Demokrasi Kapitalisme Makin Menjauhkan Hukum dari Keadilan: Islamkah Solusinya?


TintaSiyasi.com -- Demokrasi memang berhasil menciptakan kesejahteraan, tetapi hanya untuk segelintir orang. Makin ke sini, demokrasi makin ambyar. Hal itu dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aspek hukum. Hukum dalam demokrasi kapitalisme telah dikangkangi oleh kepentingan segelintir orang pemilik modal. Maka, sebuah keniscayaan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. 

Kedua, aspek sosial. Tatanan sosial rusak akibat penerapan demokrasi kapitalisme. Nafas-nafas sekularisme merasuk ke dalam benak manusia, melahirkan pola sikap dan pola pikir yang jauh dari Islam dan melawan kodrat. Contohnya, perilaku liwath (yang dilakukan kaum sodom), gaul bebas, inses, dan sebagainya terjadi di tengah-tengah kehidupan. Bahkan, mereka minta segala bentuk kesesatan perilaku mereka minta dilindungi atas nama hak asasi manusia. Sungguh ironis. 

Ketiga, aspek politik. Dalam dunia politik, praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme merajalela. Memang ada sebuah lembaga pemberantasan korupsi, tetapi mereka tidak punya taring. Gigi mereka ompong untuk menegakkan hukum dan keadilan. Banyak kasus korupsi yang mengambang dan belum ada tuntutan para koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka rampok. Bahkan, ada pula yang pelakunya sampai sekarang masih belum ditemukan. Seperti Harun Masiku, belum ada kejelasan hingga hari ini. 

Dalam demokrasi kapitalisme, politik bukan lagi untuk mengurusi urusan umat, tetapi telah bermetamorfosis menjadi alat penghisap darah rakyat dengan mengatasnamakan iuran dan pajak ini itu. Di sisi lain, keempat, dalam aspek ekonomi, demokrasi kapitalisme telah berhasil meliberalisasi sumber daya alam. Sampai-sampai yang terjadi hari ini adalah liberalisasi sumber daya alam dari hulu hingga hilir. Penguasa bukan pelayan umat, tetapi demokrasi kapitalisme telah menciptakan penguasa yang menjadi pengisap darah umat.

Keadilan sekarat, diperjualbelikan berdasarkan kepentingan yang berkuasa. Rakyat menjadi korban atas rentetan kezaliman berlapis yang tersistem dalam demokrasi kapitalisme. Begitu pula mereka yang berusaha menegakkan keadilan, harus siap menghadapi tangan besi demokrasi dalam membungkam kritik kritis yang menggangu kepentingan segelintir orang tersebut. Sampai kapan manusia hidup seperti ini? Bukankah Islam telah menjelaskan dan mengajarkan keadilan hakiki?

Kondisi Penegakan Hukum dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme

Pesta demokrasi yang mahal, meniscayakan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Jika sudah demikian, para penguasa yang terpilih pasti akan memiliki kontrak politik dengan penyandang dana, bentuk kontrak politik itu apa? Salah satunyanya berupa kebijakan, peraturan atau perundang-undangan yang memihak kepada para kapitalis penyokong dana. Buktinya di Indonesia apa? Ada UU minerba, UU Migas, UU investasi termasuk yang sering digunakan penguasa untuk memukul lawan politik atau oposisi dan lebih tepatnya adalah aktivis Islam adalah UU ITE. Bahkan kalau sekarang RKUHP berpotensi memberangus dakwah dan kritik kritis.

Lalu apabila ditanya, apakah hukum cenderung digunakan sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan oleh penguasa negara? Itu bukan pertanyaan lagi, tetapi kenyataan yang ada dalam demokrasi. Begitulah kondisi penegakan hukum dalam sistem demokrasi kapitalisme, bukan untuk mewujudkan ketaatan pada Allah Subhanahu wata'ala, melainkan untuk kepentingan segelintir orang semata.

Ada beberapa poin penyebab sakitnya hukum dalam demokrasi kapitalisme. Pertama. Demokrasi ini dari dasar hukumnya sudah cacat. Ideologi yang menaungi dan melahirkan demokrasi adalah kapitalisme. Orientasinya materi, yang dikejar materi dan dunia. Jadi, makin banyak materi yang dikuasai dan dimiliki maka makin berkuasa.

Kedua. Demokrasi akan melahirkan orang-orang kapitalis yang makin lama makin rakus dan tamak. Dalam menjalankan kepemimpinan demokrasi spirit mereka adalah uang/materi. Tidak mungkin mereka memiliki dorongan spiritual, jika pun ada pasti akan dikalahkan oleh dorongan materi. Makanya yang sejahtera hanya segelintir orang, tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan secara publik, karena banyak hak-hak publik yang dikapitalisasi demi mewujudkan kesejahteraan segelintir orang ini. 

Ketiga. Demokrasi gagal mendefinisikan keadilan. Keadilan itu adalah memberikan hak sesuatu sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akalnya, dan menentramkan jiwa manusia. Demokrasi tidak sesuai fitrah manusia, karena manusia diajak menyaingi Allah SWT dalam membuat hukum. Demokrasi tidak bisa memuaskan akal, karena yang dipuaskan adalah syahwat dan nafsu semata. 

Demokrasi tidak akan mewujudkan ketentraman, karena potensi ketidakadilan, saling sikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, bahkan menghina dan mencari maki itu nyata dalam demokrasi. Makanya yang terjadi adalah pertikaian, perselisihan, perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Oleh karena itu, sistem buatan manusia tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan maupun keadilan. Karena di sana berkelindan kepentingan hawa nafsu manusia.

Penyebab Demokrasi Kapitalisme Tidak Mempu Mewujudkan Keadilan

Sebenarnya jika membahas soal demokrasi, hal yang digadang-gadang adalah kesejahteraan dapat diwujudkan. Mereka mengatakan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Suara rakyat suara tuhan. Pemerintahan rakyat. Nah, di sini harapannya adalah demokrasi dapat mengakomodir seluruh keinginan rakyat. Tetapi, pada faktanya, rakyat yang mana dulu? Ternyata pada faktanya yang dominan adalah yang kuat di tengah-tengah masyarakat. Siapa mereka? Ya mereka adalah yang kaya, para kapitalis atau para korporat. Yang kaya, yang berkuasa, yang berpengaruh, kepentingan, dan pendapatnya bisa diwujudkan. 

Banyak sekali fenomena ketidakpastian, ketidakadilan, dan ketidakmampuan demokrasi dalam mewujudkan kesejahteraan. Contoh sederhana, lahirnya banyak undang-undang yang dilegitimasi atas nama dewan perwakilan rakyat yang menzalimi rakyat dan menguntungkan kapitalis, oligarki, dan korporat.

Jika benar demokrasi bisa mewujudkan keadilan seharusnya undang-undang yang dilahirkan ini menuai dukungan rakyat, tetapi faktanya undang-undang sudah ditolak rakyat, dikritisi oleh para ahli, bahwa undang-undang tersebut berpotensi mengambil alih hak-hak publik dan menyengsarakan rakyat tetap disahkan. Lalu, demokrasi yang diterapkan ini mewakili siapa? Oleh karena itu, hukum dalam sistem demokrasi tidak diorientasikan pada upaya mewujudkan keadilan ini bukan sekadar opini, tetapi ini adalah fakta. 

Misalkan diorientasikan sekalipun untuk keadilan, hukum demokrasi buatan manusia tidak akan pernah bisa mencapai level keadilan. Ini yang menjadi titik poinnya. Hukum buatan manusia pasti akan condong pada kelompok tertentu, terutama si pembuat hukum. Sesuatu yang tidak bisa dinafikan. Beda dengan hukum yang telah Allah tetapkan yaitu hukum syariat islam berdasarkan Al-Qur'an dan As-sunnah. Karena Allah tidak memiliki tendensi ke mana pun dan siapa pun, maka pasti adil. Apalagi sifat Allah adalah yang Mahaadil. Maka pasti adilnya. 
ÙˆَتَÙ…َّتْ ÙƒَÙ„ِÙ…َتُ رَبِّÙƒَ صِدْÙ‚ًا ÙˆَعَدْÙ„ًا
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil.
(Surah al-Anam ayat 115)

Perlu digarisbawahi demokrasi kapitalisme berpotensi akan memukul dan memberantas suara-suara yang tidak sejalan dengan syahwat mereka. Mewujudkan hukum adil berjalan dan berpihak pada ulama dan aktivis kritis kepada pemerintah adalah dengan kembali pada hukum Islam. Karena hanya dengan Islam keadilan dapat diwujudkan.

Untuk mengakhiri krisis keadilan dalam sistem demokrasi itu bukan dengan membuat undang-undang baru atau merevisi KUHP dengan RKUHP. Tetapi, dengan menurunkan ego dan menghilangkan kesombongan dengan taat pada hukum Allah Subhanahu wata'ala. 

Ingat, iblis itu sudah bertahun-tahun taat sama Allah SWT, karena sombong tidak menaati Allah ketika Allah memerintahkan sujud pada Adam, akhirnya iblis/setan sampai hari ini menjadi makhluk yang ingkar dan dimurkai Allah SWT. Jika manusia tidak mau terjebak dalam lingkaran setan demokrasi, maka bersegeralah kembali pada hukum Allah secara totalitas kaffah. Dan hukum Allah tidak bisa tegak dalam sistem demokrasi tetapi hanya dengan sistem khilafah Islam.

Strategi Islam dalam Mewujudkan Kehidupan Berkeadilan

Islam adalah agama yang sempurna, diturunkan dari Zat Yang Mahaadil dan Maha Penyayang. Allah Subhanahu wata'ala menciptakan manusia disertai seperangkat aturan yang dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Tetapi, sayangnya umat Islam hari ini tidak hidup dalam aturan Islam, melainkan diatur dengan aturan buatan manusia, yakni demokrasi kapitalisme. Sehingga terjadi banyak kerusakan, ketidakadilan, dan kemungkaran. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain selain kembali pada Islam agar keadilan dapat diwujudkan.

Adil adalah memberikan haknya. Hak manusia hidup di muka bumi ini adalah ibadah kepada Allah Subhanahu wata'ala. Keadilan akan terwujud apabila manusia memenuhi kebutuhan hidupnya berdasarkan syariat Islam. Yakni, pertama, penerapan syariat Islam dalam lingkup individu. Syariat Islam mengatur habluminafsih (hubungan manusia dengan dirinya sendiri) dan habluminallah (hubungan manusia dengan Allah Subhanahu wata'ala). 

Kedua, penerapan syariat Islam dalam lingkup masyarakat. Dalam habluminannas (hubungan manusia dengan manusia) ada aturan yang bisa diterapkan dalam lingkup masyarakat. Ketiga, penegak syariat dan pelaksana syariat dalam lingkup negara. Negara berfungsi menjaga hubungan manusia dengan Allah Subhanahu wata'ala, dirinya sendiri, dan sesama manusia agar bisa benar sesuai tuntunan Islam. Bahkan, negara pelaksana sanksi dan uqubat bagi pelaku kemungkaran.

Apabila Islam bisa diterapkan dalam level insitusi tertinggi yaitu negara, insyaallah Islam sebagai rahmat seluruh alam dapat diwujudkan. Keberkahan turun dari langit, keadilan dan kesejahteraan benar-benar terwujud dalam bingkai Khilafah Islamiah. Inilah PR besar umat Islam untuk mengupayakan kembali tegaknya khilafah. Bagi mereka yang memusuhi perjuangan kembalinya kehidupan Islam adalah para pendukung kemungkaran dan kezaliman. Sungguh Allah Subhanahu wata'ala Maha Melihat atas apa yang mereka perbuat.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama. Demokrasi tidak akan mewujudkan ketentraman, karena potensi ketidakadilan, saling sikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, bahkan menghina dan mencari maki itu nyata dalam demokrasi. Makanya yang terjadi adalah pertikaian, perselisihan, perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Oleh karena itu, sistem buatan manusia tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan maupun keadilan. Karena di sana berkelindan kepentingan hawa nafsu manusia.

Kedua. Perlu digarisbawahi demokrasi kapitalisme berpotensi akan memukul dan memberantas suara-suara yang tidak sejalan dengan syahwat mereka. Mewujudkan hukum adil berjalan dan berpihak pada ulama dan aktivis kritis kepada pemerintah adalah dengan kembali pada hukum Islam. Karena hanya dengan Islam keadilan dapat diwujudkan.

Ketiga. Apabila Islam bisa diterapkan dalam level insitusi tertinggi yaitu negara, insyaallah Islam sebagai rahmat seluruh alam dapat diwujudkan. Keberkahan turun dari langit, keadilan dan kesejahteraan benar-benar terwujud dalam bingkai Khilafah Islamiah. Inilah PR besar umat Islam untuk mengupayakan kembali tegaknya khilafah. Bagi mereka yang memusuhi perjuangan kembalinya kehidupan Islam adalah para pendukung kemungkaran dan kezaliman. Sungguh Allah Subhanahu wata'ala Maha Melihat atas apa yang mereka perbuat.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen online Uniol 4.0 Diponorogo 
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo
Rabu, 4 Januari 2023, di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad
#LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar