Cara Orang Tua Agar Anak Siap Mengemban Taklif Hukum


TintaSiyasi.com -- Pemerhati Keluarga dan Generasi Ustazah Dedeh Wahidah Ahmad membeberkan bagaimana cara orang tua agar anak siap mengemban taklif.

"Orang tua harus memberitahukan kepada anak-anaknya agar mereka siap mengemban taklif," tuturnya dalam Tsaqafah Islam bertema Agar Anak Siap Mengemban Taklif di kanal YouTube Muslimah Media Center, Ahad (17/9/2023).

Ia mengatakan, banyak orang tua yang menginginkan dan mengharapkan anaknya shalih dan shalihah ketika menginjak masa balig dan siap menghadapi konsekuensi dari balig, yaitu siap untuk mengemban taklif hukum.

"Sehingga, anak-anak yang sudah balig itu bisa menjauhkan yang diharamkan oleh Allah SWT dan menjalankan apapun yang diwajibkan oleh-Nya. Serta melaksanakan amalan-amalan sunnah serta menjauhkan atau menjaga diri dari sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT sekalipun itu makruh," jelasnya.

Dengan kata lain, menurutnya bahwa orang tua berharap keturunan atau generasinya siap untuk taat syariat.

"Namun, kalau melihat realitas sekarang, baik orang tua maupun siapapun merasa sangat miris. Generasi muda kita yang makin nekat, makin terbiasa untuk melakukan kemaksiatan berbagai pelanggaran yang dulu mungkin tidak terpikir bisa dilakukan oleh generasi muda, bahkan oleh anak-anak, sekarang justru seringkali terjadi pelaku dan korban adalah anak-anak yang masih belia, bahkan mungkin masih SD. Seperti pembunuhan, bully, tawuran, seks bebas, dan lain sebagainya dilakukan bukan oleh orang yang berusia tua, tetapi justru oleh orang-orang yang boleh jadi secara fisik dan biologis baru menginjak dewasa," imbuhnya.

Ustazah menyayangkan, hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan harapan bahwa orang tua ingin memiliki generasi yang shalih dan shalihah. kalau di dalam bahasa Al-Qur'an adalah generasi khairu ummah, yakni generasi yang siap untuk taat kepada penciptanya, generasi yang siap taat mengikuti sunnah Rasul-Nya, generasi yang siap menjadi penolong ayah ibunya, generasi yang siap menyebarkan kebaikan di tengah-tengah umat.

"Menghadapi realita seperti ini, tentu kita sebagai orang tua tak boleh mundur dan terus berada di dalam kekecewaan. Namun, kita harus segera bangkit dan harus sudah berpikir, bagaimana dan apa yang harus dilakukan supaya generasi kita yang akan datang, memang menjadi generasi yang siap untuk mengemban taklif," tegasnya.

Ia menyebut, untuk melahirkan generasi yang demikian, bukanlah khayalan dan bukan mimpi. Bahkan, sudah tercatat dalam sejarah bahwa generasi-generasi terbaik ahli tafsir banyak sekali dari generasi muda. Misalkan ahli fikih Imam Syafi'i sudah hapal Al-Qur'an di usia 14 tahun, beliau sudah menjadi Mufti. Imam Al-Ghazali, Muhammad Al-Fatih pada usia 24 tahun sudah memimpin ribuan tentara dan mampu menundukkan Benteng Konstantinopel. Kenapa itu bisa terjadi? Yang paling penting yang harus diketahui oleh orang tua bahwa masa balig bukan sekadar fisik dan bukan juga secara instan, tetapi itu sesuatu yang harus kita siapkan karena itu merupakan proses yang harus dilewati, yakni proses pendidikan, proses tatskif yang harus kita lakukan, baik di dalam keluarga, di sekolah maupun di dalam lingkungan masyarakat.

"Lantas, apa yang harus kita lakukan? Seseorang bisa memilih sesuatu yang benar atau meninggalkan yang salah, tentu diawali oleh pemahaman yang benar, dan pemahaman itu harus dilewati lewat proses pendidikan yang benar kepada generasi Muslim," ujarnya.

Ustazah menjelaskan, adapun hal yang harus dilakukan oleh orang tua adalah, pertama, pendidikan keimanan akidah, bagaimana anak-anak kita memahami siapa dirinya bahwa ia hadir di dunia bukan karena alam, tetapi karena ia diciptakan oleh Allah SWT. Karena Dia pencipta kita, maka ada tanggung jawab, ada kewajiban yang harus diberikan oleh siapapun yang merasa sebagai makhluk-Nya, maka dia harus taat kepada Allah.

"Kemudian berikutnya masih masalah keimanan, harus dipastikan bahwa anak-anak, yakni generasi muda kita memahami pemahaman yang benar tentang kehidupan ini atau apakah mereka seperti liberal kapitalis yang memahami bahwa kehidupan ini adalah semata-mata untuk menikmati berbagai kesenangan hidup, bebas tanpa aturan karena kehidupan ini tergantung kepada diri kita," terangnya.

Atau ia menyebut, sebaliknya, dia memiliki pemahaman bahwa kehidupan ini adalah amanah dari Allah, kehidupan ini adalah waktu kita untuk beramal yang sesuai diperintahkan oleh Allah, kehidupan ini untuk mempersembahkan ketaatan kepada Allah sehingga kita bisa mendapatkan nilai ibadah, dan kehidupan ini ada batasnya. Siapapun dan selama apapun dia hidup di dunia, pasti ada ujungnya. Ketika kematian itu tiba, dan kita harus memastikan ini masalah keimanan bagaimana dia memahami kehidupan setelah kehidupan di dunia ini.

"Apakah seorang anak mempunyai pemahaman seperti orang-orang Ateis atau seperti orang-orang yang tidak beriman kepada hari kemudian. Mereka tidak meyakini adanya kehidupan setelah dunia ini dan tidak percaya adanya akhirat, maka mereka tidak takut untuk melakukan pelanggaran apapun di dunia ini," imbuhnya.

Kedua, kita sebagai orang tua harus memastikan bahwa anak-anak kita mengetahui dan mampu memahami bahwa aturan Allah yang benar. Hanya syariah Allah yang akan menyelamatkannnya. Tanpa syariah, maka hidup ini akan sesat dan mencelakakan kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 

"Maka, sebagai orang tua, kita tidak boleh lengah untuk menanamkan aturan syariat kepada anak kita, dan menjauhkan pemahaman-pemahaman liberal kapitalistik," lugasnya.

Ia mengungkapkan, mereka menggencarkan serangan-serangan dengan mengatakan bahwa hidup harus sesuai dengan hak asasi manusia. Penentu benar salah yakni karena seseorang menyukai perbuatan tersebut, dan itu disebut liberalisme.

"Maka dari itu, keluarga Muslim harus menghindari pemahaman liberalisme, yaitu dengan mengajarkan syariat. Orang tua yang tidak mengajarkan syariat, maka layak nanti mereka di akhirat bertanggung jawab, tandasnya," [] Nurmilati

Posting Komentar

0 Komentar