Harga BBM Naik, Said Didu: Sensitivitas Pemerintah Sangat Rendah


TintaSiyasi.com -- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi di seluruh SPBU di Indonesia mulai 1 September 2023, dinilai mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dr. Ir. Muhammad Said Didu, M.Eng. menunjukkan sensitivitas pemerintah sangat rendah.

"Sensitivitas pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat dalam menentukan kebijakan itu sangat-sangat rendah," tuturnya dalam video Sstt... Sibuk Copras-Capres! Said Didu Bongkar Ada Ancaman Besar Ini untuk Rakyat Kecil! Waspada! di kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, 9 September 2023.

Sekalipun yang mengalami kenaikan harga jenis BBM non-subsidi, namun menurutnya, pemerintah telah mengabaikan kepentingan rakyat, abai dari memperhitungkan dampak kerugian yang menimpa masyarakat akibat kenaikan harga BBM.

Menurutnya, kenaikan harga BBM semestinya bukan persoalan gampang karena dampaknya sangat besar. Selain dampak langsung akan dirasakan masyarakat, dampak tak langsung juga harus ditanggung masyarakat karena ongkos industri akan naik sehingga harga produk naik, inflasi pun ikut naik. 

Karena itu, dia mengatakan, biasanya selalu ada kebijakan afirmatif lain seperti bantuan sosial untuk memenuhi kerugian masyarakat akibat kenaikan BBM. Akan tetapi, menurutnya, saat ini pemerintah mengabaikan langkah-langkah tersebut. 

"Mulai berubah, dulu seluruh BBM masuk subsidi. Kemudian dipisahkan dan dikurangilah BBM bersubsidi. Kemudian, yang dibahas hanya BBM bersubsidi dan dibiarkan dia berlaku berlaku harga pasar," bebernya.

Pengabaian tersebut menurutnya lantaran BBM nonsubsidi telah diserahkan kepada mekanisme pasar, meskipun realitasnya saat ini BBM nonsubsidi lebih besar persentasenya. "Kita ingat dulu bahwa BBM subsidi saat itu mungkin mencapai 60—70%. hanya 30% yang BBM komersial yang istilahnya mengikuti harga pasar. Sekarang, sepertinya BBM bersubsidi tinggal hanya 10%, BBM tidak bersubsidi yang 90%," imbuhnya.

DPR Tidak Berfungsi 

Tidak hanya mengkritik pemerintah yang telah mengabaikan kepentingan rakyat dalam kebijakannya menaikkan harga, Said Didu juga menyayangkan sikap DPR yang menurutnya diam seribu bahasa atas kenaikan harga BBM, wakil rakyat tidak menjalankan fungsinya melindungi rakyat dari kebijakan yang merugikan rakyat.

"Saya katakan DPR sama sekali tidak berfungsi untuk melindungi rakyat dari kebijakan yang merugikan rakyat. Sama sekali tidak berfungsi," sesalnya.

Menurutnya, kenaikan BBM suatu yang sangat krusial sehingga membutuhkan pembahasan yang sangat panjang dengan memperhitungkan semua dampak yang mungkin terjadi akibat kenaikan harga, sebelum akhirnya dibahas dalam sidang kabinet. 

Karena itu, menurutnya, DPR yang menjadi penyambung lidah rakyat mestinya menggunakan kewenangannya untuk mempertanyakan kepada pemerintah soal kenaikan harga BBM, terlebih dengan kenaikan yang cukup besar hingga 20% di saat harga minyak mentah dunia masih di kisaran 80 dolar AS serta kurs rupiah yang relatif stabil.

Said Didu berharap Komisi VII DPR RI bisa membuka struktur harga yang dibuat pemerintah sehingga dapat diketahui penyebab kenaikan yang cukup besar ini terjadi.

"Kita lihat aja, ada yang naik sampai 20 persen, lo, jenis BBM itu. Di mana alasannya naik 20 persen sementara minyak tidak naik, kurs tidak terlalu besar? Ada apa? Apakah Pertamina sedang panen? Apakah kita rakyat ini disuruh 'menyumbang' lewat BBM?" pungkasnya. [] Saptaningtyas

Posting Komentar

0 Komentar