Uniol Ungkap Strategi Ideal Tangani Penyebaran L68TQI+


TintaSiyasi.com -- Viral penolakan rencana kedatangan Utusan Khusus AS untuk memajukan LGBTQI+ di Indonesia hingga pembatalannya, Dosen Online Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. dan Puspita Satyawati, S.Sos. mengungkapkan strategi ideal untuk menangani penyebaran LGBTQI+ di negeri ini. 

"Indonesia sebagai religious nation state, semestinya hukum di negeri ini memiliki cara menanggulangi dari pencegahan hingga pemberantasan LGBTQI+. Setidaknya ada beberapa strategi yang bisa dilakukan pemerintah," tulis keduanya dalam materi kuliah daring "Jika Kunjungan Jessica Stern demi Penguatan HAM LGBTQI+ Tidak Dibatalkan, Umat Islam Wajib Menolaknya: Mengapa?" di grup WhatsApp Uniol 4.0 Diponorogo, Sabtu (3/12/2022).  

Pertama, Prof. Suteki menyampaikan, pemerintah harus memiliki sense of crisis terhadap persoalan LGBTQI+ ini. 

"Ia mesti hadir dan menyadari betul fungsinya sebagai pengurus dan benteng rakyat, bukan justru membiarkan virus LGBTQI+ kian liar menyebar," cetusnya. 

Kedua, Puspita menjelaskan hendaknya pemerintah memberikan perlindungan optimal kepada anak bangsa dari ancaman budaya, gaya hidup, dan ideologi yang merusak kepribadian, termasuk LGBTQI+.

Ketiga, imbuhnya, tidak membiarkan masuknya setiap upaya promosi pemikiran LGBTQI+, ajakan untuk memajukannya, serta bantuan luar negeri yang mendukung kampanye LGBTQI+ meski berdalih HAM, demokrasi, dan penghapusan diskriminasi.

Adapun keempat, Prof. Suteki menekankan pentingnya memberikan edukasi tentang kerusakan LGBTQI+ dan menerangkan gaya hidup agamis sebagai filter terhadap pengaruhnya. 

"Pun mendorong rakyat untuk meningkatkan sistem kekebalan masyarakat dengan menjalankan amar makruf nahi mungkar," tuturnya.

Selanjutnya kelima, Puspita menyampaikan agar pemerintah memfasilitasi kalangan akademisi dan ilmuwan melakukan kajian mendalam tentang LGBT IQ+ dengan pendekatan multidisipliner. 

"Bukan untuk memperkokoh eksistensinya tetapi membebaskan masyarakat dari belenggu pengaruhnya. Dengan dukungan ormas keagamaan, misi ini akan lebih produktif," bebernya.

Keenam, Prof. Suteki menghendaki, pemerintah (presiden) menginisiasi pelarangan LGBTQI+ di seluruh wilayah Indonesia serta memidana pelaku, pelopor, promotor, penyandang dana, layaknya pemberantasan terorisme. 

"Ini merupakan teror moral, teror mental, dan teror agama. Presiden membuat Perppu dan DPR ancang-ancang menetapkannya sebagai UU," tegasnya. 

Ketujuh, lanjutnya, jika perlu, di pemerintahan daerah menyusun Perda larangan LGBTQI+ bila di tingkat nasional pemerintah pusat mengabaikan fenomena kerusakan moral ini untuk mengisi kekosongan hukum. 

"Tujuannya memberantas perilaku seks menyimpang yang mengundang azab Allah sebagaimana sejarah di zaman Nabi Luth telah membuktikannya," sebutnya. 

Selanjutnya Puspita mengingatkan, penting memahami bahwa LGBTQI+ tak sekadar masalah individual sosial, melainkan problem bernuansa politis yang makin eksis dengan dukungan negara-negara Barat yang notabene memusuhi kaum Muslim. 

"Bahkan diduga kuat merupakan salah satu propaganda Barat untuk merusak dunia Islam," ujarnya.

Dengan demikian menurutnya, bila umat Islam berkehendak untuk mencabut hingga ke akar–akarnya, yang utama ialah tak berhenti pada strategi di atas, atau cukup memboikot produk dari perusahaan pendukung LGBTQI+. 

"Namun sekaligus memboikot sistem hidup yang memfasilitasi tumbuh dan berkembang biaknya perilaku bejat ini. Menjadi keniscayaan pergantian sistem kehidupan dari sekularisme liberal menuju tatanan Islam yang menerapkan aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Mari bersama mewujudkannya," pungkas keduanya. [] Alfia Purwanti

Posting Komentar

0 Komentar