Inilah Lima Bukti Fiqih Peradaban Bertentangan dengan Maqashid Syariah

TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Muhammad Shiddiq Al-Jawi memaparkan lima poin bukti, Fiqih Peradaban yang digagas Nahdlatul Ulama (NU) dalam muktamar (6/2/2023) bertentangan dengan maqashid syariah. "Bukti Fiqih Peradaban bertentangan dengan maqashid syariah, terdapat pada lima poin," paparnya kepada TintaSiyasi.com, Sabtu (25/2/2023).

Pertama, bertentangan dengan prinsip menjaga agama (hifzhud din), menurutnya, karena terdapat bukti sejarah bahwa ketika Khilafah Utsmaniah bergabung dengan Aliansi Kristen Eropa (yang menjadi cikal bakal PBB) pada abad ke-19 M, ternyata Khilafah Utsmaniah disyaratkan harus mengadopsi prinsip-prinsip Kristiani dan meninggalkan hukum Islam khususnya hukum-hukum mengenai hubungan internasional, seperti hukum-hukum jihad dalam fiqih Islam.

"Perlu diketahui bahwa sejarah PBB itu cikal bakalnya justru adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa guna menghadapi futuhat (penaklukan/ekspansi) yang dilakukan oleh Daulah/Khilafah Utsmaniah, pada akhir abad ke-15 M dan awal abad ke-16 M," terangnya.

Menurutnya, futuhat  itu berhasil menaklukkan negeri-negeri Kristen Eropa, seperti Yunani, Romania, Albania, Yugoslavia dan Hungaria. Untuk merespons futuhat dari pasukan jihad Khilafah Utsmaniah itu, dibentuklah kemudian Holy League (Latin: Sacra Ligua) pada tahun 1684 oleh negara-negara Kristen Eropa, seperti Austria, Polandia, Venice, dan Rusia. 

Pembentukan Holy League ini telah diinisiasi oleh pemimpin tertinggi agama Katolik sedunia saat itu, yaitu Paus Innocent XI. Yang ia kutip dari laman britannica.com. Dalam keterangannya, aliansi negara-negara Kristiani ini kemudian terbukti berhasil menahan futuhat Utsmaniah, dan bahkan saat Khilafah Utsmaniah melemah pada abad ke-19 M, tepatnya pada tahun 1856 M, Khilafah Utsmaniah justru bergabung dengan aliansi negara-negara Kristiani tersebut. (Nicko Pandawa, Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda, hlm. 51-52).

Akhirnya Khilafah Utsmaniah bergabung masuk ke aliansi negara-negara Kristiani, tetapi dengan syarat yang sangat berat, yaitu wajib mengadopsi pandangan-pandangan Kristen dan meninggalkan hukum-hukum Islam dalam hubungan internasional.

Seperti hukum-hukum Darul Islam dan Darul Harbi (Darul Kufur), hukum kafir harbi dan kafir zimi, hukum jizyah, hukum dakwah dan jihad fi sabilillah ke luar negeri dalam rangka melakukan futuhat. (Nicko Pandawa, Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda, hlm. 51-52).

"Jelaslah, mendukung PBB dan piagam PBB, berarti akan bertentangan dengan prinsip hifzhud din, atau menjaga agama, karena akan ada sebagian hukum Islam (khususnya hukum hubungan internasional) yang dikorbankan dan tidak dapat diamalkan lagi. Ketika sebuah negeri Muslim menjadi anggota PBB," tegasnya.

Kedua, bertentangan dengan prinsip menjaga akal (hifzhul 'aqal), menurutnya, ini karena telah memaksakan sesuatu yang mustahil secara akal, yaitu menjadikan Piagam PBB sebagai sumber hukum Islam.

Sungguh, tutur Kiai Shiddiq, merupakan hal yang tidak mungkin secara akal menjadikan Piagam PBB sebagai sumber hukum Islam, karena Piagam PBB itu sama sekali bukan Wahyu dari Allah SWT.

"Maka dari itu, ketika Fiqih Peradaban menjadikan Piagam PBB sebagai sumber hukum Islam, sungguh akal sehat seorang muslim pun akan memberontak serta tidak akan mau dan tidak akan mampu menerima hal yang mustahil secara akal itu dengan ikhlas," katanya.

Ketiga, bertentangan dengan prinsip menjaga nyawa (hifzhun nafs), menurutnya, karena PBB terbukti gagal mencegah jatuhnya korban nyawa yang sangat banyak dalam berbagai konflik dan perang di berbagai kawasan dunia, baik di Asia, di Afrika, maupun di Eropa sendiri.

"Bukti nyata, apa peran PBB dalam menghentikan perang Ukraina dan Rusia sejak Februari 2022 hingga Februari 2023 yang telah menewaskan ratusan ribu korban jiwa? Berhasilkah PBB mencegah atau menghentikan perang Ukraina dan Rusia yang sangat kejam tersebut?" tanyanya.

Ia mempertanyakan, wahai orang-orang yang tergila-gila, yang mabok dan yang fanatik buta kepada PBB, ke mana perginya PBB dan Piagam PBB yang kalian gembar-gemborkan sebagai sumber hukum Islam, sebagai sumber Fiqih Peradaban itu, ketika saat ini jumlah tentara Rusia dan Ukraina yang tewas sudah mencapai lebih 200.000 orang dari kedua belah pihak? Ketika jumlah penduduk sipil Ukraina yang tewas sudah mencapai lebih dari 40.000 orang?

"Dan ketika korban Muslim yang meninggal akibat invasi Amerika Serikat dan koalisinya di Irak dalam kurun 19 Maret 2003 sampai pertengahan 2011 mencapai 461.000 jiwa," paparnya.

Keempat, bertentangan dengan prinsip menjaga harta benda (hifzhul mal), ini karena PBB justru banyak menghilangkan harta kekayaan banyak umat manusia.

Bukti nyata papar Kiai Shiddiq, yaitu lepasnya Timor Timur tahun 1999, yang tak bisa dilepaskan dari referendum yang diorganisir oleh UNAMET (United Nations Assistance Mission for East Timor), sebuah lembaga yang dibentuk oleh PBB. Akhirnya Timor Timur itu lepas dari Indonesia. Kita akhirnya kehilangan harta atau aset yang berbentuk wilayah teritori propinsi Timor Timur.

Bukti nyata berikutnya tutur Kiai Shiddiq, adalah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia pada tahun 2002. Yang berperan memutuskan sengketa antara Indonesia dan Malaysia seputar dua pulau itu, tidak lain adalah Mahkamah Internasional, sebuah lembaga kehakiman yang dibentuk oleh PBB pada tahun 1946 yang berkedudukan di Den Haag (Belanda).

"Jadi, justru PBB itulah yang menyebabkan kita kehilangan harta/aset, lalu bagaimana mungkin PBB mau dijadikan rujukan dan dipercaya untuk menjaga harta (hifzhul mal)? Di manakah akal sehatmu wahai para penggila PBB?" herannya.

Kelima, bertentangan dengan prinsip menjaga keturunan/keluarga (hifzhun nasl), karena menurutnya, PBB justru telah memberikan proteksi dan dukungan kepada LGBT, sesuatu yang akan mengacaukan nasab keturunan umat Islam.

Ia memberikan bukti, bahwa PBB telah nyata-nyata mendukung LGBT dengan mengatasnamakan slogan free and equal (bebas dan setara), serta slogan Against Criminalization (melawan kriminalisasi terhadap para pelaku LGBT). Kiai Shiddiq menunjukkan situs yang jelas-jelas membuktikan bahwa PBB telah mempropagandakan dan mendukung LGBT, yaitu https://www.unfe.org/.

"Apakah kita ini sudah menjadi sedemikian gilanya sehingga PBB yang menghalalkan LGBT yang najis dan hina malah kita jadikan rujukan dan teladan untuk menjaga keturunan (hifzhun nasl) bagi umat Islam?" mirisnya.

Kiai Shiddiq menyimpulkan, bahwa Fiqih Peradaban wajib hukumnya untuk ditolak umat Islam, karena terbukti bertentangan dengan maqashid syariah, yaitu prinsip menjaga agama, prinsip menjaga akal, prinsip menjaga nyawa, prinsip menjaga harta dan prinsip menjaga keturunan.

"Jadi Fiqih Peradaban yang secara bodoh dan membabi buta merujuk dan berkiblat kepada PBB, bukanlah fiqih Islam, melainkan fiqih palsu yang sesat dan menyesatkan dan sangat berbahaya bagi umat Islam," pungkasnya.[] Faizah

Posting Komentar

0 Komentar