Inilah Perspektif Pendidikan Islam

TintaSiyasi.com — Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto mengemukakan, perspektif pandangan Islam tentang pendidikan. “Karena sebenarnya pendidikan itu perspektif, kita menggunakan tolok ukur Islam,” ungkapnya dalam Fokus to The Point: Ke mana Arah Pendidikan Indonesia, Rabu, 10 Mei 2023 di YouTube UIY Channel.

“Pendidikan perspektif itu artinya pasti kita bicara tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan, apa tujuan dari pendidikan dan lain sebagainya,” jelasnya. Ia melanjutkan, "Jika kita mengacu kepada ajaran Islam, maka yang dimaksud pendidikan di sana adalah usaha yang sistematis, terstruktur untuk membawa anak didik menjadi manusia-manusia yang mempunyai kompetensi atau karakter."

Ia menyebutkan tiga kompetensi yang di maksud yaitu: Pertama, ber-syakhsiyah atau berkepribadian Islam yaitu tampak cara berpikir dan perilakunya berdasarkan Islam. Kedua, mengenai tsaqofah Islam di antara yang paling sederhana adalah kemampuan membaca Al-Qur’an, memahami fiqih tentang makanan, minuman, berpakaian dan sebagainya.

Ketiga, menguasai ilmu kehidupan di dalamnya ada sains dan teknologi. “Di samping itu kalau kita bicara tentang tsaqofah, ini hari angka resmi yang dikeluarkan oleh PBS menyebut lebih dari 50 persen Muslim Indonesia tidak bisa membaca Al-Qur’an,” kutipnya.

Lalu ia menilai hasil pendidikan di Indonesia. Ini menunjukkan kegagalan pendidikan. “Di Indonesia angka buta huruf membaca Al-Qur’an tinggi 60 sampai 70 persen, ini menunjukkan kegagalan pendidikan jika kita pandang dari sudut pandang Islam tadi,” ungkap UIY, sapaan akrabnya, mempertajam penjelasannya.
 
Ia mempertanyakan, "Bagaimana bisa, peserta didik yang sudah sekolah 12 tahun dari SD sampai SMA itu tidak bisa membaca Al-Qur’an , ini berarti pendidikan tidak memperhatikannya." "Sederhananya, karena tidak diajari (baca Al-Qur'an) dan tidak masuk kurikulum, lalu kenapa tidak kembali kepada perspektif pendidikan tadi falsafah bahkan politik pendidikan dan ideologi pendidikan?” ujarnya.

“Itulah menunjukkan bahwa pendidikan itu tergantung dari perspektif kita, mau menggunakan tolok ukur apa? Sekuler? Kalau menggunakan tolok ukur sekuler pendidikan di Jepang dan negara-negara Barat sana dianggap berhasil,” cermatnya. 

Ia menambahkan, "Kalau menggunakan tolok ukur Islam, bagaimana pendidikan bisa dikatakan berhasil? Jikalau sekian lama belajar dan tidak mengenal Tuhan? Ini cara menilai yang tidak tepat bahwa kalau mau maju itu harus meninggalkan agama,” tegasnya.

Ia menjelaskan, padahal di dalam Al Qur’an ada satu sebutan ulil albab yang menggambarkan sosok manusia ideal yaitu orang yang seimbang dalam zikir dan pikirnya. "Zikir dalam seluruh keadaan, dan dia memegang seluruh penciptaan alam semesta ini. Di situlah sains dan teknologi itu sebagai hasil fikr bertemu dengan zikir merupakan buah tauhid. Karenanya Islam tidak akan pernah mengalami diktomi," tegasnya.

Ia mengatakan, semua itu dapat dibuktikan dalam sejarah peradaban Islam. Ia mencontohkan ilmuwan-ilmuwan dari dunia Islam seperti, al-Khawarizmi, Ibnu Hayan, dan sebagainya. “Jadi sosok ulil albab itulah yang dituju, ingin dicapai pendidikan sesuai dengan perspektif Islam, kalaupun dunia Barat dianggap maju pendidikannya, itu hanya sisi pikirnya saja,” tutupnya.[] Titin Hanggasari

Posting Komentar

0 Komentar