ILKI: Kalau Mau, India Bisa Banggakan Kejayaan Islamnya di Masa Lalu


TintaSiyasi.com -- Menanggapi upaya rezim India Narendra Modi yang bakal menghapus sejarah para penguasa Muslim dari kurikulum India, Direktur Institut Literasi Khilafah Indonesia (ILKI) Septian AW menyampaikan, kalau saja mau, Pemerintah India sebenarnya bisa membanggakan kejayaan Islamnya di masa lalu.

"Kalau iya, India itu ingin membanggakan kebesaran masa lalunya, mereka sebetulnya bisa mengaitkan dengan kebesaran masa lalu kesultanan-kesultanan Islam," ujarnya dalam Kabar Petang: Kurikulum Jejak Politik Islam Dilenyapkan Rezim Modi? Senin, (17/4/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Sebutlah Kesultanan Mughal, sebuah negara yang pada masa jayanya memerintah hingga wilayah Afganistan, Balochistan, dan sebagian besar wilayah India, antara tahun 1526 hingga 1857 M.

Meski telah difilmkan semisal dengan judul Jodhaa Akbar, sebuah film drama sejarah India dengan dominasi narasi percintaan sekalipun, sebenarnya menunjukkan bahwa dalam satu tahap, India tidak bisa mengingkari kebesaran masa lalunya.

Dengan kata lain, sejarah telah mencatat bahwa di masa Pemerintahan Akbar inilah kemudian India mencapai puncak kejayaan dalam hal kebudayaan dan juga ekonomi." Ini yang terjadi pada saat itu," tegasnya.

Salah satu yang juga menarik perhatian Septian, masyarakat India di masa itu ternyata tidak semua Muslim. Namun, dikarenakan kecakapan para penguasa Muslim akhirnya memiliki pengaruh hingga menjadi sebuah peradaban yang sangat luar biasa.

Sekadar diketahui, seperti yang dikutip Wikipedia, selama sekitar dua abad kesultanan ini membentang dari pinggiran luar lembah Indus di barat, Afghanistan utara di barat laut, Kashmir di utara, hingga dataran tinggi Assam, Bangladesh masa kini di timur, dan dataran tinggi Dekkan di India Selatan. 

Bahkan pada puncak kekuasaannya, menjadi salah satu kesultanan terbesar dalam sejarah Asia Selatan. Dan menyatukan kembali hampir seluruh wilayah di anak benua India setelah Kekaisaran Maurya, 16 abad yang lalu. 

Namun, kondisi berubah semenjak kedatangan Inggris berikut upaya penjajah yang melemahkan kekuatan penguasa Muslim. Salah satunya dengan jalan mengeksploitasi keanekaragaman budaya masyarakat atau multikultural di sana.

"Ini liciknya yang kemudian dilakukan bagaimana kemudian mereka (Penjajah Inggris) mengangkat orang-orang Hindu sambil mendeskreditkan orang-orang Islam," jelasnya.

Maka berkenaan dengan sikap pemerintahan Narendra Modi saat ini yang berupaya menghapus sejarah Penguasa Mughal dari kurikulum India misalnya, menurut Septian, sama halnya dengan apa yang telah dilakukan Inggris di masa lalu.

Negara Gagal?

Karenanya, melihat fenomena yang menurut Septian terkategori negara dengan islamofobia tersebut, menunjukkan India telah gagal menjadi negara modern di abad ini. "Alih-alih mengakomodir aspirasi-aspirasi rakyat yang multikultural, justru menekan satu kelompok (Islam) sambil mengangkat kelompok yang lain (Hindu)," jelasnya.

Apalagi kontribusi umat Islam yang ternyata begitu besar terhadap pembebasan masyarakat India yang multikultural dari dampak penjajahan Inggris, hingga mampu meraih kemerdekaannya pada 15 Agustus 1947.

Lantas, bagi umat Islam khususnya di India, tuturnya, justru harus menjadi semacam cambuk yang menyadarkan bahwasanya tidak benar mereka tak memiliki hubungan erat dengan budaya Islam.

Maknanya, kaum Muslimin di India bukanlah pendatang atau malah masyarakat kelas dua. Tetapi, mereka sangat layak hidup di sana.

Hanya yang menjadi catatan Septian, umat Islam di sana perlu membangun kembali kekuatan politik sebagaimana di masa lalu. "Umat Islam di India memiliki riwayat perjuangan politik untuk membangun aspirasi politik mereka," ujarnya.

Terlebih, umat Islam diajarkan untuk senantiasa menegakkan hukum Allah SWT. tanpa memaksakan masyarakat non-Muslim untuk memeluk agama Islam. "Ini yang dilakukan oleh umat Islam di masa yang lalu termasuk oleh para penguasa kesultanan Muslim di India di masa yang lalu," pungkasnya.[] Zainul Krian

Posting Komentar

0 Komentar