Kiai Shiddiq: Membuat Patung Itu Haram, Baik Disembah Maupun Tidak


TintaSiyasi.com -- Merespons ramainya perbincangan publik terkait proyek pembangunan patung Soekarno di kawasan Bandung, Ahli Fiqih Islam, K.H. Muhammad Shiddiq al-Jawi menegaskan bahwa membuat patung, baik disembah maupun tidak, hukumnya haram. 

"[Membuat] patung itu haram, baik disembah maupun tidak," tegasnya dalam Program Live Fokus di YouTube UIY Official: 10 Triliun Patung Soekarno, Apa Perlunya?, Ahad (20 Agustus 2023).

Ia menjelaskan, dalil haramnya membuat patung, berdasarkan sabda Rasulullah SAW "Barang siapa yang membuat patung, lukisan, tapi bentuk makhluk yang bernyawa, maka Allah akan menyiksa yang membuat patung atau gambar makhluk yang bernyawa tadi,".

"Andai kata tidak disembah (patung) tetap haram, jadi jangan menganggap kalau enggak disembah itu enggak apa-apa, baru kalau disembah haram, nah ini tidak sesuai dengan hadist nabi yang tadi," imbuh Kiai Shiddiq.

Kemudian, lanjutnya, pun para ulama sepakat mengharamkan patung. "Dalam kitab yang berjudul Syaksiyah Islamiyah, Imam Taqiyuddin An-Nabhani men-syarah bahwa membuat patung atau lukisan dari makhluk bernyawa itu adalah haram karena dengan pendapat jumhur atau mayoritas ulama bahwa hadist-hadist ini tidak mempunyai alasan hukum tertentu, misalnya apakah itu karena haram untuk disembah. Namun, sekadar membuat patung, itu hukumnya adalah haram. Jumhur ulama mengharamkan membuat patung. Patung siapa saja, sebenarnya, tidak hanya patung Bung Karno, patung Bung Hatta, patung Pangeran Diponegoro, patung siapa pun," tandasnya. 

"Adanya nash hadits yang telah jelas mengharamkan membuat patung tersebut adalah satu di antara dua alasan haramnya patung. Hal itu dikarenakan tasyabbuh bil kuffar (menyerupai atau meniru-niru tradisi orang kafir). Itu jelas sekali," tegasnya.

Ia menjelaskan, sebagaimana yang telah diingatkan oleh Rasulullah SAW  tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir) bukan hanya merusak akidah atau keimanan seorang Muslim, tetapi  sudah termasuk dalam golongan orang kafir. 

"Menyoal pembuatan patung, sebenarnya merupakan tradisi yang sudah cukup lama. Di dalam sejarah Nabi Ibrahim pun, sudah ada patung-patung (tradisi kaum pada waktu itu). Dalam Al-Qur'an, sudah dikisahkan Nabi Ibrahim kemudian menghancurkan patung-patung itu. Selain itu, kaum Nasrani  dan kaum komunis juga membuat patung para tokohnya, seperti Lenin dan Stalin," jelasnya.

Sehingga katanya, ini tradisi orang kafir. Jadi, bagi umat Islam ketika orang Islam membuat patung, mungkin bisa jadi yang membuat swasta dan swasta itu mungkin yang membuat seniman non-muslim. Namun, ini kan di masyarakat muslim kan, Jawa Barat mayoritas Islam, ya? Indonesia mayoritas Islam jadi tidak bisa dibiarkan ada perbuatan tasyabuh bil kuffar meniru-niru tradisi orang kafir.

"Umat Islam harusnya senantiasa melakukan penolakan dalam proyek pembuatan patung ini dengan argumentasi agama. Dan ini terus kita serukan penolakan pembangunan patung. Alasan utamanya adalah alasan agama, alasan syariah yang hukumnya haram," tegasnya. 

Marhaenisme

Menurut Kiai Shiddiq, pembuatan patung-patung tokoh pahlawan di Indonesia memang bukan kali pertama, ada konteks politik di balik proyek patung Soekarno ini. Soekarno adalah tokoh pemikir yang kental dan berpengaruh. 

"Ada konteks politiknya sekarang itu. Kalau sekarang orang mau membangun patung Pangeran Diponogoro atau apa pun itu, konteks politiknya udah lewat. Enggak ada urgensinya lagi. Berbeda dengan Soekarno. Ketika Soekarno patungnya dibesarkan, Soekarno itu dia punya pikiran soalnya. Dia punya paham yang namanya Marhaenisme dan itu sebenarnya Marxisme yang dipahami Bung Karno. Sebenarnya, versi lain dari Marxisme," bebernya.

Kiai melihat, Marxisme yang dipelajari Soekarno, kemudian ditafsirkan untuk konteks Indonesia. "Ketika patung-patung itu dibuat, risiko pemikiran pemikirannya akan senantiasa dikenang oleh orang-orang. Padahal pikiran Soekarno itu cuma Marxisme yang sudah dimodif untuk konteks Indonesia. Dan pembuatan patung Soekarno akan melestarikan pemikirannya dan akan mengarah pada konteks politik yang signifikan dengan Cina. 

"Ketika patung itu dibuat dengan tujuan simbolis bahwa pemikiran Marxisme itu akan disuburkan lagi, mungkin tidak dengan nama Marxisme, tetapi mungkin dengan nama Marhaenisme atau dengan nama yang lain. Iini akhirnya sejalan dengan situasi politik sekarang. Mau tidak mau rezim yang sekarang itu adalah proksi daripada Cina, nanti akan kita temukan rantai hubungan politiknya," pungkasnya. []Tenira

Posting Komentar

0 Komentar