TintaSiyasi.com -- Sulit bagi pemerintah menahan jatuhnya nilai tukar mata uang rupiah saat ini, dengan kata lain akan sangat sulit untuk menahan melesatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah.
Bukan hanya Indonesia namun seluruh dunia yang menyandarkan devisanya pada dolar akan mengalami hal yang sama. Amerika Serikat pun tidak akan dapat menahan kenaikan nilai tukar mereka, inflasi dan meningkatnya pengangguran.
Itu adalah konsekuensi atas kebijakan nasional jurus kepepet yang diambil sekarang.
Bayangkan untuk pertama kali AS menetapkan bunga obligasi pemerintah 5 persen. Hanya selisih satu persen dengan bunga obligasi pemerintah Indonesia. Jadi kalau mau bertanding dalam hal naik naikin bunga untuk mengejar uang dolar, Indonesia tidak akan sanggup.
Ditambah lagi AS berencana akan menarik dolar sebanyak 1,69 triliun dolar, itu angka yang sangat besar yakni 27000 triliun rupiah atau 10 kali APBN Indonesia. Liquiditas global akan penuh disedot oleh AS.
Uang sebesar itu akan digunakan untuk menutup defisit belanja negara Amerika serikat, yang mengalami kenaikan 23 persen dibanding tahun lalu, membayar utangnya dan membiayai berbagai kebijakan luar negeri mereka.
Menurut Reuters, kenaikan belanja sebesar ini juga akan digunakan untuk memberikan bantuan luar negeri baru dan belanja keamanan sebesar $100 miliar, termasuk $60 miliar untuk Ukraina dan $14 miliar untuk Israel, serta pendanaan untuk keamanan perbatasan AS dan kawasan Indo-Pasifik sebagaimana permintaan Presiden Biden pada Kongres.
Kebijakan pemerintah AS adalah tekanan besar pada Indonesia. Dolar selama ini diperlukan untuk impor barang modal, bahan baku industri dan barang konsumsi, cadangan devisa kita terus merosot, dan implikasinya nilai tukar semakin jatuh.
Pada 10 tahun lalu nilai tukar rupiah rata rata 8 ribu rupiah oer dolar AS, sekarang 16 ribu rupiah, atau jatuh 100 persen. Barang barang impor naik hargamya significant dalam rupiah, walaupun aslinya tidak mengalami kenaikan seperti itu.
Jika terus bersandar pada dolar yang sang rentan pada faktor eksternal, terutama sekali kebijakan ugal ugalan AS, maka tidak menutup kemungkinan rupiah merosot lagi 50 sampai 100 persen 10 tahun mendatang.
Bisakah impor ini kita tukaran mobil listrik wuling atau Ionic dengan singkong atau jagung atau dengan sawit atau dengan batubara. Jadi gak perlu devisa devisaan. Piye Iki kang mas.
Oleh: Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia
0 Komentar