Demokrasi Menggunakan Hukum sebagai Alat Pelindung Kepentingan dan Kekuasaan


TintaSiyasi.com -- Banyaknya kasus hukum yang tajam ke atas dan tumpul kebawah, Direktur Eksekutif Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, M.Si., mengatakan dalam sistem demokrasi partai, pengusa, atau politisi yang sedang berkuasa, memiliki kepentingan-kepentingan politik untuk bisa menggunakan hukum sebagai alat perlindungan untuk kekuasaan.

"Jadi saya lihat justru di dalam sistem demokrasi yang berbiaya tinggi, partai atau pengusa maupun politisi yang sedang berkuasa itu memang memiliki kepentingan-kepentingan politik yang tinggi untuk bisa menggunakan hukum sebagai alat perlindungan atau bangker untuk kekuasaan," tuturnya dalam acara [LIVE] Perspektif: Buron KPK Harun Masiku di Indonesia, Bisa kah Ditangkap? Di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Rabu (9/8/2023).

Kemudian, ia mengatakan, mungkin juga untuk melakukan penyerangan kepada lawan-lawan politik. "Jadi ini akhirnya hukum tidak digunakan menegakkan keadilan tetapi bisa digunakan alat perlindungan dan alat menyerang lawan-lawan politik," sambungnya.

Ia menegaskan, inilah praktik penegakan hukum yang sangat tidak ideal sangat buruk dipraktikan dalam rezim saat ini. 

"Bagaimana hukum itu sangat tunduk dan dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik walaupun kita tau bahwa hukum itu sebenarnya produk politik tetapi dalam konteks penerapannya hukum lebih sering digunakan untuk kepentingan politik daripada untuk menegakkan keadilan di tengah-tengah publik," paparnya.

Oleh karenanya, ia menilai, jika publik berharap Harun Masiku bisa dituntaskan korupsinya ini faktor kecil. Cuma memang Harun Masiku memberikan implikasi besar kepada politik kekuasaan terutama partai yang sedang berkuasa sehingga nampak begitu rumit.

"Begitu sulit untuk ditegakkan padahal seandainya Harun Masiku tidak terkait dengan partai yang berkuasa atau dengan pejabat-pejabat politik yang sedang berkuasa mungkin itu dengan cepat atau mungkin kalau Harun Masiku berada di pihak oposisi itu mungkin lebih cepat lagi," sambungnya.

Sehingga, ia menjelaskan, letak krusial penegakkan hukum dalam negara demokrasi yang konon negara hukum tetapi praktik hukumnya adalah tajam kepada lawan politik atau kepada oposisi dan tumpul kepada kawan-kawan sendiri.

"Lebih jelas dengan bahasa yang lebih sederhana bahwa hukum digunakan untuk membentengi dan melindungi kepentingan-kepentingan politiknya termasuk kawan-kawan atau relasinya dan sekaligus untuk melakukan serangan kepada lawan-lawan politik," ungkapnya.

Ia menilai bahwa banyak nuansa politiknya kasus-kasus hukum di Indonesia daripada upaya kepentingan penegakan hukum itu sendiri. 

"Para aktivis dengan mudah dikejar-kejar dengan UU ITE tetapi hal yang sama ketika pihak yang bersama atau pro penguasa tidak digunakan UU tersebut dengan seimbang ketika digunakan para aktivis," contohnya.

Kemudian ia mengingatkan, inilah efek dari sistem yang sedang digunakan yaitu sistem demokrasi liberal dengan biaya sangat tinggi. Dengan sistem tersebut bertebaran upaya lobi-lobi politik, dan yang pasti hukum bisa dibuat dalam sistem demokrasi untuk melindungi dan menjaga kepentingan politik dari para penguasa, dan juga untuk menyerang lawan-lawan politik mereka. 

"Ini yang terjadi saat ini dan sedang dipraktikan di negeri ini dengan gamblang dan terjadi di depan mata kita dan aromanya juga sangat tercium kuat di depan kita, tetapi lagi-lagi masyarakat tidak bisa punya daya kecuali menunggu pemilihan supaya menghukumi mereka agar tidak dipilih lagi," tegasnya.

Kemudian ia menjelaskan, tetapi faktanya tidak bisa dilakukan karena dalam pemilihan kepemimpinan dalam sistem demokrasi justru para calon pemimpin bukan juga rakyat yang menentukan, tetapi sudah ditentukan dan sudah dipilih oleh para oligarki politik maupun oligarki ekonomi yang kemudian rakyat disuruh memilih saja diantara yang ada.

"Jadi kalau nanti ada calon presiden, calon wakil presiden itu tentu bukan pilihan rakyat sendiri tetapi rakyat harus memilih apa yang sudah dipilihkan oleh kaum oligarki maupun para politisi yang tergabung dalam oligarki politik maupun oligarki ekonomi," terangnya.

Ia mengatakan, dari situ rakyat bisa melihat bahwa memang akhirnya hukum digunakan untuk melindungi kepentingan penguasa dan bukan untuk menegakkan keadilan. Bahkan lebih ironinya digunakan untuk menyerang lawan politik atau bahkan menyerang para aktivis yang mencoba untuk mengkritisi atau mencoba menyuarakan hak-hak keadilan masyarakat. 

"Dari situlah yang saya bilang bahwa inilah yang terjadi kezaliman yang luar biasa dan kasus Harun Masiku hanya salah satu bagian kecil dari praktik hal tersebut diantara banyaknya praktik buruk pemerintahan dan penegakan hukum di negeri ini salah satu bentuknya adalah ada kasus Harun Masiku," pungkasnya [] Alfia Purwanti

Posting Komentar

0 Komentar