Sulit Wujudkan Target Kemiskinan Ekstrem Nol pada 2024: Inikah Keniscayaan Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme?

TintaSiyasi.com -- Kemiskinan ekstrem, atau kemiskinan absolut, adalah sejenis kemiskinan didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai suatu kondisi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primer manusia, termasuk makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi (Wikipedia). 

Kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini berada di level 3,2 persen. Dilansir dari CNN Indonesia (6-4-2023), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, "Kalau kami pakai angka US$2,15, maka target kemiskinan ekstrem itu yang sekarang ini ada di level 3,2 persen dan kami mungkin cenderung hanya bisa menurunkan ke 2,5 persen (pada 2024)," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (5/4). 

Menurut data, apabila pemerintah ingin menurunkan kemiskinan ekstrem di titik nol, maka pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan terhadap 5,6 juta orang pada 2024. Penurunan target tersebut, sesuai perkataan Kepala Bappenas, mengacu pada batas garis kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia, yakni penghasilan US$2,15 per atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS). Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengungkap bahwa target ambisius kemiskinan ekstrem 0 persen di 2024 perlu upaya effort. 

Di lain sisi, berdasarkan data CNBC Indonesia (7-4-2023), ada beberapa propinsi yang dinilai tajir terkategori upper middle income (berpendapat tinggi menengah), namun penduduknya timpang. Propinsi tersebut di antaranya Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Semua itu adalah provinsi penghasil batu bara dan crude palm oil (CPO) dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita pada 2022 di atas US$ 4.200. Indeks Gininya (tingkat ketimpangan) kira-kira sekitar 0,5. 

Inilah fakta ekonomi masyarakat dalam kehidupan kapitalisme, bahkan di tempat dengan kategori upper middle, penghasil batu bara dan CPO tinggi, tapi rakyatnya juga paling banyak miskin. Kemiskinan menjadi sebuah keniscayaan di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalisme.


Kemiskinan Ekstrem Keniscayaan di Tengah Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme 

Rasa pesimis pemerintah dalam penurunan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024 yang menjadi target ambisiusnya, ternyata juga dirasakan beberapa pakar ekonom. Sebagaimana diwartakan CNN Indonesia (23-2-2023), Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai upaya mengejar angka 0 persen kemiskinan ekstrem di tahun 2024 tidak mudah karena ada pergantian pemerintahan. 

Senada dengan pernyataan di atas, masih di laman yang sama, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kemiskinan ekstrem sulit ditekan karena masalah kerak kemiskinan bersifat struktural, seperti akses pendidikan hingga kesehatan. Di lain sisi, siklus ekonomi baru melalui proses pemulihan selepas pandemi Covid-19, lapangan kerja belum dalam kondisi optimal. Masalah pengendalian inflasi turut membuat penurunan angka kemiskinan lebih menantang. Sebagian besar penduduk miskin ada di sektor pertanian. Sehingga terdapat dua tekanan, yakni sebagai produsen mengalami kenaikan biaya produksi dan sebagai konsumen harga pangan yang mahal membuat pengeluaran meningkat. 

Rasa pesimis ini bukan tak berdasar, pada faktanya pemerintah dalam sistem ekonomi kapitalisme memang tak mampu menghasilkan anggaran besar sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sektor pajak sebagai sumber pendapatan terbesar negara dalam sistem ini tidak akan pernah mampu dan cukup mewujudkan upaya mengentaskan kemiskinan ekstrem. 

Persoalan utamanya lagi, dalam sistem ekonomi kapitalisme negara hanya menjelma sebagai regulator semata, tidak memiliki passion untuk mengurusi rakyatnya. Nampak nyata, negara sekadar memuluskan berbagai kepentingan kapitalis yang makin membuat rakyat kecil dan buruh kelimpungan menghadapi beban hidup sehari-hari. Bukan hanya membiarkan kekayaan milik rakyat dikuasai korporat, bahkan berbagai fasilitas umum pun dibiarkan dikangkangi mereka, berbagai komoditas barang dan jasa di bawah kendali mereka. Alhasil, berbagai harga barang dan jasa melonjak yang makin menyempitkan beban hidup rakyat. 

Bahkan, bantuan sosial yang menjadi salah satu program pemerintah sebagai upaya memberi sokongan bagi rakyat miskin pun seringkali tidak tepat sasaran. Belum lagi, rentetan hobi korupsi pejabat menjamur di semua lini instansi tak terkecuali korupsi dana bansos. Miris! Target ambisius mengentaskan kemiskinan ekstrem nol persen bertabrakan dengan watak ambisius pejabat menumpuk kekayaan. 

Pemerintah yang memiliki kewajiban mengurusi setiap urusan rakyat, termasuk memenuhi kebutuhan pokok baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan tidak mampu terwujud di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Pemerintah menjelma sebagai regulator bagi kepentingan kapitalis. Berbagai kebijakan sering memihak kepentingan kapitalis dan mengabaikan kepentingan rakyat. Inilah alasan utama kemiskinan ekstrem keniscayaan di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalisme.


Dampak Kesulitan Menurunkan Kemiskinan 

Sebagaimana keniscayaan penerapan sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan kemiskinan ekstrem, maka sebuah keniscayaan pula sistem ini gagal meriayah umat dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem. Bukankah terbukti nyata, di tengah daerah yang terkategori upper middle income dengan hasil kekayaan alam yang melimpah pun indeks ketimpangannya tinggi. 

Dalam sistem ini, tidak melihat realitas keadaan rakyat, ataupun berupaya memenuhi kebutuhan per individu rakyat. Tidak ada support untuk rakyat untuk memudahkan atau menyediakan lapangan kerja. Pada dasarnya sistem ini memang tidak mampu mewujudkan semua itu. Maka selama masih menggunakan kapitalisme sebagai cara pandang, berbagai persoalan rakyat terutama persoalan kemiskinan akan sulit teruraikan. 

Dampak nyata dari sulitnya menurunkan kemiskinan ekstrem tentu berpengaruh pada jumlah angka kemiskinan ekstrem yang tak akan menyentuh titik nol. Ini karena, sepanjang diterapkannya kapitalisme termasuk sistem ekonomi kapitalisme di dalamnya, setiap tahunnya harga barang dan jasa selalu merangkak naik. Sedangkan kemampuan daya beli rakyat cenderung menurun. 

Tentu bukan suatu hal yang mengherankan ketika kesejahteraan yang didambakan seluruh rakyat tak pernah terealisasi nyata di tengah kehidupan kapitalisme. Yang kaya memiliki ruang makin kaya, sedangkan si miskin makin terperosok dalam kemiskinannya.


Strategi Jitu Menurunkan Kemiskinan Ekstrem Nol Tanpa Gagal

Menurunkan angka kemiskinan seharusnya tidak hanya berpatokan pada kemiskinan ekstrem saja. Rakyat yang terkategori miskin dan pendapatan menengah ke bawah pun memiliki hak untuk dipenuhi kebutuhannya. Bahkan, rakyat terkategori kaya pun memiliki hak yang sama untuk persoalan dipenuhi kebutuhan dasarnya. 

Dibutuhkan strategi jitu untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga nol tanpa gagal, di antaranya: 

Pertama, penuhi kebutuhan dasar tiap-tiap individu rakyat, tanpa memandang kaya ataupun miskin. Karena pada dasarnya, semua rakyat memiliki hak dipenuhi kebutuhan dasarnya oleh negara tanpa membedakan tingkatan kelas-kelas sosial. 

Demi memenuhi kebutuhan per individu rakyat, pernah dikisahkan Khalifah Umar bin Khattab ra dalam blusukannya di tengah masyarakat menemukan keluarga yang di dalamnya terdapat anak yang menangis kelaparan, seketika itu juga sang Khalifah mengambil sekarung gandum dan memanggilnya sendiri sebagai wujud rasa pertanggungjawaban mengurusi umat. 

Kedua, modal besar. Tentu tidak dipungkiri demi mewujudkan hak dasar seluruh individu rakyat dibutuhkan modal besar. Dan tentu saja modal ini tidak dapat dipenuhi melalui pendapatan sektor pajak, dibutuhkan harta melimpah. Maka negara harus mengambilalih seluruh kekayaan alam milik umum untuk dikelola mandiri sehingga hasilnya dapat dipergunakan sebagai modal mengurusi setiap urusan rakyat, termasuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Sebagaimana kisah yang diriwayatkan dalam sebuah hadis, ketika Rasulullah membolehkan seorang sahabat menguasai sebuah tambang garam, kemudian sahabat lain mengingatkan bahwa garam tersebut merupakan komoditas yang menguasai hajat hidup rakyat, seketika itu juga Rasulullah menyuruh sahabat mengambil kembali tambang tersebut. Padang rumput, air, dan api merupakan kekayaan milik umum yang haram dimiliki individu. 

Ketiga, menyiapkan lapangan pekerjaan. Memastikan setiap pemangku nafkah keluarga memiliki pekerjaan juga merupakan tanggung jawab sebuah negara. Keberadaan negara bukan sekadar menghimpun pejabat yang hobi memperkaya diri layaknya dalam sistem kapitalis saat ini. Dengan pengambilalihan pengelolaan kekayaan alam meniscayakan membuka lebar lapangan pekerjaan bagi rakyat. Selain itu, negara juga wajib memiliki andil memudahkan urusan rakyat lainnya, seperti di sektor pertanian, peternakan, dll. Semisal, negara memberikan subsidi bagi para petani yang membutuhkan, dan tentunya menyediakan pupuk dengan harga yang terjangkau dan murah. 

Kewajiban negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya ini, dicontohkan sebagaimana dulu Rasulullah memberikan modal kepada salah satu sahabat yang tak memiliki pekerjaan, untuk membeli kapak agar dapat digunakan mencari kayu bakar dan menjualnya di pasar. 

Strategi di atas membutuhkan negara yang berdaulat tanpa intervensi negara lain, pun tidak mampu direalisasikan di dalam sistem kehidupan kapitalisme hari ini. Ini karena sifat dasar kapitalisme yang hanya menjadikan rakyat sebagai objek pemulus keserakahan para kapitalis menumpuk kekayaan. Dibutuhkan negara yang mampu menerapkan Islam secara kaffah di tengah-tengah kehidupan. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar