Dusta Besar Maqashid Syariah Bisa Terwujud Dalam Demokrasi


TintaSiyasi.com -- Maqashid syari'ah hanya bisa terwujud di dalam Daulah Khilafah

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Tulisan ini sengaja saya hadiahkan kepada para pejuang demokrasi yang tanpa ragu dan malu mengklaim bahwa maqashid syariah bisa terwujud di dalam sistem pemerintahan demokrasi yang katanya berkeadilan dan mensejahterakan. Atau terbentuknya demokrasi berdasarkan prinsip maqashid syariah. Padahal sejatinya klaim mereka hanyalah sekedar klaim tanpa memiliki hujjah dan fakta sama sekali selain kebohongan. klaim itu juga hanya dijadikan dalih untuk menolak dakwah syariah dan khilafah. Simak penjelasan berikut :

Lima Macam Maqashid Syariah

Setidaknya ada lima rumusan tentang Maqashid Syari'ah yang hanya bisa terwujud di dalam sistem pemerintahan khilafah. Dan mustahil bisa terwujud di dalam sistem pemerintahan demokrasi apapun jenisnya :

Petama, menjaga agama (hifzhud dien). Agama (dien) adalah kumpulan akidah, ibadah, akhlaq dan hukum yang telah disyariatkan oleh Allah swt untuk mengatur interaksi manusia dengan Robbnya seperti akidah dan ibadah mahdhoh, dengan dirinya seperti akhlak dan adab, dan dengan sesamanya seperti muamalah dan uqubat

Menjaga agama tidak akan bisa terwujud kecuali dengan menerapkan uqubat Islam terhadap para perusak agama, seperti orang murtad, penghina Nabi SAW, penghina Al-Qur'an, dan penyebar aliran sesat seperti Ahmadiyah dll. dimana semuanya dengan dipenggal lehernya setelah diperintah taubat dan kembali kepada alhaqq. Karena seagung dan sebagus apapun sebuah kewajiban dan aturan ketika pelanggannya tidak dikenai sanksi, maka dipastikan banyak yang melanggar dan meremehkannya. Kewajiban yang agung agar tetap terjamin pelaksanaannya harus diimbangi dengan sanksi yang agung pula terhadap para pelanggannya. Sebab besarnya sanksi juga menunjukkan atas besarnya kewajiban atau aturan. Fakta-fakta keseimbangan antara peraturan dan sanksi hukuman bagi pelanggannya sudah berjalan di semua jenis lembaga yang ada. 

Sedang fakta demokrasi justru melindungi para perusak agama Islam maupun kafir atau musyrik, serta mengkriminalisasi para penjaga dan pejuangnya. 

Kedua, menjaga jiwa (hifdzun nafsi)
Islam telah mensyari'atkan nikah untuk memperbanyak keturunan, untuk melestarikan jenis manusia secara sempurna. Islam juga telah mewajibkan menjaga bahaya terhadap jiwa dengan mengharamkan perbuatan yang bisa menjatuhkan jiwa kepada kerusakan, dan dengan menerapkan sistem uqubat berupa qishash seperti pembunuh tanpa haq harus dibunuh lagi atau dikenai diyat 100 ekor unta, dan uqubat jinayat seperti memotong jari dengan mepotong jari lagi atau dikenai diyat 10 ekor unta dan seterusnya, dimana semuanya telah dijelaskan secara detil dalam kitab-kitab fiqh islam kaffah, mulai Fathul Qoriib, Fathul Mu`iin, Fathul Wahhab, sampai Fiqhuss Sunnah dll. Para santri pondok pesantren pasti sudah paham betul dengan hal tersebut. 

Sedang fakta demokrasi sama sekali tidak menghargai jiwa dan nyawa manusia, apalagi nyawa seorang muslim. Sebab kapan ada uqubat qishash dan jinayat diterapkan dalam demokrasi? 

Ketiga, menjaga keturunan (hifdzun nasal). Yaitu dengan pemenuhan naluri seksual bagi setiap orang melalui akad nikah yang syar'i untuk melahirkan dan memperbanyak keturunan manusia yang jelas nasab dan asal usulnya sehingga menjadi manusia hebat dan tangguh. Dan dengan menerapkan uqubat had zina berupa rajam sampai mati terhadap pezina muhshan, dan jilid /dera 100 x terhadap pezina ghairu muhshan, dan uqubat berupa qishash, diat atau takzir terhadap pelaku aborsi dan pembatasan kelahiran. Juga dengan menerapkan had menuduh zina (haddul qodzaf). Ini juga telah dijelaskan didalam kitab-kitab fiqih diatas. 

Demokrasi justru memberi fasilitas mewah terhadap para pelacur asalkan suka sama suka yang dilakukan mengikuti ketentuan batasan umur yang tidak syar'i seperti diatas 17 thn, lalu 18 tahun, lalu 19 thn yang selalu berubah. Padahal dalam Islam zina itu diharamkan dan tidak ada batasan umurnya, kecuali dalam menjatuhkan uqubatnya harus dengan melihat batasan umurnya, sudah baligh apa belum. 

Keempat, menjaga akal (hifdzul `aqli). 
Islam telah mewajibkan menjaga aqal, yaitu dengan mengharamkan setiap perkara yang memabukkan, yang disebut khamer (minuman memabukkan yang terbuat dari anggur) dan nabidz (minuman memabukkan yang terbuat dari selain anggur), dan perkara yang merusak akal, seperti jenis-jenis tumbuhan dan buah yang memabukkan dan merusak akal seperti ganja dan kecubung. Juga Islam telah menerapkan uqubat berupa jilid 80x atau takzir sampai hukum mati terhadap peminum khamer dan sejenisnya, dan para pengedarnya. Seperti ini juga banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih para ulama. 

Lalu apa peran demokrasi dengan semuanya itu? Tidak ada, selain alasan ada pajak besar dan mengurangi angka pengangguran dengan mempekerjakan banyak karyawan industri-industrinya, pedagang dan pengedarnya. Tidak memikirkan akibat buruknya berupa kerusakan akal pikiran generasi penerus bangsa dan negara. 

Kelima, menjaga harta benda (hifdzul maal). Untuk menjaga harta, Islam telah mewajibkan usaha mencari rizki yang halal dan memubahkan muamalah, pertukaran, perdagangan dll. Islam juga telah mengharamkan mencuri, menipu, khianat dan makan harta manusia dengan cara yang batil. Dan Islam telah menetapkan dan menerapkan uqubat berupa potong tangan atau takzir sampai hukum mati terhadap pencuri dan pemakan harta dengan batil seperti koruptor. 

Kitab-kitab ulama juga penuh dengan semua jenis uqubat diatas. Bahkan semua jenis uqubat tersebut telah diterangkan secara perinci dalam kitab khusus yaitu kitab Nizhamul Uqubat karya Syaikh Taqiyyuddin Annabhani pendiri partai politik Islam internasional Hizbut Tahrir. 

Dari penjelasan singkat di atas, dapat kita pahami bahwa maqashid syariah sangat sulit bahkan mustahil dapat terealisasi / terwujud di dalam sistem pemerintahan demokrasi yang kafir dan syirik. Karena demokrasi tidak akan pernah menerapkan sistem uqubat Islam. 

Alih-alih menerapkan sistem uqubat Islam, demokrasi justru menolak dan menghalangi bahkan menggugat penerapan perda-perda yang berbau Islam, apalagi sistem uqubat Islam. Oleh karna itu, siapa saja yang mau mewujudkan maqashid syariah di dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka hendaklah ia turut serta dalam perjuangan menegakkan khilafah rosyidah bersama barisan dakwah Hizbut Tahrir. 

Saatnya campakkan demokrasi dan tegakkan khilafah

Oleh: Al-Ustaz Abulwafa Romli
(Ulama Aswaja Pasuruan)

Sumber: https://abulwafaromli.blogspot.com/2021/09/dusta-besar-maqashid-syariah-bisa.html?m=1

Posting Komentar

0 Komentar