Kontroversi Agama dan Budaya, Betulkah Budaya Menjadikan Bangsa Lebih Mulia dari pada Agama?



TintaSiyasi.com-- "Martabat sebuah bangsa ada pada budayanya, bukan pada agamanya" itulah statement yang terlontar dalam salah satu potongan dari sebuah unggahan video tausiyah yang diduga dibuat pada tahun lalu, statement yang terlontar dari seorang tokoh terdidik dan seorang Pimpinan Ormas Besar di Indonesia. Lebih lanjut dalam unggahan video tersebut, tokoh ini mencontohkan bagaimana yang terjadi di Jepang dan Swiss. Menurutnya, kedua negara tersebut tidak memiliki agama dan teologi yang jelas, tapi budaya dan peradabannya sangat maju. Sementara, menurutnya, Arab yang memiliki teologi dan syariat agama yang jelas budayanya justru saat ini bobrok. “Swiss agamanya nggak jelas, tapi budayanya maju. Sedangkan Arab teologinya orisinal, syariatnya bagus sempurna, budayanya bobrok,” ucapnya. 

Lebih parah lagi dalam statemennya juga menyebutkan orang Arab yang menganut agama Islam, tapi karena budayanya bobrok akhirnya terlibat perang saudara selama 40 tahun dan mengakibatkan 1,5 juta nyawa melayang. Bahkan, menurut dia, seorang ulama besar di Suriah dibom oleh umat Islam sendiri. “Jadi martabat bangsa tergantung budayanya. Wainnamal umamul akhlaqu ma baqiyat wa inhumu dzahabat akhlaquhum dzahabu,” ucap tokoh agama ini sembari mengutip syair dari Syauqy Bey. 

Sungguh sangat disayangkan jika semua statemen yang terlontar tersebut benar adanya mengingat hal itu dikeluarkan oleh seseorang yang dikenal sebagai tokoh ormas Islam terbesar. Jika pernyataan itu benar maka dapat dikatakan bahwa hal itu cenderung tendensius dan menyudutkan agama khususnya Islam, dan lebih menjunjung nilai kebudayaan yang jauh dari nilai-nilai agama Islam. Oleh karena itu patut dipertanyakan apakah cara seorang intelektual atau dikenal sebagai seorang ulama dalam mencerdaskan umat seperti itu dapat disebut pantas ketika melontarkan pernyataan yang seolah menempatkan agama menjadi masalah dan problem besar dan penghambat kemajuan sebuah negara? Problem pokok inilah yang hendak kita kupas melalui materi kuliah online kali ini. Tentu, tidak maksud kami untuk merendahkan pihak mana pun. Lebih tepatnya analisis di dalamnya sebagai muhasabah dan ibrah bagi kita intelektual muslim. 


Kedudukan Agama dan Budaya dalam Peradaban Umat Manusia 

Dalam setiap fase kehidupan umat manusia, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari pengaruh budaya dan agama. Sebelum mengenal agama manusia telah hidup dengan berbagai culture budaya yang menyertainya. Secara arti tentu keduanya adalah suatu hal berbeda dan berbeda pula kedudukkannya dalam peradaban umat manusia. Secara umum agama dapatlah diartikan sebagai suatu keyakinan yang datang dan bersumber dari keimanan kepada Tuhan Sang Pencipta sebagai pedoman dan jalan hidup. Sedangkan budaya, yakni suatu cara yang diterapkan dan bisa telah menjadi turun-temurun dilakukan yang bersumber dari olah pikir dan kebiasaan manusia yang mewarnai kehidupannya. 

Jadi dapat disimpulkan bahwa agama adalah karya Tuhan Sang Pencipta, sedangkan budaya adalah karya atau buatan manusia. Dengan demikian, semakin jelas ada perbedaan dan terpisahnya kedudukan di antara keduanya, namun bisa jadi akan saling berhubungan erat antara satu sama lain. 

Dalam sejarah peradaban Islam, agama datang dari wahyu yang diturunkan melalui para nabi dan rasul, setelah manusia hidup hanya berdasarkan kebiasaan dari kebudayaannya masing-masing. Dengan datangnya agama maka sangat berpengaruh terhadap budaya yang sebelumnya telah diterapkan oleh suatu masyarakat di dalamnya. Hingga agama itu dapat mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh manusia-manusia yang memeluknya. Artinya posisi budaya atau adat istiadat harus dan telah disesuaikan dan menyesuaikan agama, bukan sebaliknya. 

Dari sinilah maka kedudukan agama haruslah dikedepankan dari adat istiadat atau kebudayaan. Setiap budaya yang sejalan dengan agama (Islam) akan difasilitasi untuk dikerjakan, sedangkan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan akidah dan aturan Islam atau yang merupakan hadlarah, maka wajib untuk ditinggalkan. Tapi juga tidak menutup kemungkinan, ada pula budaya yang dalam pandangan agama tidak bertentangan dengan akidah, namun dalam posisinya agama tidak melarang dan tidak pula menganjurkan untuk mengamalkannya. 

Sebagai contoh adanya budaya memakai baju gamis bagi laki-laki di kalangan bangsa Arab, hal tersebut adalah mubah mubah saja. Maka tidak ada larangan ataupun anjuran untuk memakainya bagi semua laki-laki kaum muslimin di Arab atau di tempat lainnya. Namun budaya berpesta dan meminum khamr adalah budaya yang bertentangan dengan agama dan serta merta harus ditinggalkan oleh seluruh kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan. 

Atau budaya memakai sarung di Indonesia, hal tersebut adalah mubah saja untuk dilakukan namun tidak ada anjuran untuk harus dilakukan seperti dalam aktivitas shalat. Namun budaya sanggul atau memakai kemben jelas adalah budaya yang sangat bertentangan dengan akidah dan aturan Islam dalam mengatur busana bagi kaum wanita muslimah, maka budaya ini haruslah ditinggalkan dan diganti dengan apa yang berasal dari agama, yakni menutup aurat secara syar'i seperti apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-nya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh bagaimana kedudukan kebudayaan di seluruh penjuru dunia yang telah disesuaikan dengan agama bagi pemeluknya. 

Yang menjadi pinsipnya adalah datangnya agama (Islam) ke jazirah Arab dan termasuk ke Nusantara sendiri dan ke seluruh dunia bukanlah untuk menghapuskan semua produk budaya ataupun adat istiadat dan tradisi yang sudah lebih dahulu berkembang. Ada tradisi (masa jahiliah) yang dilarang, dan ada pula yang dibiarkan bahkan dikembangkan karena berkaitan erat dengan ajaran Islam. Yang pada intinya ada sikap yang tepat di dalam menghadapi beragam budaya dan tradisi di tengah masyarakat, apakah budaya tersebut bertentangankah, tidakkah ataukah memang justru sejalan dengan pokok-pokok akidah, syariah dan akhlak Islam. Maka yang akan ditemukan adalah adanya kedudukan agama lebih berperan dan diutamakan di dalam mengangkat martabat suatu peradaban umat manusia.


Meluruskan Anggapan Keliru bahwa Kemualiaan Peradaban Bangsa ditentukan oleh Budaya dibandingkan dengan Agama 

Kita semua telah mengetahui bahwa sebelum datangnya Islam, kehidupan manusia utamanya kehidupan manusia di tanah Arab diwarnai dengan budaya-budaya yang tidak baik atau dikenal dengan sebutan masa jahiliyah. Budaya yang lekat dengan kesyirikan, pembunuhan bayi-bayi perempuan marak terjadi, dan perbudakan manusia adalah hal yang biasa. Akan tetapi semua itu sirna sedikit demi sedikit hingga terkikis habis masa kejahiliyahan yang pernah menyelimuti kehidupan bangsa Arab, karena datangnya agama (Islam) yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Dengan agamalah Nabi Muhammad Saw akhirnya bisa membawa perubahan besar terhadap peradaban kehidupan manusia, dari zaman jahiliyah yang penuh kebodohan kepada zaman yang maju, bermartabat dan berjaya. 

Kehidupan kaum perempuan terjaga dan dimuliakan martabat dan kehormatannya, tidak ada lagi perbudakan yang memisahkan kasta antara si kaya dan si papa. Begitu juga dengan persatuan dan kesatuan sangat terjaga dengan berbagai suku, ras bahkan agama, dengan agama pula Nabi Muhammad Saw mampu mendirikan negar super power yang menjadi jantung peradaban emas yang disegani oleh dunia, yang menjadi penopang dalam menyebarkan dakwah ke seluruh penjuru dunia. Dengan Islam Rasulullah Saw dapat menaklukkan dan menguasai kota Mekh (Fathu Makkah) yang dulunya penuh dengan kekufuran menjadi kota yang penuh dengan Kemuliaan tanpa ada balas dendam dan penindasan maupun pemaksaan dalam hidup beragama. 

Dengan agama itu juga peradaban emas ditorehkan dalam kurun waktu tiga belas abad lebih lamanya, hingga menjangkau sepertiga dari dunia. Tidak terkecuali bagi peradaban Eropa, peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan dua cendikiawan Barat, yaitu Montgomery Watt, ia mengatakan “Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, maka Barat bukanlah apa-apa”. Dan dilanjut dengan pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang mengatakan “Peradaban berhutang besar pada Islam.” 

Dari bukti tersebut maka semakin menguatkan bahwa, kemuliaan suatu peradaban bangsa yang bermartabat adalah ditentukan oleh agamanya bukan oleh budayanya. Siapapun yang mampu objektif dan berlaku jujur dalam melihat sejarah, tentu tidak akan bisa mengelak untuk mengakui bahwa keagungan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh agama yang membawa kemajuan bagi seluruh dunia dan mengangkat martabat umat manusia. 

Sungguh banyak sekali bukti-bukti betapa pengaruh agama (Islam) telah menghantarkan manusia kepada peradaban emasnya. Di antara bukti tersebut, terlihat dari tingginya kemampuan literasi, hingga banyak lahirnya para ulama sekaligus ilmuwan besar dan Karya-karya genomenal Mereka. Hingga otomatis juga melahirkan banyak para ilmuwan dan cendekiawan Muslim yang telah mewariskan peradaban yang sangat agung. 

Di sisi lain, pengaruh agama juga memberikan jaminan atas keamanan dunia dalam naungan peradaban Islam. Hal demikian disampaikan oleh ilmuwan Barat, Will Durant ia mengatakan: “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant – The Story of Civilization). 

Selain dari itu, pengaruh agama Islam itu dapat menyatukan umat manusia dari berbagai negeri, suku, ras dan keyakinannya. Menciptakan kemajuan ekonomi, hingga menjamin kesehatan masyarakat. Maka dalam hal ini tidaklah heran jika para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.” (Will Durant – The Story of Civilization). 

Pengaruh agama dengan peradaban Islam tersebut juga berpengaruh di bumi Nusantara kita yang nyaris rata mewarnai sebagian besar wilayah Indonesia, dari ujung barat hingga ke ujung timur. Adalah Aceh, yang dijuluki sebagai ‘Serambi Makah’ hanyalah salah satunya. Sejak sebelum kedatangan penjajah Belanda, Aceh telah menerapkan syariah Islam sebagai patokan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Turki Utsmani, sebagai pusat peradaban Islam saat itu. 

Adapun peperangan yang terjadi di Timur Tengah saat ini bukanlah karena budaya ataupun agama, sungguh hal tersebut adalah tuduhan picik dan tanpa dasar kecuali dari kedengkian sebagai propaganda untuk menyudutkan Islam. Porak-porandanya kehidupan kaum muslimin di timur tengah bukanlah karena akhlak, agama dan budaya kaum muslimin seperti tuduhan kaum munafikin. Akan tetapi akibat kejahatan dan makar negara kafir Barat dan para sekutunya dalam memerangi kaum muslimin di Timur Tengah dan di negeri Islam lainnya. Namun Barat melalui para anteknya menebarkan propaganda sesat, yang selalu mendengungkan propaganda radikalisme atas kaum muslimin karena ketakutan akan kembali bangkitnya khilafah Islam. 


Strategi Umat Islam Agar ajaran Agama dapat Mewarnai Budaya suatu Bangsa dalam Mengembangkan Peradabannya 


Sejatinya, munculnya pendapat keliru yang menganggap martabat suatu bangsa ada pada budayanya dan bukan pada agamanya hanyalah wujud dari propaganda rezim sekuler yang phobia terhadap kebangkitan Islam. Melalui kaki tangannya mereka berupaya untuk menyesatkan pemikiran umat tentang agamanya dan lebih menjunjung tinggi budayanya, sekalipun budaya itu ternyata amat bertentangan dengan agama, khususnya Islam. Salah satu ide yang selama ini mereka gencarkan di negeri ini yakni melalui ide Islam Nusantara, yaitu ketika ajaran agama berupaya mereka coba sesuaikan dengan budaya kenusantaraan. Maka tentu ini sangat berbahaya bagi akidah dan pemikiran umat Islam. 

Karena pada hakikatnya Ide Islam Nusantara hanyalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam dalam gaya baru, namun telah lama digelorakan sejak tahun 80-an oleh para penggagasnya. Ide Islam Nusantara ini juga dalam rangka propaganda atas keterbukaan kepada kebudayaan dan toleransi yang kebablasan sebagai manifestasi dari faham pluralisme dan liberalisme. Apabila ide kufur ini dibiarkan dan tidak ada upaya untuk dilawan, maka berbagai kerusakan di tubuh umat akan banyak terjadi. Dari mulai rusaknya akidah karena mencampuradukkan antara kebudayaan yang bertentangan dengan syara' dengan ajaran agama, persatu dan kesatuan umat pun akan ikut terancam oleh karena umat telah tersekat-sekat dalam keyakinannya, dalam arti lain mereka sudah terpecah dalam akidahnya. 

Yang lebih mengkhawatirkan perpecahan antar negeri-negeri kaum muslimin yang akan dipecah-belah melalui isu kedaerahan, kebangsaan, ada Islam Nusantara, ada Islam Timur Tengah, Islam Eropa, dan sebagainya. Dan inilah puncak kesuksesan musuh-musuh Islam yang secara sukses melakukan politik belah-bambu atau devide et impera yang merupakan strategi penjajahan untuk melemahkan kekuatan umat Islam di seluruh dunia. 

Tidak dapat dipungkiri, pada saat ini peradaban bangsa di dunia sedang dikendalikan oleh Barat. Dengan sistem demokrasi yang juga ikut dianut oleh negeri-negeri kaum muslimin yang posisinya tidak lebih hanya sebagai bangsa pembebek. Azas sekularisme telah menjadi urat nadi kehidupan negara mereka, tak ayal jika bukanlah agama yang mewarnai kebudayaannya, namun kebudayaanlah yang kerap mewarnai agamanya. Lihat saja bagaimana budaya pergaulan liberal, cara berpakaian, atau pun cara berinteraksi yang sangat jauh dari tuntunan agama, bahkan dalam bidang sistem pendidikan pun cenderung mencontoh kepada budaya barat, yang berupaya memisahkan bahkan menghilangkan ajaran agama di dalamnya.

Lalu strategi apa yang bisa dilakukan oleh umat agar ide-ide kufur yang datang dari budaya kufur ini juga tidak dapat meracuni umat dan akidahnya, namun ajaran agamalah yang seharusnya dapat mewarnai budaya suatu bangsa dalam mengembangkan peradabannya? 

Yang pertama, umat harus dikuatkan dan saling menguatkan akidahnya. Dengan cara umat harus mempelajari ajaran Islam secara totalitas, agar tumbuhlah ketaqwaan secara total juga pada setiap individunya. Ketaqwaan masing-masing individu adalah kunci ketaqwaan bagi kelompok atau masyarakat, agar mampu memegang erat agamanya sebagai pedoman dan tuntutan terhadap segala aktivitas kehidupan. Dengan begitu umat akan mampu mendudukkan secara benar antara agama dan budayanya, karena pada realitasnya agama seringkali merasuk ke dalam budaya umat atau suatu masyarakat yang menciptakannya. Sedangkan budaya juga tidak jarang merusak agamanya. 

Yang kedua peran negara, negara adalah komponen terpenting dalam menguatkan agama masyarakatnya agar dapat mewarnai kehidupan dan budayanya dalam mengembangkan peradabannya bangsanya. Negara yang berpegang teguh pada aturan syariat Islam yang menyeluruh, niscaya akan melahirkan masyarakat yang bertaqwa pula, dan tentu saja dapat menjadi jalan mewujudkan peradaban emas yang gemilang. Karena sekali lagi yang penulis ingin tekankan bahwa Islam bukanlah agama yang anti terhadap kebudayaan, ketika keberadaan budaya tersebut tidak menyalahi prinsip dan aturan Islam maka tidak ada larangan bagi umat untuk mengambil atau menjalankan. 

Kendati demikian keberadaan negara yang akan mampu seimbang menempatkan antara agama dan budaya, hanyalah negara yang dibangun dengan azaz akidah. Negara yang menjalankan pemerintahannya dengan landasan dan berpedoman pada al-Qur'an dan as-Sunnah saja. Bukan berlandaskan kepada sekularisme dan liberalisme yang kerap memaksa agama untuk menyesuaikan diri dengan budaya turun-temurunnya. Dan negara tersebut tidak lain adalah negara khilafah Islamiyyah, yang cepat atau lambat umat Islam berkewajiban untuk mewujudkannya. Agar agama dapat mewarnai budaya dan segala aspek kehidupan untuk tercapainya peradaban yang gemilang bagi kehidupan suatu bangsa yang bermartabat.


Dari paparan di atas maka dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut: 

Pertama, Dalam peradaban umat manusia, kedudukan agama haruslah dikedepankan dari adat istiadat atau budaya. Setiap budaya yang sejalan dengan agama (Islam) akan difasilitasi untuk dikerjakan, sedangkan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan akidah dan aturan Islam atau termasuk ke dalam hadlarah asing (kaum kafir), maka wajib untuk ditinggalkan. Tapi juga tidak menutup kemungkinan, ada pula budaya yang dalam pandangan agama tidak bertentangan dengan akidah, namun dalam posisinya agama tidak melarang dan tidak pula menganjurkan untuk mengamalkannya. 

Kedua, dengan agama peradaban emas ditorehkan dalam kurun waktu tiga belas abad lebih lamanya, hingga menjangkau sepertiga dari dunia. Tidak terkecuali bagi peradaban Eropa, peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan dua cendikiawan Barat yaitu Montgomery Watt dan mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Maka semakin menguatkan bahwa, kemuliaan suatu peradaban bangsa yang bermartabat adalah ditentukan oleh agamanya bukan oleh budayanya. Siapapun yang mampu objektif dan berlaku jujur dalam melihat sejarah, tentu tidak akan bisa mengelak untuk mengakui keagungan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh agama dan membawa kemajuan bagi seluruh dunia dan mengangkat martabat umat manusia. 

Ketiga, strategi yang bisa dilakukan oleh umat agar ajaran agama dapat mewarnai budaya suatu bangsa dalam mengembangkan peradabannya yaitu: Pertama, umat harus dikuatkan dan saling menguatkan akidahnya. Ketaqwaan masing-masing individu adalah kunci ketaqwaan bagi kelompok atau masyarakat, agar mampu memegang erat agamanya sebagai pedoman dan tuntunan terhadap segala aktivitas kehidupan, karena pada realitasnya agama seringkali merasuk ke dalam budaya umat atau suatu masyarakat yang menciptakannya. Sedangkan budaya juga tidak jarang merusak agamanya. 

Yang kedua peran negara, negara adalah komponen terpenting dalam menguatkan agama masyarakatnya agar dapat mewarnai kehidupan dan budayanya dalam mengembangkan peradabannya bangsanya. Negara yang berpegang teguh pada aturan syariat Islam yang menyeluruh, niscaya akan melahirkan masyarakat yang bertaqwa pula, dan tentu saja dapat menjadi jalan mewujudkan peradaban emas yang gemilang bagi kehidupan suatu bangsa yang bermartabat.[]


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum dan Liza Burhan
Rekol dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpgainst

Posting Komentar

0 Komentar