Allah Pengatur Semua Rezeki Makhluk-Nya


TintaSiyasi.com -- Sobat. Rezeki itu sebabnya satu semata-mata berasal dari Allah SWT. Namun al-hal (kondisi) bagaimana kita menjemput rezeki itulah pilihan kita apakah dengan cara yang halal berpahala dapat juga rezekinya, dengan cara yang haram dapatkan juga rezekinya atau hanya tidur-tiduran dapat juga rezekinya. 

Lha dalam menjemput rezeki atau al-hal ini ladang amal sholeh kita dan akan dihisab oleh Allah SWT. Dan sungguh Allah lah yang mengatur semua rezeki makhluk-Nya sebagaimana firman Allah :

۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ  

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud (11) : 6).

Sobat. Binatang-binatang yang melata, yang hidup di bumi yang meliputi binatang yang merayap, merangkak, atau pun yang berjalan dengan kedua kakinya, semuanya dijamin rezekinya oleh Allah. 

Binatang-binatang itu diberi naluri dan kemampuan untuk mencari rezekinya sesuai dengan fitrah kejadiannya, semuanya diatur Allah dengan hikmat dan kebijaksanaan-Nya sehingga selalu ada keserasian. 

Sobat. Jika tidak diatur demikian, mungkin pada suatu saat ada binatang yang berkembang-biak terlalu cepat, sehingga mengancam kelangsungan hidup binatang-binatang yang lain, atau ada yang mati terlalu banyak, sehingga mengganggu keseimbangan lingkungan. 

Jika ada sebagian binatang memangsa binatang lainnya, hal itu adalah dalam rangka keseimbangan alam, sehingga kehidupan yang harmonis selalu dapat dipertahankan.

Allah mengetahui tempat berdiam binatang-binatang itu dan tempat persembunyiannya, bahkan ketika masih berada dalam perut induknya. Pada kedua tempat itu, Allah senantiasa menjamin rezekinya dan semua itu telah tercatat dan diatur serapi-rapinya di Lauh Mahfudh, yang berisi semua perencanaan dan pelaksanaan dari seluruh ciptaan Allah secara menyeluruh dan sempurna.

Sobat. Dikisahkan suatu hari Nabi Sulaiman duduk di pinggir danau. Sejurus kemudian, beliau melihat seekor semut membawa sebiji gandum. Nabi Sulaiman terus memperhatikan semut yang menuju tepi danau. 

Tanpa diduga ada seekor katak yang keluar dari dalam air lalu berenang menepi ke pinggir danau. Ia membuka mulutnya dan si semut tadi masuk ke dalam mulut si katak. Kemudian katak tadi menyelam ke dasar danau dalam waktu yang cukup lama.

Sementara Nabi Sulaiman memikirkan peristiwa barusan, si katak keluar dari dalam air dan menepi ke bibir danau seraya membuka mulutnya. Lalu si semut yang tadi keluar, sementara biji gandum yang dibawanya sudah tidak ada lagi bersamanya.

Nabi Sulaiman makin heran dengan apa yang dilihatnya. Lalu, beliau memanggil semut dan menanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukannya, “Wahai semut, apa yang kamu lakukan selama berada di mulut katak?”

“Wahai Nabiyullah, sesungguhnya di dasar danau terdapat sebuah batu yang cekung berongga, dan di dalam cekungan berongga itu ada seekor cacing yang terjebak di dalam batu itu.”

“Cacing tersebut tidak kuasa keluar dari cekungan batu itu untuk mencari penghidupannya. Dan sesungguhnya Allah telah mempercayakan kepadaku sehingga katak ini membawaku kepadanya, maka air ini tidaklah membahayakan bagiku. Sesampainya di batu itu, katak ini meletakkan mulutnya di rongga batu itu, lalu aku pun dapat masuk ke dalamnya.” Kata semut

“Setelah aku menyampaikan rezeki kepada cacing itu, aku keluar dari rongga batu itu kembali ke mulut katak ini, kemudian katak ini mengembalikanku ke tepi danau.” Subhaanallah !

Nabi Sulaiman lalu bertanya, "Apakah kamu mendengar suara tasbih cacing itu?” “Ya Aku mendengarnya.” Ucap semut. “Apa yang ia ucapkan dalam tasbihnya?” Nabi Sulaiman penasaran.

Sang semut melanjutkan, “Cacing itu mengucapkan, “Ya man la yansani fi jaufi hadzihi bi rizqika, la tansa ‘ibadakal mu’minina bi rahmatik.” (Wahai Zat yang tidak melupakan aku di dalam danau yang dalam ini dengan rezeki-Mu, jangalah engkau melupakan hamba-hamba-Mu yang beriman dengan rahmat-Mu.”

Allah SWT berfirman :

مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ 

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah (2) : 245)

Sobat. Diriwiyatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Abi hatim, dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Umar ketika turun ayat 261 surah al-Baqarah yang menerangkan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan 7 tangkai; pada tiap-tiap tangkai berisi seratus biji, maka Rasulullah saw memohon, "Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu bagi umatku (lebih dari 700 kali).

Setelah dikisahkan tentang umat yang binasa disebabkan karena ketakutan dan kelemahan kayakinan, maka dalam ayat ini Allah menganjurkan agar umat rela berkorban menafkahkan hartanya di jalan Allah dan nafkah itu dinamakan pinjaman. Allah, menamakannya pinjaman padahal Allah sendiri maha kaya, karena Allah mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia; hanya segolongan kecil saja yang rela berbuat demikian. 

Hal ini dapat dirasakan di mana seorang hartawan kadang-kadang mudah saja mengeluarkan kelebihan hartanya untuk menolong kawan-kawannya, mungkin dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara kedudukan yang tinggi, terutama jika yang ditolong itu kerabatnya sendiri. 

Tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan agama dan memelihara keluhurannya serta meninggikan kalimah Allah yang di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri secara langsung di dunia, maka tidak mudah baginya untuk melepaskan harta yang dicintainya itu, kecuali jika secara terang-terangan atau melalui saluran resmi. 

Oleh karena itu, ungkapan yang dipergunakan untuk menafkahkan harta benda di jalan Allah itu sangat menarik, yaitu: "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, suatu pinjaman yang baik."

Sobat. Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan ikhlas semata-mata untuk mencapai keridaan Allah SWT swt. 

Allah menjanjikan akan memberi balasan yang berlipat ganda. Allah memberikan perumpamaan tentang balasan yang berlipat ganda itu seperti sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh tangkai padi, setiap tangkai berisi 100 butir, sehingga menghasilkan 700 butir. 

Bahkan, Allah membalas itu tanpa batas sesuai dengan yang dimohonkan Rasulullah bagi umatnya dan sesuai dengan keikhlasan orang yang memberikan nafkah.

Sobat. Allah SWT membatasi rezeki kepada orang yang tidak mengetahui sunatullah dalam soal-soal pencarian harta benda karena mereka tidak giat membangun di pelbagai bidang yang telah ditunjukkan Allah. 

Allah melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunatullah dan menggarap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil manfaatnya. 

Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya dalam kekuasaan Allah. Anjuran Allah menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya agar mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri akan bertambah banyaklah berkahnya. 

Kemudian Allah menjelaskan bahwa semua makhluk akan dikembalikan kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing. 

Sobat. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: "Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan sebaik-baiknya, maka Allah akan memberikan rezeki sebagaimana Dia berikan kepada burung, ia keluar pada waktu pagi dalam keadaan perut yang kosong dan pulang petang dengan perut kenyang." (HR. Ahmad).

Sobat. Sekali lagi tidak ada keraguan atas kehendak-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang beriman yang dilimpahkan rezeki yang halal dan berkah.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power of Spirituality

Posting Komentar

0 Komentar