Piagam PBB Tertolak sebagai Sumber Hukum Islam


TintaSiyasi.com -- Menepis pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menjadi sumber hukum bagi umat Islam.  Founder Institut Muamalah Indonesia K.H. Muhammad Shiddiq Al-Jawi menegaskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tertolak sebagai sumber hukum Islam.

"PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam,” katanya di acara Piagam Jakarta jadi Sumber Hukum Islam, Emang Boleh? Di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (10/02/2023).

Ia menyebutkan Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam,  berdasarkan 4 (empat) alasan sebagai berikut. Pertama, Piagam PBB tertolak secara normatif, yaitu tertolak sebagai sumber hukum Islam, berdasarkan ilmu ushul fiqih. 

Kiai Shiddiq, sapaannya, mengutip pendapat Imam Syafi’i, radhiyallāhu ‘anhu, menyatakan bahwa sumber hukum Islam (mashādirul ahkām), haruslah bersumber dari wahyu dari langit, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. 

“Suatu pendapat tidaklah menjadi keharusan (berlaku mengikat) dalam setiap-tiap kasus, kecuali berdasarkan Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya SAW, dan apa saja selain keduanya [haruslah] mengikuti keduanya (Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya),” terangnya.

Ia menambahkan pendapat Imam Syafi’i, radhiyāllahu ‘anhu, menjelaskan pula, dari Al-Qur`an dan As-Sunnah itulah, para ulama kemudian mengistinbat sumber-sumber hukum Islam lainnya, yaitu ijmak dan qiyas. 

“Tidaklah pantas sama sekali seseorang berkata mengenai sesuatu, bahwa sesuatu itu halal atau haram, kecuali berdasarkan ilmu. Dan dasar ilmu yang dimaksud, adalah berita [dalil] dari al-Kitab, atau dari As-Sunnah, atau dari ijmak, atau dari qiyas,” tegasnya.

Ia mengingatkan, hukum yang bersumber dari manusia itu, yaitu hukum yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, dalam istilah Al-Qur`an disebut dengan istilah hukum taghut atau hukum jahiliah. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Annisa ayat 60.  

Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari taghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.” 

Maka, berdasarkan penjelasan tersebut, ia menegaskan kembali bahwa Piagam PBB sama sekali tertolak dan tidak dapat menjadi sumber hukum Islam. Alasannya karena Piagam PBB tidaklah bersumber dari wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau derivat dari keduanya), melainkan bersumber dari kesepakatan sejumlah manusia yang menandatangani Piagam PBB. 

Sejalan dengan hal tersebut,  Kiai Shiddiq menyampaikan sebuah kritikan Syekh Nāshir ‘Abduh Al-Lahbiy seorang ulama yang mukhlis, dalam majalah Al-Waie, terbitan Beirut, Lebanon, edisi 230, Rabi’ul Awal 1427 H (April 2006 M) mengkritik PBB dan Piagam PBB dengan kalimat yang tajam. 

“Sesungguhnya PBB adalah organisasi yang didirikan oleh negara kafir dan Piagamnya menyimpang dari agama Islam. Dalam Piagam PBB tersebut tidak terdapat pemikiran Islam apa pun. Maka berhukum kepada PBB dan Piagam PBB adalah berhukum kepada taghut dan sekaligus merupakan ajakan untuk berhukum kepada syariah kufur di muka bumi,” tandasnya.

Kedua, tertolak secara historis, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan sejarah bahwa cikal bakal PBB adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah. 

“Berdirinya PBB, termasuk landasannya berupa Piagam PBB, latar belakang historisnya sebenarnya cukup panjang, tidak bisa disederhanakan hanya berlatar belakang pendek seputar Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945).  Cikal bakal PBB menjulur jauh ke belakang sejak adanya aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah abad ke-16 M,” bebernya.

“Futūḥāt Khilafah Utsmaniyah itu terjadi akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 Masehi, yang berhasil menaklukkan negeri-negeri Kristen Eropa, seperti Yunani, Romania, Albania, Yugoslavia dan Hungaria. Futūḥāt berhenti tahun 1529 di pintu gerbang kota Wina, Austria. Inilah yang mendorong negara-negara Kristen Eropa membentuk aliansi guna menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniah,” urainya.

Ia membeberkan,aliansi itu awalnya terdiri dari negara-negara Kristen Eropa saja, tapi dalam perkembangannya menerima keanggotaan negara Kristen dari luar Eropa, dan akhirnya menerima keanggotaan semua negara baik Kristen maupun non Kristen, dari Eropa dan non Eropa. Di abad ke-20, aliansi itu bertransformasi pada tahun 1920 menjadi LBB (Liga Bangsa-Bangsa), lalu pada tahun 1945 menjadi PBB. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). 

“Berdasarkan penjelasan historis tersebut, sungguh tidak pantas sebuah negeri muslim bergabung dengan PBB atau menjadikan Piagam PBB sebagai acuan dasar untuk membangun peradaban. Hal itu dikarenakan cikal bakal PBB justru adalah aliansi negara-negara kafir dari Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah,” katanya.

Ia menerangkan artinya, negeri muslim yang bergabung atau mendukung PBB sesungguhnya telah memosisikan dirinya menjadi bagian dari aliansi dari negara-negara kafir, untuk berhadaphadapan dengan Khalifah dan negara Khilafah yang justru merupakan representasi pemimpin umat Islam global dan sistem pemerintahan Islam yang ada saat itu.

Mendukung PBB artinya adalah mendukung dan mengikuti negara-negara kafir, sesuatu yang sebenarnya sudah dilarang dengan tegas oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadist riwayat Bukhari.
Dari Abu Sa'id RA,”Bahwa Nabi SAW bersabda, 

"Kalian sungguh akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak kalian pasti akan tetap mengikuti mereka.’ Kami bertanya, ’Wahai Rasulullah, (apakah yang baginda maksud itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” 

Ketiga, tertolak secara empiris, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan fakta empiris bahwa PBB telah gagal mewujudkan perdamaian dan mencegah perang. Dicermati secara kritis peran PBB dalam menyelesaikan berbagai konflik dan perang di berbagai kawasan dunia, akan disimpulkan bahwa PBB adalah lembaga yang “impoten” , lembaga yang gagal (failure), serta lembaga “un-faedah” (tak berguna/useless) dalam mengatasi konflik atau perang di berbagai kawasan dunia. 

“Bukti nyata, apa peran PBB dalam menghentikan perang Ukraina dan Rusia sejak Februari 2022 hingga Februari 2023 saat ini? Berhasilkah PBB mencegah atau menghentikan perang Ukraina dan Rusia tersebut?  Jadi, kalau ada yang bilang PBB merupakan lembaga internasional yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dan harmonisasi dunia, bla bla bla, maka buktinya adalah zonk, alias tidak ada ! Itu hanya omongan dusta, tak ada buktinya,” tegasnya.

Ia pun mempertanyakan,  bagaimana mungkin umat Islam menjadikan PBB dan piagam PBB sebagai dasar untuk membangun fiqih peradaban yang baru?  Fiqih Peradaban macam apakah yang akan dapat dibangun atas dasar dukungan kepada PBB dan piagamnya, jika PBB adalah lembaga yang terbukti unfaedah, lemah dan gagal dalam menghentikan perang? 

Keempat, tertolak secara politis, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan alasan karena PBB adalah instrumen politik negara-negara kafir penjajah. 

“Mereka yang mempunyai kesadaran politik global, akan memahami bagaimana hubungan PBB dengan negara-negara kafir imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, yakni PBB sebenarnya sekedar alat (tool) bagi kepentingan negara-negara kafir penjajah itu untuk terus mendominasi dan menghisap kekayaan alam dunia,” pungkasnya. []Sri Nova Sagita

Posting Komentar

0 Komentar