Bagaimana Hukum Yoghurt Berbahan Karmin?


TintaSiyasi.com -- Membahas yoghurt berbahan karmin, Pengasuh Majelis Taklim Darul Hikmah Banjarbaru Ustaz M Taufiq NT berpendapat bahwa terkait karmin ini tidak terdapat dalam nash Al-Qur'an, walaupun tidak ada nash-nya tetap harus dihukumi. 

"Karena karmin itu tidak disebutkan dalam nash, maka para mujtahid harus berijtihad. Nah, bagaimana menghukuminya itu dilihat dari hewannya. Dan ternyata menurut para ahli baik dari MUI maupun NU bersepakat kalau karmin sejenis kutu busuk yang namanya cochineal," ungkapnya dalam Channel YouTube Khilafah News: Kerap Ditemukan di Yoghurt, Karmin Haram? (Senin, 2/10/2023). 

Lalu, menurut beliau barang-barang yang tidak disebutkan dalam nash termasuk dalam barang-barang yang khobais, sebagaimana Allah menyebutkan dalam surat Al-a'raf. 

"Nah, kalau dilihat secara klasifikasi, cochineal ini masuk dalam kategori hasyarat, masuk dalam grupnya cacing, ulat, kumbang, kutu hewan dan sebagainya," lanjutnya. 

Menurutnya, yang berbeda pendapat di kalangan ulama itu hasyaratnya. 
"Jika itu muncul dari sesuatu yang suci seperti ulat di dalam kacang panjang, bagaimana hukum ulat itu kalau termakan. Maka, itu dihukumi halal," jelasnya. 

"Tetapi jika ulatnya itu dikumpulkan terus diberi tepung bumbu kemudian digoreng, nah itu para ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama menyatakan haram," ungkapnya. 

Dia melanjutkan, adapun karmin yang asalnya dari hewan cochinial itu termasuk hasyarat sehingga wajar ketika ada yang satu mengatakan halal dan lainnya mengatakan haram. 

"Namun dari sisi kenajisannya, hewan yang tidak ada darah mengalirnya itu dihukumi tidak najis, tetapi tidak najis itu bukan berarti otomatis halal dimakan, misal ada kecoa mati itu tidak najis tetapi bukan berarti kecoa itu langsung boleh dimakan, ndak begitu yah," paparnya. 

Ia menjelaskan, agar tidak menimbulkan keraguan pada masyarakat terhadap produk yang dikonsumsi, harus ada perlindungan dari negara sebagaimana dalam sistem Islam, rakyatnya akan dididik untuk mengkonsumsi yang halal kemudian dibuatkan regulasi hukumnya lalu yang melanggar akan diberi sanksi. 

"Otomatis dengan perlindungan secara tersistem ini akan membuat masyarakat tenang dalam mengkonsumi makanan," tutupnya.[] Emmy

Posting Komentar

0 Komentar