Tiga Fondasi Tauhid dalam Al-Fatihah


TintaSiyasi.com -- Sobat. Surah Al-Fatihah  dibangun di atas sendi ilahiyyah, rububiyyah dan rahmah. Ayat “Kepada-Mu kami menyembah” didirikan atas dasar ilahiyyah. Ayat “Kepada-Mu kami meminta pertolongan” dibangun atas rububiyyah, dan meminta petunjuk kepada jalan yang lurus adalah sifat yang didasarkan kepada rahmah.

Sedangkan kata alhamd  memuat tiga hal bahwa Allah adalah yang terpuji ilahiyyah, rububiyyah dan rahmah-Nya. Pujian dan keagungan adalah kesempurnaan kekuasaan-Nya. Selain itu surah al-Fatihah menetapkan kenabian dari berbagai sudut pandang.

Pertama. Sobat. Allah SWT sebagai Tuhan Semesta Alam, tentu tidak pantas meninggalkan hamba-Nya dalam keadaan sia-sia, sehingga mereka tidak mengetahui apa yang bermanfaat apa yang bermanfaat dan berbahaya bagi hidupnya di dunia dan di akherat. Membiarkan manusia dalam kondisi seperti ini berarti merusak rububiyyah Allah dan menisbahkan Allah kepada sesuatu yang tidak pantas bagi-Nya.

Kedua. Sobat. Di antara Asma Allah adalah “Yang Disembah” (al-Ma’luh al-Ma’bud), dan tentu saja manusia tidak akan pernah mengetahui cara menyembah selain melalui pemberitahuan para Rasul-Nya.

Ketiga. Sobat. Asma Allah lainnya adalah “Maha Pengasih” (ar-Rahman). Berkat rahmat-Nya, Allah tidak membiarkan hamba-Nya dan member tahu mereka jalan menuju kesempurnaan. Siapa saja yang memahami secara benar makna ar-Rahman, dia  akan mengetahui bahwa di balik nama tersebut terkandung makna pengutusan para Rasul dan penurunan kitab suci. Pengertian ini lebih luar biasa disbanding sekadar memuat makna menurunkan hujan dan menumbuhkan biji-bijian. Efek rahmat Allah bagi kehidupan hati dan ruh itu jauh lebih besar daripada pengaruhnya bagi kehidupan jasmani.

Sobat. Jadi surah Al-Fatihah  mengandung tiga pondasi tauhid yang telah disepakati para Rasul  yakni  al-Tauhid al-‘Ilmi, karena surah ini berhubungan dengan beberapa informasi dari Allah dan pengetahuan, inilah disebut juga Tauhid al-Asma’ was Shifat.  Surah ini juga mengadung al-Tauhid al-Qashdi al-Iradi  karena surah ini berkaitan dengan tujuan dan kehendak. Dan itu ada dua macam yakni Tauhid ar-Rububiyyah dan tauhid fi al-ilahiyyah.

ٱلۡØ­َÙ…ۡدُ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ رَبِّ ٱلۡعَٰÙ„َÙ…ِينَ  

Segala Puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al-Fatihah (1) : 2).

Sobat. Pada ayat di atas, Allah memulai firman-Nya dengan menyebut "Basmalah" untuk mengajarkan kepada hamba-Nya agar memulai suatu perbuatan yang baik dengan menyebut basmalah, sebagai pernyataan bahwa dia mengerjakan perbuatan itu karena Allah dan kepada-Nyalah dia memohonkan pertolongan dan berkah. Maka, pada ayat ini Allah mengajarkan kepada hamba-Nya agar selalu memuji-Nya.

Al-hamdu artinya pujian, karena kebaikan yang diberikan oleh yang dipuji, atau karena suatu sifat keutamaan yang dimilikinya. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini dari Allah, sebab Dialah yang menjadi sumber bagi semua nikmat. Hanya Allah yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Karena itu Allah sajalah yang berhak dipuji. Orang yang menyebut al-hamdu lillah bukan hanya mengakui bahwa puji itu untuk Allah semata, melainkan dengan ucapannya itu dia memuji Allah.

Rabb artinya pemilik, pengelola dan pemelihara. Di dalamnya terkandung arti mendidik, yaitu menyampaikan sesuatu kepada keadaan yang sempurna dengan berangsur-angsur.

'Alamin artinya seluruh alam, yakni semua jenis makhluk. Alam itu berjenis-jenis, yaitu alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, alam manusia, alam benda, alam makhluk halus, umpamanya malaikat, jin, dan alam yang lain. Ada mufasir mengkhususkan 'alamin pada ayat ini kepada makhluk-makhluk Allah yang berakal yaitu manusia, malaikat dan jin. Tetapi ini mempersempit arti kata yang sebenarnya amat luas.

Dengan demikian, Allah itu Pendidik seluruh alam, tak ada sesuatu pun dari makhluk Allah yang terlepas dari didikan-Nya. Tuhan mendidik makhluk-Nya dengan seluas arti kata itu. Sebagai pendidik, Dia menumbuhkan, menjaga, memberikan daya (tenaga) dan senjata kepada makhluk itu, guna kesempurnaan hidupnya masing-masing.

Siapa yang memperhatikan perjalanan bintang-bintang, menyelidiki kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang di laut dan di darat, mempelajari pertumbuhan manusia sejak dari rahim ibunya sampai ke masa kanak-kanak, lalu menjadi manusia yang sempurna, tahulah dia bahwa tidak ada sesuatu juga dari makhluk Allah yang terlepas dari penjagaan, pemeliharaan, asuhan dan inayah-Nya.

Oleh karena itu, segala puji yang tak terhitung hanya milik Allah SWT yang sepadan dengan kesempurnaan sifat-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang sanggup membatasi kadar keterpujian sifat sempurna dan keagungan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Ya Allah, aku berlindung dengan Ridha-Mu dari murka-Mu, dengan ampunan-Mu dari adzab-Mu, dan dengan-Mu dari-Mu, aku tidak bisa menghitung pujianku kepada-Mu seperti Engkau memuji diri-Mu” (HR Muslim). Ini sebagai dalil Tauhid al-Asma’ wash-Shifat.

ٱلرَّØ­ۡÙ…َٰÙ†ِ ٱلرَّØ­ِيمِ  

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Sobat. Pada ayat dua di atas Allah SWT menerangkan bahwa Dia adalah Tuhan seluruh alam. Maka untuk mengingatkan hamba kepada nikmat dan karunia yang berlipat-ganda, yang telah dilimpahkan-Nya, serta sifat dan cinta kasih sayang yang abadi pada diri-Nya, diulang-Nya sekali lagi menyebut ar-Rahman ar-Rahim. Yang demikian dimaksudkan agar gambaran keganasan dan kezaliman seperti raja-raja yang dipertuan dan bersifat sewenang-wenang lenyap dari pikiran hamba.

Allah mengingatkan dalam ayat ini bahwa sifat ketuhanan Allah terhadap hamba-Nya bukanlah sifat keganasan dan kezaliman, tetapi berdasarkan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian manusia akan mencintai Tuhannya, dan menyembah Allah dengan hati yang aman dan tenteram, bebas dari rasa takut dan gelisah. 

Malah dia akan mengambil pelajaran dari sifat-sifat Allah. Dia akan mendasarkan pergaulan dan tingkah lakunya terhadap manusia sesamanya, atau terhadap orang yang di bawah pimpinannya, malah terhadap binatang yang tak pandai berbicara sekalipun, atas sifat cinta dan kasih sayang itu. Karena dengan jalan demikianlah manusia akan mendapat rahmat dan karunia dari Tuhannya.

Rasulullah bersabda:
Allah hanya sayang kepada hamba-hamba-Nya yang pengasih. (Riwayat at-Tabrani).

Orang-orang yang penyayang, akan disayangi oleh Allah yang Rahman Tabaraka wa Ta'ala.(Oleh karena itu) sayangilah semua makhluk yang di bumi, niscaya semua makhluk yang di langit akan menyayangi kamu semua. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud at-Tirmidzi dan al-hakim).

Rasulullah bersabda: 
"Siapa yang kasih sayang meskipun kepada seekor burung (pipit) yang disembelih, akan disayangi Allah pada hari Kiamat." (Riwayat al-Bukhari).

Maksud hadis yang ketiga ialah menggunakan aturan dan tata cara pada waktu menyembelih burung, misalnya memakai pisau yang tajam. Dapat pula dipahami dari urutan kata ar-Rahman, ar-Rahim, bahwa penjagaan, pemeliharaan dan asuhan Allah terhadap seluruh alam, bukanlah karena mengharapkan sesuatu dari alam itu, tetapi semata-mata karena rahmat dan kasih sayang-Nya.

Boleh jadi ada yang terlintas dalam pikiran orang, mengapa Allah membuat peraturan dan hukum, dan menghukum orang-orang yang melanggar peraturan itu? Pikiran ini akan hilang bila diketahui bahwa peraturan dan hukum, begitu juga azab di akhirat atau di dunia yang dibuat Allah untuk hamba-Nya yang melanggar tidaklah berlawanan dengan sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena peraturan dan hukum itu rahmat dari Allah demi untuk kebaikan manusia itu sendiri. Begitu pula azab dari Allah terhadap hamba-Nya yang melanggar peraturan dan hukum itu sesuai dengan keadilan-Nya. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar