Hukum Pre Order Makanan untuk Donasi


Pertanyaan jamaah:

Ustadz, saya mau bertanya, apakah boleh sistem jualan (misal jualan makanan) dengan PO (pre order) tapi untuk open donasi. Jadi, kita si penjual ini merangkap sebagai wakil donatur dan sekaligus penjual? (Nurul, Bontang)


Jawaban:
 
Haram hukumnya seseorang menjual makanan dengan sistem PO (pre order) dengan open donasi, yakni penjual tersebut merangkap posisi sebagai penjual sekaligus sebagai wakil para donatur untuk mendonasikan makanan yang dibeli itu kepada pihak lain.

Dalil keharamannya ada 2 (dua) alasan, sebagai berikut:

Pertama, karena dalam muamalah tersebut, pihak donatur (pembeli) telahbmelakukan apa yang dalam fiqih Islam disebut tasharruf fî al mabî’ qablaqabdhihi, yaitu tasharruf terhadap makanan yang dibelinya (dalam bentuk mendonasikan kepada pihak lain) sebelum serah terima (al qabdhu) terlebih dahulu antara penjual dan pembeli (donatur). Melakukan tasharruf terhadap makanan yang dibeli tanpa ada serah terima lebih dulu, tidak sah menurut syara’.

Dalilnya hadis dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

ُقبِ َضهى يَحتعهما فال يَبِ ْبتا َع َطعا ًَم ِن 

"Barangsiapa yang membeli makanan, maka janganlah dia menjual kembali makanan itu hingga dia menerimanya lebih dahulu.” (man ibtâ’a tha’âman fa-lâ yabi’hu hattâ yaqbidhahu). (HR Bukhari, no. 2136; Muslim, no. 1526; Abu Dawud, no. 3497).

Dalam masalah ini Imam Ibnu Qudamah berkata, ”Ulama telah sepakat bahwa barangsiapa yang membeli makanan, maka dia tidak boleh menjualnya kembali hingga dia menerima makanan itu lebih dulu.” (Ibnu Qudamah,Al Mughnî, Juz IV, hlm. 83).

Di sini perlu dipahami, yang diharamkan itu bukan hanya menjual kembali sebelum serah
terima makanan, namun juga tasharruf secara umum terhadap makanan itu, seperti hibah (memberikan) kepada pihak lain, karena hibah disamakan hukumnya dengan jual beli.

Imam Nawawi dalam masalah ini mengatakan:

 عقد اإلجارة والرهن والهبة واإلقراض...في المبيع قبل القبض محلالخالف في المذهب. واألصح أن هذه التصرفات ال تصح كالبيع

"Akad ijârah, rahn, hibah, meminjamkan (iqrâdh)…pada barang yang dibeli sebelum terjadi serah terima (al mabi’ qabla al qabdh) ada perbedaan pendapat (mahall al khilâf) dalam madzhab Syafi’i. Namun pendapat yang lebih shahih, berbagai tasharruf ini tidak sah hukumnya sebagaimana jual beli (inna hâdzihi at tasharrufât lâ tashihhu ka al-bai’). (Imam Nawawi, Al Majmû’ Syarah Al Muhadzdzab, Juz IX, hlm. 265; lihat Ibrahim Basyir M. Idris, Ahkâm Al Taslîm waAl Qabdh wa Âtsâruhumâ fî Al ‘Uqûd, hlm. 259).

Kedua, karena dalam muamalah tersebut, terjadi penggabungan akad jual beli dan akad wakalah menjadi satu kesatuan akad. Karena pihak penjual ketika bertransaksi dengan donatur (pembeli), merangkap dua posisi sekaligus, atau dengan kata lain melakukan dua akad sekaligus yang digabungkan jadi satu; yaitu (1) posisi sebagai penjual dengan akad jual beli; dan (2) posisi sebagai wakil donatur (untuk mendonasikan makanan) dengan akad wakalah.

Padahal syara’ telah melarang penggabungan dua akad ke dalam satu akad yang seperti itu, sesuai hadits Ibnu Mas’ud RA, bahwa Rasulullah SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqataini fî shafqah wâhidah).” (HR Ahmad, lihat Imam Syaukani, Nailul Authâr, JuzV, hlm. 180).

Menurut Imam An Nabhani, yang dimaksud larangan dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqataini fî shafqah wâhidah), adalah adanya dua akad dalam satu akad (wujûdu ‘aqdaini fî aqdin wâhidin), di mana akad yang satu mensyaratkan terjadinya akad yang lain.(Taqiyuddîn An Nabhânî, Al SyakhshiyyahAl Islâmiyyah, Juz II, hlm. 305).


Kesimpulan
 
Berdasarkan dua alasan ini, haram hukumnya seseorang menjual makanan dengan sistem PO (pre order) dengan open donasi, yakni penjual merangkap posisi sebagai penjual sekaligus sebagai wakil para donatur untuk mendonasikan makanan kepada pihak lain.

Solusinya, penjual tersebut melepaskan posisinya sebagai penjual, dengan mengamalkan satu akad saja, yaitu akad wakalah. Jadi dia membuka open donasi hanya sebagai wakil donatur saja, dengan membeli makanan kepada pihak lain (bukan membeli kepada dirinya sendiri), kemudian mendonasikan makanan itu kepada pihak lain.Wallahu a’lam.[]

Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi

Posting Komentar

0 Komentar