Lima Macam Tafakur


TintaSiyasi.com -- Sobat. Beberapa ulama ahli makrifat berkata, “Tafakur itu merupakan pelita hati. Jika tafakur hilang, hilang pula pelita hati.” Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu hiban disebutkan, “Tafakur sesaat itu lebih baik daripada ibadah selama enam puluh tahun.” Tafakur tidak akan terwujud tanpa lisan yang terbiasa berzikir kepada Allah dengan kekhusyukan hati.

Sobat. Sesungguhnya, tafakur itu ada lima macam yaitu :

Pertama, tafakur tentang ayat-ayat Allah melahirkan, tauhid dan yakin kepada Allah.
Tafakur tentang ayat-ayat Allah SWT adalah tafakur tentang semua ciptaan Allah SWT yang menakjubkan dan tentang bukti-bukti kekuasaan-Nya, baik yang kasat mata maupun tidak, yang semuanya terbentang di langit dan di bumi. Diantara ciptaan Allah SWT yang menakjubkan adalah manusia.

Allah SWT berfirman :
سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ أَوَ لَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ 

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fushshilat (41) : 53).

Sobat. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Allah SWT berfirman :
قُلِ ٱنظُرُواْ مَاذَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَمَا تُغۡنِي ٱلۡأٓيَٰتُ وَٱلنُّذُرُ عَن قَوۡمٖ لَّا يُؤۡمِنُونَ  

“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS. Yunus (10) :101)

Sobat. Dalam ayat ini Allah menjelaskan perintah-Nya kepada Rasul-Nya, agar dia menyeru kaumnya untuk memperhatikan dengan mata kepala dan akal mereka segala kejadian di langit dan di bumi. 

Mereka diperintahkan agar merenungkan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi, menghidupkan bumi yang mati, dan menumbuhkan tanam-tanaman dan pohon-pohonan dengan buah-buahan yang beraneka warna rasanya. 

Hewan-hewan dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam hidup di bumi, memberi manfaat yang tidak sedikit bagi manusia. Demikian pula keadaan bumi itu sendiri yang terdiri dari gurun pasir, lembah yang luas, dataran yang subur, samudera yang penuh dengan ikan berbagai jenis, kesemuanya itu tanda keesaan dan kekuasaan Allah, bagi orang yang mau berfikir dan yakin kepada Penciptanya.

Sobat. Akan tetapi bagi mereka yang tidak percaya akan adanya Pencipta alam ini, karena fitrah insaniahnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka kesemua tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah dalam alam ini tidak bermanfaat baginya.

Demikian pula peringatan nabi-nabi kepada mereka tidak mempengaruhi jiwa mereka. Akal dan perasaan mereka tidak mampu mengambil pelajaran dari ayat Allah dan tidak membawa mereka pada keyakinan adanya Allah Yang Maha Esa. 

Mereka tidak memperoleh pelajaran dari Sunnah Allah pada umat manusia di masa lampau. Sekiranya mereka memperoleh pelajaran dari pada ayat-ayat Allah itu dan dari Sunnah Allah pada umat manusia, tentulah jiwa mereka bersih dan terpelihara dari kotoran dan najis yang mendorong mereka kepada kekafiran dan kesesatan.

Kedua, tafakur tentang nikmat-nikmat Allah, melahirkan rasa cinta dan syukur kepada Allah.

أَوَعَجِبۡتُمۡ أَن جَآءَكُمۡ ذِكۡرٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَلَىٰ رَجُلٖ مِّنكُمۡ لِيُنذِرَكُمۡۚ وَٱذۡكُرُوٓاْ إِذۡ جَعَلَكُمۡ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعۡدِ قَوۡمِ نُوحٖ وَزَادَكُمۡ فِي ٱلۡخَلۡقِ بَصۜۡطَةٗۖ فَٱذۡكُرُوٓاْ ءَالَآءَ ٱللَّهِ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ 

“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-A’raaf (7): 69)

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menerangkan kecaman Nabi Hud kepada pemuka-pemuka kaumnya, bahwa tidak patut mereka merasa heran dan ragu-ragu terhadap kedatangan peringatan dan pengajaran dari Tuhan yang dibawa oleh seorang laki-laki di antara mereka. Pengajaran Allah itu datang kepada mereka justru pada saat mereka berada dalam kesesatan. 

Semestinya mereka tidak perlu ragu kepada pribadi orang yang membawa seruan. Hendaknya mereka mempergunakan akal pikiran untuk memperhatikan seruan yang dibawa kepada mereka itu yaitu seruan yang benar, seruan yang menyelamatkan diri mereka dari azab Allah. 

Ia juga mengingatkan mereka akan nikmat dan rahmat Allah, bahwa mereka bukan saja sebagai ahli waris kaum Nuh yang diselamatkan Allah dari topan karena keimanan mereka kepada-Nya, tetapi juga Allah melebihkan mereka dengan kekuatan fisik serta tubuh yang besar. 

Oleh sebab itu hendaklah mereka bersyukur kepada Allah dengan bertakwa kepada-Nya. Kalau mereka tidak bersyukur, Allah akan menjatuhkan azab-Nya sebagaimana Allah menjatuhkan azab kepada kaum Nuh yang ingkar dan menggantikan kedudukannya dengan bangsa lain. 

Mereka diingatkan kepada nikmat Allah itu agar mereka bersyukur dengan menyembah-Nya seikhlas-ikhlasnya sehingga mereka menjauhi kemusyrikan dengan meninggalkan penyembahan berhala. 

Dengan demikian mereka harus meninggalkan penyembahan berhala untuk mencapai kebahagiaan pada hari kemudian dan mendapat tempat pada sisi Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur kepada nikmat-Nya.

Ketiga, tafakur tentang janji-janji Allah, melahirkan rasa cinta kepada akherat.

Allah SWT berfirman :

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ 

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-nur (24) : 55)

Sobat. Rabi` bin Anas pernah berkata mengenai ayat ini, "Nabi Muhammad saw berada di Mekah selama sepuluh tahun menyeru orang-orang kafir Mekah kepada agama tauhid, menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya sedang orang-orang yang beriman selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran. 

Mereka belum diperintah untuk berperang. Kemudian mereka diperintah hijrah ke Medinah. Setelah perintah itu dilaksanakan turunlah perintah untuk berperang. Mereka selalu dalam ketakutan dan kekuatiran, tetap menyandang senjata pagi dan petang, dan mereka tetap tabah dan sabar. 

Kemudian datanglah seorang sahabat menemui Nabi dan berkata, "Ya Rasulullah apakah untuk selama-lamanya kita harus berada dalam kekhawatiran dan kewaspadaan ini? Kapanlah akan datang waktunya kita dapat merasa aman dan bebas dari memanggul senjata?" Maka Rasulullah saw menjawab, "Kamu tidak akan lama menunggu keadaan itu. 

Tidak lama lagi akan tiba waktunya di mana seseorang dapat duduk di suatu pertemuan besar yang tidak ada sepucuk senjata pun terdapat dalam pertemuan itu. Lalu turunlah ayat ini.

Sobat. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi. Akan menjadikan agama mereka agama yang kokoh dan kuat, dan akan memberikan kepada mereka nikmat keamanan dan kesejahteraan. 

Itulah janji Allah dan janji itu adalah janji yang pasti terlaksana karena mustahil Allah memungkiri janji-Nya selama mereka berpegang teguh kepada perintah dan ajaran-Nya. 

Memang janji itu telah terlaksana dengan kemenangan beruntun yang dicapai kaum Muslimin di masa Nabi saw dan di masa Khulafa`urrasyidin dan sesudahnya. Di masa Nabi Muhammad, kaum Muslimin telah dapat menaklukkan kota Mekah, Khaibar, Bahrain dan seluruh Jazirah Arab.

Sesudah Nabi SAW wafat dan pemerintahan dikendalikan oleh para sahabat (Khulafaurrasyidin) mereka selalu mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam segala urusan. 

Dengan demikian kekuasaan mereka meluas baik ke timur, ke barat, ke utara, maupun ke selatan, maka tersebarlah agama Islam dengan pesatnya sehingga dianut oleh penduduk negeri-negeri yang berhasil dikuasai tanpa paksaan dan ancaman. 

Mereka benar-benar menikmati keamanan dan kesejahteraan. Pemerintahan Islam benar-benar telah menjadi kuat, disegani oleh kawan dan lawan.

Allah telah mengingatkan kaum Muslimin yang telah sukses mencapai kemenangan, keamanan dan kesejahteraan itu dengan firman-Nya:

Dan ingatlah ketika kamu (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Dia memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik agar kamu bersyukur. (al-Anfal/8: 26)

Demikianlah kaum Muslimin menjadi kuat dan disegani, menikmati keamanan dan kesejahteraan pada masa Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, sampai timbul pertentangan yang hebat antara kaum Muslimin pada masa pemerintahan Ali bin Abi thalib sehingga terjadi perang saudara antara sesama mereka padahal perang sesama Muslim itu sangat bertentangan dengan firman Allah:

Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ali 'Imran/3: 103)

Dan firman-Nya:
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat. (Ali 'Imran/3: 105)

Semenjak itu terjadilah pasang surut dalam pemerintahan Islam. Pada satu waktu mereka jaya dan mulia dan pada waktu yang lain mereka lemah tak berdaya bahkan menjadi mangsa bagi kaum yang lain sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka dalam mempraktekkan ajaran Islam, menaati perintah Allah dan Rasul-Nya, menegakkan keadilan dan kebenaran serta menjaga kesatuan umat agar jangan terpecah belah.

Keempat, tafakur tentang ancaman Allah, melahirkan sikap waspada terhadap perbuatan dosa.

Allah SWT berfirman :
فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبٗا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ 

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ankabut (29) : 40)

Sobat. Allah membinasakan umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul dengan menurunkan bermacam-macam azab, di antaranya:

a. Angin yang sangat kencang dan membawa batu, yang didatangkan kepada kaum 'Ad. Mereka menantang Nabi Hud, "Siapakah gerangan yang lebih kuat dan berkuasa lagi dari kami?" Kesombongan mereka dibalas Tuhan dengan mendatangkan angin, sehingga mereka mati bergelimpangan. Allah berfirman dalam ayat lain yang menjelaskan tentang siksaan itu, yakni:

Sedangkan kaum 'Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka? (al-haqqah/69: 6-8) 

b. Suara mengguntur yang memecahkan anak telinga. Siksaan ini diturunkan kepada kaum Samud. Mereka masih membangkang, tidak mau beriman kepada Nabi Saleh. Tiba-tiba mereka dipingsankan lalu mati oleh kejutan suara yang mengguntur yang dahsyat sekali. 

Allah menjelaskan lagi:
Maka adapun kaum Samud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras. (al-haqqah/69: 5)

c. Ditelan bumi, inilah kisah buat Karun, seorang hartawan. Pada mulanya, ia adalah seorang yang beriman dan patuh kepada Musa. Kemudian setelah kaya, ia menjadi sombong dan durhaka. Ia berbuat kemungkaran melampaui batas. 

Lebih dari itu, ia tidak mau menyerahkan zakat sebagai kewajiban harta kekayaan bagi orang kaya. Karena kecongkakan ini, Allah menyiksanya. Tanah sekitar Karun berpijak berguncang, runtuh, dan secara berangsur menelan tubuh Karun sampai lenyap sama sekali dari permukaan bumi.

Firman Allah : 
Maka Kami benamkan dia (Karun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri. (al-Qasas/28: 81)

d. Ditenggelamkan ke dalam air. Inilah siksaan buat umat Nabi Nuh bersama seluruh hartanya. Selain umat Nabi Nuh, Fir'aun, Haman beserta bala tentaranya juga tenggelam dalam Laut Merah sebagai balasan atas kesombongan dan siksaan yang mereka lakukan terhadap Musa dan pengikutnya. Firman Allah tentang Nuh dalam Surah al-Anbiya'/21: 76-77:

Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu, ketika dia berdoa. Kami perkenankan (doa)nya, lalu Kami selamatkan dia bersama pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami menolongnya dari orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang jahat, maka Kami tenggelamkan mereka semuanya. (al-Anbiya'/21: 76-77)
 
Firman Allah tentang Fir'aun dalam Surah al-Qasas/28: 39-40:
Dan dia (Fir'aun) dan bala tentaranya berlaku sombong, di bumi tanpa alasan yang benar, dan mereka mengira bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Kami siksa dia (Fir'aun) dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang zalim.

Semua itu adalah balasan yang setimpal atas kesalahan yang mereka lakukan, bukan kezaliman dari Allah. Dia tidak akan menyiksa seseorang kecuali yang mengerjakan perbuatan tercela. Mengazab seseorang tanpa ada kesalahan tidak sesuai dengan sunah Allah yang berlaku. 

Mereka yang tersebut dalam ayat-ayat yang lalu disiksa karena dosa dan kekafiran mereka terhadap Allah. Di samping itu, juga karena mereka menyembah berhala dan mengingkari nikmat yang diberikan kepadanya.

5. Tafakur tentang kekurangan diri dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah,melahirkan rasa malu kepada Allah.
Menafakurkan bahwa Allah SWT Maha Mengetahui keberadaan kita dan Maha Melihat apa pun yang kita kerjakan. 

Allah SWT berfirman :
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ  

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” (QS. Qaf (50) : 16).

Sobat. Allah menjelaskan bahwa Dia telah menciptakan manusia dan berkuasa penuh untuk menghidupkannya kembali pada hari Kiamat dan Ia tahu pula apa yang dibisikkan oleh hatinya, baik kebaikan maupun kejahatan. 

Bisikan hati ini (dalam bahasa Arab) dinamakan hadisun nafsi. Bisikan hati tidak dimintai pertanggungjawaban kecuali jika dikatakan atau dilakukan. Allah SWT lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya sendiri. 

Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Sa'id bahwa Nabi saw bersabda: Allah dekat kepada manusia (putra Adam) dalam empat keadaan; Ia lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya. Ia seolah-olah dinding antara manusia dengan hatinya. Ia memegang setiap binatang pada ubun-ubunnya, dan Ia bersama dengan manusia dimana saja ia berada. (Riwayat Ibnu Mardawaih) 

Allah SWT berfirman :
وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ 

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al’ankabut (29) : 64)

Sobat. Ayat ini menerangkan hakikat kehidupan duniawi, terutama kepada orang-orang musyrik yang teperdaya dengan kehidupan duniawi. Diterangkan bahwa kehidupan duniawi itu hanyalah permainan dan senda gurau saja, bukan kehidupan yang sebenarnya. 

Pandangan dan pikiran orang-orang musyrik telah tertutup, sehingga mereka telah disibukkan oleh urusan duniawi. Mereka berlomba-lomba mencari harta kekayaan, kekuasaan, kesenangan, dan kelezatan yang ada padanya, seakan-akan kehidupan dunia ialah kehidupan yang sebenarnya bagi mereka. 

Andaikata mereka mau mengurangi perhatian mereka kepada kehidupan duniawi itu sedikit saja, dan memandangnya sebagai medan persiapan untuk bekal dalam kehidupan lain yang lebih kekal dan abadi, serta mau pula mendengarkan ayat-ayat Allah, tentulah mereka tidak akan durhaka dan mempersekutukan Allah. 

Andaikata mereka mendengarkan seruan rasul dengan menggunakan telinga, akal, dan hati, mereka tidak akan tersesat dari jalan Allah.

Kemudian Allah menerangkan bahwa kehidupan yang hakiki itu adalah kehidupan akhirat, dan ia merupakan sisi lain dari kehidupan manusia, yaitu kehidupan yang diliputi oleh kebenaran yang mutlak. 

Kehidupan dunia adalah kehidupan yang di dalamnya bercampur baur antara kebenaran dan kebatilan, sedangkan dalam kehidupan akhirat, kebenaran dan kebatilan telah dipisahkan. 

Kehidupan akhirat banyak ditentukan oleh kehidupan dunia yang dijalani seseorang, dan tergantung kepada amal dan usahanya sewaktu masih hidup. Kehidupan dunia dapat diibaratkan dengan kehidupan masa kanak-kanak, sedang kehidupan akhirat dapat diibaratkan dengan kehidupan masa dewasa. 

Jika seseorang pada masa kanak-kanak mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh, seperti belajar dan bekerja dengan tekun, maka kehidupan masa dewasanya akan menjadi kehidupan yang cerah. Sebaliknya jika ia banyak bermain-main dan tidak menggunakan waktu sebaik-baiknya, maka ia akan mempunyai masa dewasa yang suram.

Demikianlah halnya dengan kehidupan akhirat, tergantung kepada amal dan usaha seseorang sewaktu masih hidup di dunia. Jika ia selama hidup di dunia beriman dan beramal saleh, maka kehidupannya di akhirat akan baik dan bahagia. Sebaliknya jika ia kafir dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang terlarang, ia akan mengalami kehidupan yang sengsara di akhirat nanti.

Pada akhir ayat ini, Allah memperingatkan kepada orang-orang musyrik agar mengetahui hakikat hidup. Andaikata mereka mendalami dan mengetahui hal itu, tentu mereka tidak akan tersesat dan teperdaya oleh kehidupan dunia yang fana ini. Setiap orang yang berilmu dan mau mempergunakan akalnya dengan mudah dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara yang benar dan yang salah, dan sebagainya.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power os Spirituality

Posting Komentar

0 Komentar