2021). Kedua, dalam video lainnya yang berjudul 'Sumber Segala Dusta', Muhammad Kece juga menyebut "Muhammad ini dekat dengan jin, Muhammad ini dikerumuni jin, Muhammad ini tidak ada ayatnya dekat dengan Allah." Ketiga, sebelum pidato, M. Kece mengucapkan, "Alhamduyesus hirabbilalamin, segala puji dinaikan kehadiran Tuhan Yesus, bapak di surga yang layak dipuji dan disembah."

Menyikapi apa yang dilakukan Kosman, jelas dia telah melakukan tindakan penodaan agama Islam, terlebih lagi dia melakukan di area publik, yaitu, berbicara di akun YouTube miliknya. Berbeda dengan Ustaz Yahya Waloni (UYW). Ia sedang menceritakan kisahnya ketika memeluk agama Islam. Berdasarkan video durasi 2 menit yang beredar di media sosial, di dalam video itu kurang lebih pada pokoknya sebagai berikut: isi ceramahnya bercerita bahwa pada saat awal memeluk Islam, kemudian respon keluarga marah dan mendoakan UYW mati dalam 3 hari. UYW kemudian menceritakan bahwa alasan masuk agama Islam adalah karena berdasarkan hasil kajian dia kitab suci Bibel Palsu, sambil mengangkat buku. Akibat kalimat itu UYW dilaporkan dengan tuduhan  melakukan penodaan agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a huruf a.

Hanya saja, jika kita melihat pandangan hukum Chandra Purna Irawan, apa yang dilakukan UYW tidak terkategori penodaan agama, karena tidak memenuhi unsur delik pasal 156a. Tetapi, yang patut dipertanyakan adalah sikap penegak hukum yang sigap menangkap UYW. Langkah penegak hukum ini terlalu tergesa-gesa dan belum menimbang lebih jauh lagi. Apalagi konteks berbicara UYW ini untuk menjelaskan alasan keimanannya dalam kajian Islam, sebenarnya tidak masalah. 

Apabila setiap kajian keagamaan dibentur-benturkan, sebagaimana contoh, kajian umat Islam UYW dipermasalahkan, nanti bisa jadi akan ada kajian umat lain dipermasalahkan, apakah ini justru berpotensi membuat kericuhan yang lebih besar lagi? Konsekuensi yang harus diambil ketika UYW diperkarakan adalah akan ada diskusi pembuktikan apa yang disampaikan UYW. Terutama jika berbicara soal keimanan UYW, adalah hak UYW yakin dengan Al-Qur'an dan meragukan kitab lain. 

Makanya aneh, jika kasus UYW ini dipermasalahkan. Karena yang mempermasalahkan tidak paham konteks dan bisa jadi blunder bagi yang memperkarakan kasus UYW. Harapannya, hukum di negeri ini mampu bersikap adil dan tidak bersikap diskriminatif kepada umat Islam, karena ketidakadilan yang terjadi akan jadi bumerang bagi mereka yang melakukannya. Baik itu di dunia maupun di akhirat, semua akan ada pertanggungjawabannya.

Dampak Kebopengan Hukum yang Galak kepada Pendakwah Islam dan Lembek Kepada Penoda Islam terhadap Penegakan Hukum Berkeadilan

Berbicara soal hukum di negeri ini, dapat dilihat bersama, hukum di negeri sedang tidak baik-baik saja. Pasalnya, banyaknya ketimpangan keadilan sering menghiasi pemberitaan di media. Terlebih terkait hukum yang dianggap tajam ke lawan dan tumpul ke kawan, sering jadi polemik di negeri ini.  

Kosman memang sudah ditangkap, tapi sebelumnya banyak penoda Islam yang belum ditangani. Sebagaimana, Ade Armando, Deny Siregar, Abu Janda, dan lainnya. Di saat yang sama, hukum tajam dan galak dengan dakwah Islam. Jangan sampai dakwah Islam dianggap menodai agama lain. Karena jika mau jujur, setiap orang yang meyakini agamanya, tentulah harus menafikan agama lain. Oleh karenanya, aneh jika UYW diperkarakan. Karena konteks yang disampaikan UYW berbeda dengan Kosman.

Kriminalisasi kepada dakwah Islam tidak hanya terjadi sekali atau dua kali. Tapi, sering terjadi menimpa umat Islam. Seolah ada upaya pelabelan dakwah Islam dengan ujaran kebencian atau pun penodaan agama, sehingga pendakwah mudah diciduk dengan pasal-pasal karet tersebut. Yang tak kalah menakutkan adalah pengkritik yang dikriminalisasi. Baik kritik langsung, maupun kritik sarana dakwah amar makruf nahi mungkar. Ini sungguh berbahaya sekali. Contohnya, kritik/dakwah yang dilakukan di TV, acaranya ditiadakan. Kritik/dakwah sosmed, akun official ditangguhkan. Bahkan yang tak kalah paranoidnya, kritik via mural, muralnya dihapus dan pembuat mural dikejar. 

Mencermati lebih dalam, dampak dari praktik hukum galak kepada Islam, lembek kepada penoda Islam adalah sebagai berikut. 

Pertama, menunjukkan lemahnya hukum dalam bingkai demokrasi sekuler. 

Hukum yang ditegakkan dalam lingkup demokrasi sekuler ini sangat mudah dimanipulasi sesuai kepentingan golongan tertentu. Sehingga orang-orang yang memiliki kuasa mampu menyetir putusan hukum yang dikehendakinya.

Kedua, bentuk represif otoratorianisme. 

Katanya demokrasi menjamin hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan berpendapat. Tapi, mengapa kritik dan dakwah dipersekusi dan dikriminalisasi? Sebut saja Pakar Hukum Universitas Diponegoro Semarang Prof. Suteki yang mendapatkan kado pahit setelah menjadi ahli HTI di PTUN saat kasus pencabutan BHP HTI. Politisi dan pendakwah sekarang dihadapkan dengan pilihan yang cukup berat, berkata jujur membela kebenaran malah mendapatkan perlakuan yang tidak adil atau memilih diam tertindas. Hanya saja sebagai seorang Muslim, tetap saja berjuang suarakan kebenaran dan keadilan, sekalipun mendapat kado pahit di dunia, tentunya akan berbuah manis esok di akhirat. Yaitu, ketika Allah SWT mengumpulkan dengan para Rasul, Nabi, dan syuhada di surga firdaus. 

Fitrah manusia adalah benci dengan ketidakadilan dan bangkit melawannya. Tapi, kondisi demokrasi yang berubah menjadi represif otoratorianisme ini telah mengkerdilkan hukum dan memasung keadilan. Walhasil, banyak yang pakar di bidangnya menjilat kepentingan golongan tertentu, supaya dia mendapatkan fasilitas plus-plus yang dijanjikan oleh mereka. Bukankah ini sangat melukai nurani publik? 

Mengutip pendapat Prof. Suteki, industri hukum menjadikan pemerintah sebagai extractive institution sebagai lambang negara kekuasaan bukan negara hukum. Dan hal itu sekaligus menunjukkan bahwa cara berhukum kita (rule of law) masih berada di tahap paling tipis (the thinnest rule of law) di mana rezim penguasa hanya menggunakan perangkat hukumnya sebagai sarana untuk legitimasi kekuasaan sehingga kekuasaannya bersifat represif yang akan membuat wajah penegakan hukum itu menjadi bopeng.

Prof. Suteki mengatakan, meskipun, polri telah mempunyai tugas menegakkan hukum, polisi tidak boleh menjadikan kewenangan dan aturan hukum sebagai alat gebuk terhadap rakyat yang sedang menjalankan hak konstitusional. Salah satu hak konstitusionalnya adalah meyakini dan menjalankan agamanya. Termasuk di dalamnya adalah dakwah amar makruf nahi mungkar.

Ketiga, perlawanan terhadap syariat Islam.

Dalam Islam penoda Islam, jika tidak taubat, bisa mendapatkan hukuman mati. Bukan karena apa-apa, ini adalah bentuk penjagaan kesucian ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT. Selain itu, kita sebagai manusia lemah dan hina, apakah pantas menista ajaran Islam yang suci dan agung. Begitu juga terkait dengan persekusi dan kriminalisasi dakwah Islam. Amar makruf nahi mungkar adalah perintah Islam, ketika melihat kemungkaran wajib untuk mencegahnya. Jika menyuarakan dakwah Islam dipersekusi dan dikriminalisasi, bukankah ini bentuk kezaliman yang nyata? Ini sama saja melawan syariat dan Allah SWT?, menciptakan kegaduhan tak bertepi. Sebenarnya jika mau jujur, penyebab kegaduhan di sebuah negeri adalah ketidakadilan itu sendiri. Bagi umat Islam yang diperlakukan tidak adil, adalah sebuah kewajiban untuk melawan kezaliman dan terus memperjuangkan keadilan. Nah, jika saja hukum mau bersikap adil, tentunya tidak akan tercipta kegaduhan tersebut. Hanya saja perlu diperhatikan, kegaduhan ini bersumber dari sistem demokrasi sekuler yang menjadikan hawa nafsu sebagai promotor pemutus perkara.

Coba menilik, jika hawa nafsu manusia berbicara, tentunya tidak akan menemui titik terang. Karena manusia memiliki banyak kepentingan yang ingin diwujudkan. Berbeda hal jika hukum syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT dan Rasulullah SAW dijadikan sumber dari segala sumber hukum. Tentunya ini mampu menyatukan manusia. Selain itu, hanya Allah SWT yang Maha Tahu atas segala manusia. Oleh karenanya, lumrah jika hukum-Nya yang diterapkan akan tercipta keadilan dan kesejahteraan. Dari paparan dampak di atas, seharusnya jadi cambuk untuk kita semua agar segera kembali kepada hukum Islam dan meninggalkan hukum buatan manusia yaitu demokrasi sekuler.

Strategi Dakwah Islam dan Hukum dalam Mengatasi Penoda Islam

Dalam Islam dakwah adalah kewajiban. Amar makruf nahi mungkar adalah wajib bagi seorang Muslim, baik dalam aspek individu, kelompok, dan negara. Dakwah harus dilakukan, karena dengan dakwah kebenaran dan keadilan dapat diwujudkan. Jika kezaliman laksana gelapnya malam, keadilan adalah cahaya yang menerangi dan menyelamatkan. Ketika gelap kita tak mampu membedakan bahaya dan manfaat, tetapi dengan cahaya kita mampu membedakan dan selamat sampai tujuan. Begitulah gambaran pentingnya melawan kezaliman dan menegakkan keadilan dengan dakwah.

Dalam firman Allah SWT, mereka yang berdakwah dan terus di jalan dakwah mampu menjadi umar terbaik. "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)

Begitu juga soal penoda Islam, dalam Islam hukuman bagi orang yang menghina Islam sangatlah jelas, taubat atau hukuman mati. Ajengan Yuana Ryan Tresna (Mudir Khadimus Sunah Bandung) menyampaikan hukuman bagi Penghina Nabi Saw. Ia menjelaskan bahwa menurut al-Qadhi Iyadh rahimahullah, hukuman bagi orang yang menista atau menghina Nabi ï·º adalah dengan membunuhnya. Hal tersebut dijelaskan secara panjang lebar oleh al-'Allamah al-Qadhi Iyadh dalam Kitab al-Syifa bi-Ta'rif Huquq al-Mushthafa ï·º,  hlm. 760-884, Cet Dar al-Basya'ir al-Islamiyyah.

Oleh karena itu, segala bentuk penghinaan atau pelecehan terhadap agama Islam dan segala syiarnya sama saja dengan ajakan berperang. Lantas pemimpin negara mana yang berani mengumandangkan peperangan dan mengirimkan pasukannya kepada para penghina Islam? Maka, pelaku penghinaan itu haruslah diberi tindakan tegas oleh khalifah sebagai pemimpin institusi khilafah.

Maka, bagi siapa pun orang yang pernah menghina Nabi Muhammad SAW, maka segeralah untuk bertaubat kepada Allah. Allah telah berjanji akan mengampuni dosa siapa pun yang bertaubat dengan taubatan nasuha, bahkan jika orang tersebut merupakan orang kafir sebelumnya. Hal ini disebutkan dalam Surat Al Anfal ayat 38, “Katakanlah kepada orang-orang kafir, jika mereka berhenti (dari kekafirannya) makan akan diampunkan dosa-dosa mereka yang telah lalu”.

Penjagaan terhadap kehormatan islam termasuk Nabi SAW harus terus terjaga. Sudah menjadi pemahaman para ulama’ bahwa pelaku pelecehan Al Qur’an atau Nabi harus ditindak dengan tegas. Apabila pelakunya adalah dari kalangan orang-orang kafir harbi maka tindakan tegas yang harus dilakukan adalah diperangi atau dibunuh kecuali dia masuk Islam.

Strategi menjaga kemuliaan dan kehormatan Islam terutama dapat lahir dari individu, masyrakat, dan instiusi negara. Pertama, sebagai individu muslim wajib menjaga kemuliaan Islam, karena ini adalah konsekuensi keimanan dan ketakwaan sebagai Muslim. Kedua, begitu pula masyarakat sebagai pelaku kontrol sosial. Masyarakat juga harus mencegah kemunkaran. Baik kemunkaran berupa dilakukan pelanggaran syariat atau pelecehan terhadap syariat. Ketiga, institusi negara. Negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah yang akan memberikan efek jera dan menegakkan keadilan Islam bagi para pelaku penistaan Islam. Di mana pun mereka berada, khilafah akan mengejar mereka dan akan membuat perhitungan kepada para penista Islam.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, menilik kasus Kosman dan UYW adalah dua kasus yang berbeda. Kosman telah nyata menghina Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan UYW yang mengisahkan perjalanan memeluk Islam. Dikata hal yang berbeda, karena apa yang disampaikan UYW adalah berdasarkan keyakinannya yang dijamin undang-undang. Maka, hukum harusnya cermat dan teliti melihat ini semua. Karena jika asal tindak, ini berpotensi menciptakan kegaduhan yang lebih serius lagi.

Kedua, dapat dipastikan lembeknya hukum kepada penoda Islam dan galaknya kepada pendakwah Islam menuai kontroversi. Karena, pertama, hal itu menunjukkan lemahnya hukum dalam bingkai demokrasi sekuler. Kedua, bentuk represif otoratorianisme kepada dakwah Islam. Hal itu semakin meneguhkan, demokrasi hanya bualan dan omong kosong, karena tidak bisa menjamin kebebasan dakwah Islam. Ketiga, lembek kepada penghina Islam dan garang kepada pendakwah Islam adalah bentuk perlawanan terhadap syariat Islam. Jelas ini adalah kemungkaran yang seharusnya tidak boleh ada, karena hanya akan mengundang murka dan balasan pedih dari Allah SWT.

Ketiga, dalam Islam, hukuman bagi penghina Islam sangat tegas. Para penghina Islam diminta untuk taubat atau mendapatkan hukuman mati jika tidak mau bertaubat. Strategi menjaga kemuliaan dan kehormatan Islam terutama dapat lahir dari individu, masyrakat, dan instiusi negara. Pertama, sebagai individu muslim wajib menjaga kemuliaan Islam, karena ini adalah konsekuensi keimanan dan ketaqwaan sebagai Muslim. Kedua, begitu pula masyarakat sebagai pelaku kontrol sosial. Masyarakat juga harus mencegah kemunkaran. Baik kemunkaran berupa dilakukan pelanggaran syariat atau pelecehan terhadap syariat. Ketiga, institusi negara. Negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah yang akan memberikan efek jera dan menegakkan keadilan Islam bagi para pelaku penistaan Islam. Di mana pun mereka berada, khilafah akan mengejar mereka dan akan membuat perhitungan kepada para penista Islam.

Oleh: Ika Mawarningtyas
(Analis Muslimah Voice dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo)

#Lamrad
#LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar