Menolak Konser Coldplay: Mewaspadai Kampanye L68T dan Ateisme


TintaSiyasi.com -- "Dasar lu ribet. Mereka ikut konser dan bikin konser gak pakai duit lu. Kenapa lu yang ribet? Kenapa lu tolak-tolak segala konser Coldplay?" cetus netizen tanggapi penolakan konser Coldplay. Rencana tur grup musik asal Inggris ini menuai penolakan. Pasalnya Chris Martin vokalis grup band Coldplay diduga seorang LGBT dan ateis. Dikhawatirkan berpotensi membawa kampanye LGBT, konser tersebut menuai penolakan dari beberapa pihak. 

Penolakan tersebut tidak hanya datang dari PA 212 Novel Bamukmin, tetapi juga dari politisi Malaysia Nasrudin Hassan. Di akun Facebook-nya, ia mengunggah foto Chris Martin yang sedang memegang bendera pelangi ketika ia konser. "Coldplay adalah sekutu kepada komuniti LGBTQ+. Sejak awal kejayanya, Chris Martin telah menyokong hak gay. Dia sering mengibarkan bendera LGBT di konser Coldplay. Pertunjukan half time Super Bowlnya dinamakan sebagai salah 1 momen LGBT terbesar oleh The Advocate," cuit akun Twitter @nasr_al*, dikutip Sindonews.com pada Sabtu (13/5/2023).

Namun, berbeda dengan Mahfud MD, justru ia akan menyiapkan keamanan ketika ditolak PA 212. Ia menganggap, konser tersebut hanya hiburan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, ini mengatakan, "Ini kan hiburan, gak apa-apa sih, ya nonton aja, kalau mau nonton, saya kira aparat keamanan juga saya siapkan," katanya dalam cuplikan video Musyarah Narasi 16 Mei 2023 yang dikutip suara.com. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berharap adanya konser tersebut mampu mendongkrak perekonomian negeri. Sungguh ironi pejabat negeri ini, bukannya mewaspadai tetapi malah memberikan panggung terhadap pendukung LGBT tersebut.

Mewaspadai Propaganda LGBT di Balik Penyelanggaraan Konser Coldplay

Kekhawatiran beberapa tokoh Islam muncul karena ulah Chris Martin sendiri. Ia salah satu tokoh pendukung hak-hak kaum sodom, bahkan, Chris sempat membawa bendera pelangi dalam konsernya. Dikutip dari Sindonews.com (16/5/2023), dalam beberapa konsernya, Chris Martin sempat membawa bendera pelangi LGBT, misalnya saat di London, Inggris. Tak ayal, vokalis band Coldplay ini dikenal sebagai salah satu musisi dunia pendukung LGBT. Pada tahun 2019, dia berbagi kepada Rolling Stone tentang masa kecilnya yang "penuh dengan homofobia" saat dibesarkan dalam keluarga Kristen yang konservatif. Namun, dia akhirnya sampai pada pemahaman pada usia 15 tahun bahwa menjadi seorang gay bukanlah akhir dari segalanya.

Hari ini kaum LGBT memang minta diakui keberadaanya, penyimpangannya dinormalisasi, dan meminta legitimasi hubungan sesama jenis yang mereka lakukan. Oleh karenanya, wajar jika umat Islam menolak konser Coldplay karena beberapa hal sebagai berikut. Pertama, jika konser ini tetap berjalan, pemerintah seolah-olah memberikan panggung bergengsi di negeri ini untuk pendukung LGBT. Padahal dalam Islam, LGBT haram dan tidak ada satu agama pun yang menghalalkan LGBT kecuali ideologi kapitalisme liberal sehingga wajar jika konser ini tidak dilaksanakan. 

Kedua, Indonesia adalah negar yang beradab dan berbudi luhur, memiliki nilai-nilai keislaman yang sangat kental dalam sejarahnya, maka jangan karena nama kebebasan membiarkan grup musik yang mendukung LGBT dibiarkan berlangsung. Sikap Indonesia harus jelas terhadap pelaku LGBT, jangan abu-abu, karena ini masalah haram. Jika Indonesia memberikan panggung terhadap pendukung LGBT, maka ini sangat bertentangan dengan falsafah hidup negeri ini, kecuali jika memang Indonesia telah menerima pandangan hidup kapitalisme sekuler.

Ketiga, jangan karena meningkatkan pemasukan negara konser ini diselenggarakan. Apa tidak ada cara lain untuk mendapatkan pemasukan kecuali dengan menyelenggarakan konser yang nirfaedah ini? Seharusnya Indonesia bisa mengelola sumber daya alam yang melimpah di negeri ini. Salah siapa SDA di negeri ini dikapitalisasi ke asing? Walhasil, rakyatnya cuma gigit jari bagaikan mati di lumbung padi.

Oleh karena itu, sebagai pemerintah yang baik seharusnya membatalkan konser Coldplay, bukan malah mencari-cari pembenaran untuk menyelenggarakan konser Coldplay yang berbiaya tinggi di kala rakyat sedang berjuang hidup menghadapi ancaman kemiskinan sistemis karena sistem ekonomi kapitalisme.

Dampak terhadap Politik dan Ekonomi Apabila Konser Coldplay Tetap Diselenggarakan

Konser Coldplay ini digadang-gadang Sandiaga Uno bisa meningkatkan ekonomi negeri. Ia melihat dari pemesanan tiket hotel di sekitar Gelora Bung Karno (GBK) sudah 90% terjual ludes dan ia berharap UMKM dapat memanfaatkan momen ini untuk memproduksi suvenir dan sebagainya. Dikutip dari CNBCIndonesia.com (16/5/2023), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno menyebut reservasi hotel di sekitar kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) sudah terisi lebih dari 90% pada tanggal 15 November 2023 atau tepatnya pada saat konser band asal Inggris, Coldplay mengadakan konser. Sementara, untuk reservasi hotel di luar kawasan GBK, dia menyebut sudah berada di angka 50% pada periode yang sama.Benarkah dugaan Uno? 

Pertama. Keuntungan yang didapatkan sejatinya tidak signifikan. Benarkah penyelenggaraan konser tersebut membawa dampak positif terhadap ekonomi negeri? Ataukah hanya segelintir kapitalis yang mendapatkan keuntungan diadakannya konser tersebut? Sejatinya cukup dangkal sekali mengharapkan keuntungan dari diadakannya konser tersebut. Karena yang untung besar adalah grup musik itu sendiri, kita hanya dijadikan lahan mereka mendapatkan uang ketika menyelenggarakan konser. Keuntungan yang didapatkan Indonesia tidak sebanding dengan yang mereka dapatkan. 

Seharusnya jika mau berpikir cemerlang dan ingin mendapatkan keuntungan besar, setop dan sudahi kapitalisasi sumber daya alam. Negara wajib mengelola sendiri dan jangan diliberalisasi dari hulu dan hilir dalam pengelolaan SDA. Mengapa harus mengharap keuntungan receh dari konser grup musik asing sementara SDA yang bisa menjadi pundi-pundi uang meningkatkan kas negara justru diserahkan ke asing? Inilah kebodohan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, hak publik seperti SDA yang seharusnya dikelola negara diserahkan ke asing. Akibat dari itu semua, negara harus menarik banyak pajak demi aktivitas negara agar tetap berjalan. Salah satunya mendapatkan sedikit pemasukan dari terselenggaranya konser grup musik asing itu. Oleh karena itu, konser ini hanya akal-akalan kapitalis saja mengeruk uang dari kantong penggemar Coldplay.

Kedua. Dalam kacamata politik jika Indonesia memberi izin pendukung LGBT manggung di negeri ini itu sama saja memberi angin segar terhadap pelaku LGBT di negeri ini. Kaum sodom di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia sedang memperjuangkan haknya, yaitu keberadaan mereka diterima, bahkan dilegalisasi. Pengadaan konser ini sejatinya berpotensi ditunggangi oleh kaum LGBT tersebut. Padahal, seharusnya negeri ini bisa mengeluarkan undang-undang yang tegas terhadap pelaku penyimpangan seksual tersebut.

Penolakan konser ini sebenarnya tidak hanya soal LGBT saja, tetapi gaya hidup hedon, sekuler, dan liberal yang dibawa grup luar negeri ini harus diwaspadai. Karena yang terbukti merusak generasi muda hari ini adalah sekularisme dan liberalisme. Seolah-olah negara ini mandul melindungi generasi muda dari ancaman liberalisme. Negara hany garang terhadap isu radikalisme yang menyasar Islam, tetapi longgar terhadap hal-hal yang berbau kampanye liberalisme yang terus digencarkan Barat merusak generasi Islam. Oleh karena itu, jika penguasa peka seharusnya bisa berpikir visioner, tidak hanya memikirkan soal keuntungan saja.

Strategi Islam dalam Menyikapi Konser Musik Asing

Dalam Islam diatur soal warga negaranya dan warga negara asing. Tidak mudah membiarkan warga negara asing berseliweran keluar masuk di daulah Islam. Karena itu menyangkut kedaulatan dan kemuliaan negara Islam itu sendiri. Oleh karena itu, sikap Islam tegas terhadap pelaku maupun pendukung LGBT tidak akan diberi panggung di negeri Islam. Selain haram itu adalah ketentuan syariat. Apabila melanggar, sejatinya penguasa akan mendapatkan dosa jariyah terhadap apa yang mereka putuskan. 

Musik di dalam Islam memang mubah, tetapi jika di dalam lagu tersebut berisi syair-syair kemaksiatan ataupun kemungkaran negara memiliki proteksi untuk memfilter terhadap karya seni berupa musik tersebut. Berkarya seni dibolehkan, tetapi bukan berarti karena seni mereka tidak mengindahkan syariat. Justru dengan seni dijadikan untuk mengukuhkan dakwah agar syiar Islam cepat diterima umat. 

Utamanya lagu-lagu yang mengumbar syahwat dan yang mempromosikan pacaran, seharusnya jadi perhatian negara demi menjaga generasi muda. Generasi muda adalah aset, mereka yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa. Penjagaan kepribadian generasi dari pengaruh liberalisme dan sekularisme sangat penting. Selain itu, sudah saatnya negara ini membentengi generasi muda dengan pemikiran Islam dan diterapkan aturan Islam secara totalitas. Hanya Islam yang terbukti kuat dalam menghalau ancaman sekularisasi dan liberalisasi Barat hari ini.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama. Sebagai pemerintah yang baik seharusnya membatalkan konser Coldplay, bukan malah mencari-cari pembenaran untuk menyelenggarakan konser Coldplay yang berbiaya tinggi di kala rakyat sedang berjuang hidup menghadapi ancaman kemiskinan sistemis karena sistem ekonomi kapitalisme.

Kedua. Penolakan konser ini sebenarnya tidak hanya soal LGBT saja, tetapi gaya hidup hedon, sekuler, dan liberal yang dibawa grup luar negeri ini harus diwaspadai. Karena yang terbukti merusak generasi muda hari ini adalah sekularisme dan liberalisme. Seolah-olah negara ini mandul melindungi generasi muda dari ancaman liberalisme. Negara hany garang terhadap isu radikalisme yang menyasar Islam, tetapi longgar terhadap hal-hal yang berbau kampanye liberalisme yang terus digencarkan Barat merusak generasi Islam. Oleh karena itu, jika penguasa peka seharusnya bisa berpikir visioner, tidak hanya memikirkan soal keuntungan saja.

Ketiga. Dalam Islam diatur soal warga negaranya dan warga negara asing. Tidak mudah membiarkan warga negara asing berseliweran keluar masuk di daulah Islam. Karena itu menyangkut kedaulatan dan kemuliaan negara Islam itu sendiri. Oleh karena itu, sikap Islam tegas terhadap pelaku maupun pendukung LGBT tidak akan diberi panggung di negeri Islam. Selain haram itu adalah ketentuan syariat. Apabila melanggar, sejatinya penguasa akan mendapatkan dosa jariyah terhadap apa yang mereka putuskan.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo 

Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 17 Mei 2023, di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar